Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dua Isu yang Harus Diselesaikan setelah AS Pindahkan Kedubes ke Yerusalem

Kompas.com - 11/12/2017, 12:39 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana berpendapat, ada dua isu utama yang harus diselesaikan pasca-pengumuman perpindahan Kedubes AS dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Menurut Hikmahanto, Trump harus mempertimbangkan kembali keputusannya itu dan dunia internasional harus berupaya agar Israel menghentikan pembangunan pemukiman baru di Yerusalem pasca-pengumuman Trump.

"Saat ini, ada dua isu yang harus diselesaikan. Pertama, Presiden Trump meninjau atau mempertimbangkan kembali keputusan yang dibuat. Kedua, apa upaya agar Israel menghentikan pembangunan pemukiman baru di Yerusalem pasca-pengumuman Trump," ujar Hikmahanto saat dihubungi, Senin (11/12/2017).

"Israel merasa mendapat angin pasca pengumuman Trump," ujar dia.

Baca: Terkait Yerusalem, Jokowi Dinilai Perlu Koalisi dengan Empat Negara

Terkait dua isu utama tersebut, menurut Hikmahanto, Indonesia perlu membangun koalisi internasional.

Inisiatif tersebut dapat dimulai saat Presiden Joko Widodo menghadiri KTT OKI di Istanbul, Turki, pada 13 Desember 2017.

Dalam kaitan pembentukan koalisi, Indonesia dapat membuat inisiatif dalam bentuk proposal untuk kemudian disetujui oleh negara-negara besar terutama China, Rusia, Inggris dan Perancis.

Kota Yerusalem, menjadi ganjalan utama proses perdamaian Israel-Palestina.Thinkstock Kota Yerusalem, menjadi ganjalan utama proses perdamaian Israel-Palestina.

Hikmahanto mengatakan, reaksi koalisi harus mencakup tiga hal utama. Pertama, terkait bagaimana reaksi elit politik.

Baca juga: Soal Yerusalem, Perwakilan NU dan Wahid Foundation Temui Dubes AS

Kedua, reaksi masyarakat, terutama dalam melihat kekerasan akibat bentrokan antara masyarakat dan otoritas setempat.

Ketiga, mengenai langkah konkret apa yang akan dilakukan oleh pemerintah setempat untuk merespons pengumuman Trump.

Berbagai reaksi negara tersebut kemudian diformulasikan dalam suatu model. Hal ini untuk menunjukkan kepada berbagai negara bahwa pengumuman Trump berdampak luar biasa pada perdamain di suatu negara dan perdamaian dunia.

"Bila koalisi ini terbentuk diharapkan Presiden Trump memikirkan kembali keputusannya dan Israel segera menghentikan pembangunan pemukiman baru bagi warganya," kata dia. 

Presiden Joko Widodo sebelumnya mengecam keras tindakan Presiden AS Donald Trump yang mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

"Indonesia mengecam keras pengakuan sepihak AS terhadap Yerusalem sebagai ibu kota Israel dan meminta AS untuk mempertimbangkan kembali keputusan itu," ujar Jokowi, di Istana Bogor, Kamis (7/12/2017).

Kompas TV Presiden Joko Widodo mengaku sudah berkomunikasi dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Presiden Jokowi Bakal Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang Besok

Nasional
Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Di Forum MIKTA Meksiko, Puan Bahas Tantangan Ekonomi Global hingga Persoalan Migran

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Gibran Ingin Konsultasi Kabinet ke Megawati, Pengamat: Itu Hak Presiden, Wapres Hanya Ban Serep

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Pengamat: Kalau Diformalkan, Berapa Lagi Uang Negara Dipakai?

Nasional
Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Hadiri MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10 di Meksiko, Puan: Kepemimpinan Perempuan adalah Kunci Kemajuan Negara

Nasional
Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Polri Usulkan Penambahan Atase Kepolisian di Beberapa Negara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com