Pada kesempatan yang sama, Koordinator Pokja Reformasi Kebijakan Publik Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Indry Oktaviani mengungkapkan, ketentuan batas usia menikah yang diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan merupakan kebijakan yang mendiskriminasi perempuan.
Ia menilai, pencantuman batas minimal usia perkawinan perempuan 16 tahun dan laki-laki 19 tahun, mendorong praktik perkawinan anak terus terjadi.
"Secara nyata peraturan itu membuat setiap perempuan Indonesia boleh dikawinkan saat usia anak atau belum dewasa," ujar Indry saat ditemui di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Senin (18/12/2017).
Baca: Sulawesi Tengah, Peringkat 3 Perkawinan Anak Usia Dini di Indonesia
Menurut Indry, praktik perkawinan anak perempuan secara jelas menimbulkan kekerasan, baik kekerasan seksual, fisik maupun sosial.
Selain itu, korban perkawinan di usia dini juga kehilangan haknya sebagai anak.
"Para pemohon minta ketentuan diubah agar sama dengan batas usia laki-laki yakni 19 tahun. Batu uji yang kami gunakan yakni Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya," ujar Indry.