Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Malaadministrasi di Enam Tahap Pra Penempatan Pekerja Migran Indonesia

Kompas.com - 19/12/2017, 13:07 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ombudsman Republik Indonesia melakukan kajian dengan mencermati proses pra penempatan buruh migran Indonesia.

Kajian dilakukan pada Juni sampai September 2017, dengan data dari wilayah pengirim dan juga wilayah transit pekerja migran yaitu Jawa Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Kepulauan Riau dan DKI Jakarta.

Komisioner Ombudsman Ninik Rahayu mengatakan, hasilnya ditemukan malaadministrasi pada proses pra penempatan pekerja buruh migran.

Hasil kajian ini dipaparkan bertepatan dengan hari Migran Internasional yang diperingati setiap 19 Desember.

Malaadministrasi tersebut terdapat pada 6 tahap yaitu, perekrutan, pengurusan dokumen, pendidikan dan pelatihan, pemeriksaan kesehatan dan psikologis, perjanjian kerja, dan pembekalan akhir penempatan (PAP) buruh migran.

Bentuk malaadministrasi yang terjadi dari hasil temuan Ombudsman RI berupa penyimpangan prosedur, tidak kompeten, permintaan imbalan, tidak memberikan pelayanan, penyalahgunaan wewenang dan perilaku tidak patut terhadap migran.

Dalam hal penempatan ke luar negeri misalnya, lanjut Ninik, buruh migran tidak dibekali informasi yang tidak cukup mengenai bagaimana seseorang bekerja ke luar negeri.

Buruh migran juga tidak dibekali tes kesehatan dan tes psikologis yang utuh.

"Padahal penting untuk siap lahir batin kerja jauh dari keluarga. Tantangannya enggak mudah, karena ada perbedaan budaya," kata Ninik, dalam jumpa pers di kantor Ombudsman RI, Jalan Rasuna Said Kuningan, Jakarta, Selasa (19/12/2017).

Jenis pekerjaan, hak dan kewajiban migran, juga tidak jelas karena masih ditemukan buruh migran tidak membuat kontrak kerja.

 

Potensi Perdagangan Orang

 

Kondisi buruh migran yang berada di tempat penampungan dan pelatihan menurut dia menyulitkan pemerintah untuk memberikan perlindungan.

"Ombudsman pernah sidak tempat penampungan yang enggak lagi sebagaimana yang diamanatkan undang-undang tentang pekerja migran. Dibuat seadanya bahkan terkesan seperti penjara. Mereka enggak punya akses ke luar, dibatasi," ujar Ninik.

Akibat hal ini, lanjut Ninik, terdapat potensi tindak pidana perdagangan orang dalam pra penempatan pekerja migran.

"Hasil kajian di beberapa wilayah, korban banyak dari NTT, Jatim, ini wilayah proses rekruitmen yang tak terlindungi besar," ujar Ninik.

Ninik menyatakan, penyebab malaadministrasi ini meliputi kurangnya pengawasan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Tenaga Kerja, BNP2TKI, Pemerintah Daerah dan Disnaker.

Kemudian ketergantungan calon pekerja hanya kepada Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS), dan tidak ada ruang intervensi dari pemerintah.

Dia mengakui pemerintah telah melakukan upaya-upaya untuk mencegah hal tersebut seperti mencabut izin PPTKIS, membuat sistem online untuk pendataan TKI dan pengurusan Surat Izin Pengerahan (SIP), transaksi non tunai pengurusan sertifikasi kompetensi, perbaikan regulasi dan sebagainya.

Kemudian untuk mencegah tindak pidana perdagangan orang, ada kerja sama antar stakeholder misalnya membentuk satgas tindak pidana perdagangan orang dan satgas pekerja mirgan dan lainnya.

"Tetapi, segala upaya dimaksud, faktanya sampai dengan bulan Oktober 2017, ketika dikonfirmasi terkait temuan, intinya instansi terkait Kemenaker, BNP2TKI menyadari bahwa temuan tersebut masih terjadi," ujar Ninik.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Laporan Fiktif dan Manipulasi LPJ Masih Jadi Modus Korupsi Dana Pendidikan

Laporan Fiktif dan Manipulasi LPJ Masih Jadi Modus Korupsi Dana Pendidikan

Nasional
Dana Bantuan dan Pengadaan Sarana-Prasarana Pendidikan Masih Jadi Target Korupsi

Dana Bantuan dan Pengadaan Sarana-Prasarana Pendidikan Masih Jadi Target Korupsi

Nasional
Lettu Eko Terindikasi Terlilit Utang Karena Judi Online, Dankormar: Utang Almarhum Rp 819 Juta

Lettu Eko Terindikasi Terlilit Utang Karena Judi Online, Dankormar: Utang Almarhum Rp 819 Juta

Nasional
Disambangi Bima Arya, Golkar Tetap Condong ke Ridwan Kamil untuk Pilkada Jabar

Disambangi Bima Arya, Golkar Tetap Condong ke Ridwan Kamil untuk Pilkada Jabar

Nasional
Beri Pesan untuk Prabowo, Try Sutrisno: Jangan Sampai Tonjolkan Kejelekan di Muka Umum

Beri Pesan untuk Prabowo, Try Sutrisno: Jangan Sampai Tonjolkan Kejelekan di Muka Umum

Nasional
Golkar Minta Anies Pikir Ulang Maju Pilkada DKI, Singgung Pernyataan Saat Debat Capres

Golkar Minta Anies Pikir Ulang Maju Pilkada DKI, Singgung Pernyataan Saat Debat Capres

Nasional
Marinir Sebut Lettu Eko Tewas karena Bunuh Diri, Ini Kronologinya

Marinir Sebut Lettu Eko Tewas karena Bunuh Diri, Ini Kronologinya

Nasional
Ketua Komisi VIII Cecar Kemenhub Soal Pesawat Haji Terbakar di Makassar

Ketua Komisi VIII Cecar Kemenhub Soal Pesawat Haji Terbakar di Makassar

Nasional
MPR Akan Bertemu Amien Rais, Bamsoet: Kami Akan Tanya Mengapa Ingin Ubah UUD 1945

MPR Akan Bertemu Amien Rais, Bamsoet: Kami Akan Tanya Mengapa Ingin Ubah UUD 1945

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Mulai Diberangkatkan dari Madinah ke Mekkah

Jemaah Haji Indonesia Mulai Diberangkatkan dari Madinah ke Mekkah

Nasional
Bertemu PM Tajikistan di Bali, Jokowi Bahas Kerja Sama Pengelolaan Air

Bertemu PM Tajikistan di Bali, Jokowi Bahas Kerja Sama Pengelolaan Air

Nasional
Kementan Kirim Durian ke Rumah Dinas SYL, Ada yang Capai Rp 46 Juta

Kementan Kirim Durian ke Rumah Dinas SYL, Ada yang Capai Rp 46 Juta

Nasional
Momen Eks Pejabat Bea Cukai Hindari Wartawan di KPK, Tumpangi Ojol yang Belum Dipesan

Momen Eks Pejabat Bea Cukai Hindari Wartawan di KPK, Tumpangi Ojol yang Belum Dipesan

Nasional
Jokowi Bertemu Puan di WWF 2024, Said Abdullah: Pemimpin Negara Harus Padu

Jokowi Bertemu Puan di WWF 2024, Said Abdullah: Pemimpin Negara Harus Padu

Nasional
Menkumham Mengaku di Luar Negeri Saat Rapat Persetujuan Revisi UU MK

Menkumham Mengaku di Luar Negeri Saat Rapat Persetujuan Revisi UU MK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com