Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sistem Zonasi Langgar Pemenuhan Hak Anak atas Pendidikan

Kompas.com - 27/12/2017, 13:03 WIB
Ambaranie Nadia Kemala Movanita

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Kebijakan sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB) yang langsung diterapkan 100 persen di seluruh Indonesia menuai berbagai masalah di Indonesia.

Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Heru Purnomo mengatakan, kebijakan yang dituangkan dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 17 Tahun 2017 tentang Sistem PPDB itu diberlakukan tanpa pertimbangan yang utuh.

"Sebab, diberlakukan menyeluruh tanpa melalui pertimbangan data kecukupan sekolah negeri di suatu lokasi yang ditentukan sebagai zonasi," kata Heru melalui keterangan tertulis, Rabu (27/12/2017).

Heru mengatakan, di beberapa kabupaten/kota, hanya sedikit sekolah negeri. Ketika zonasi dilakukan, anak-anak di kecamatan yang tidak memiliki sekolah negeri tersebut hanya memiliki peluang 5 persen diterima di sekolah negeri di kecamatan yang terdekat.

(Baca juga: Rapor Merah Serikat Guru untuk Kemendikbud Selama 2017)

Di Tangerang, misalnya, ketentuan batas usia maksimal dalam sistem PPDB online juga membuat sejumlah siswa tidak diterima di SMPN 3 karena usianya sudah lebih dari 15 tahun. Padahal, nilainya tinggi dan tempat tinggalnya berada di zona ring satu.

Selain itu, di Medan, SMAN 2 dan SMAN 13 menerima siswa tambahan di luar sistem PPDB online.

Akhirnya ada tambahan 180 siswa atau 5 kelas di SMAN 2 kota Medan yang setiap siswa dikenai biaya Rp 10 juta. Belakangan 180 siswa ini kemudian dianggap ilegal dan dipindahkan ke SMA swasta.

Sementara di SMAN 13 jumlah siswa yang diterima jalur non-PPDB online mencapai 70-an siswa dan belakangan juga bermasalah sehingga terancam dikeluarkan atau dipindahkan ke sekolah swasta lain.

Terkait kasus tersebut, kata Heru, belum ada tindak lanjut apa-apa dari Kemendikbud terhadap kepala sekolah ataupun dinas pendidikan setempat.

"Kasus ini perlu dievaluasi agar menjadi perhatian bersama untuk tidak terulang kembali karena melanggar pemenuhan hak anak atas pendidikan," kata Heru.

Dia berharap, ke depannya pemerintah melakukan pemetaan yang utuh, valid, dan komprehensif terkait pembagian zonasi. Jadi, siswa di kecamatan yang tak memiliki sekolah negeri mendapatkan akses yang sama untuk bersekolah di negeri.

Setidaknya ada enam hal yang menjadi catatan kritis FSGI terkait kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, khususnya di bidang pendidikan.

Sekjen FSGI Heru Purnomo menyebutnya sebagai rapor merah Kemendikbud sepanjang 2017.

Keenam hal itu adalah, pertama, sistem zonasi dalam PPDB yang langsung diterapkan 100 persen di seluruh Indonesia.

Kedua, soal kebijakan lima hari sekolah atau yang lebih dikenal dengan istilah full day school.

Ketiga, masifnya kekerasan di dunia pendidikan, baik yang dilakukan sesama siswa maupun yang dilakukan guru.

Keempat, buku pelajaran yang menuai kontroversi. Kelima, pemahaman literasi. Keenam, tunjangan profesi pendidik (TPP) yang penyalurannya terus bermasalah.

Kompas TV Kemendikbud akan mengevaluasi kekurangan ini untuk melakukan perbaikan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR Meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR Meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

KPK Kembali Panggil Gus Muhdlor sebagai Tersangka Hari Ini

Nasional
Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Teguran Hakim MK untuk KPU yang Dianggap Tak Serius

Nasional
Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Kuda-kuda Nurul Ghufron Hadapi Sidang Etik Dewas KPK

Nasional
Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Laba Bersih Antam Triwulan I-2024 Rp 210,59 Miliar 

Nasional
Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Jokowi yang Dianggap Tembok Besar Penghalang PDI-P dan Gerindra

Nasional
Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo', Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Sebut Jokowi Kader "Mbalelo", Politikus PDI-P: Biasanya Dikucilkan

Nasional
[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri 'Triumvirat' Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

[POPULER NASIONAL] PDI-P Harap Putusan PTUN Buat Prabowo-Gibran Tak Bisa Dilantik | Menteri "Triumvirat" Prabowo Diprediksi Bukan dari Parpol

Nasional
Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com