Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setya Novanto dan Minimnya Budaya Malu dalam Politik Indonesia

Kompas.com - 27/11/2017, 08:18 WIB
Rakhmat Nur Hakim

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Delapan hari sudah Setya Novanto memimpin lembaga perwakilan rakyat, DPR, dari balik jeruji Rumah Tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi.

Novanto, yang ditahan KPK sejak pekan lalu, tak mau melepas atau dilepas dari jabatannya sebagai Ketua DPR

Keteguhan sikapnya itu bahkan sejak ia ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi e-KTP untuk kedua kalinya. 

Desakan mundur dari berbagai kalangan tak menggoyahkannya. Partai Golkar, partai yang juga dipimpin Novanto, mendukung sikap itu. 

Baca: Nurdin Halid Harap Novanto Legawa Lepas Jabatan Ketum Golkar

Untuk mempertahankan jabatannya, Novanto mengirimkan surat kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR dan Partai Golkar. Isinya, memohon MKD menangguhkan rapat yang akan membahas nasibnya hingga gugatan praperadilan yang diajukannya selesai.

Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia, Hanta Yuda AR seusai menyampaikan rilis Poltracking di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta Pusat, Minggu (26/11/2017).KOMPAS.com/Nabilla Tashandra Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia, Hanta Yuda AR seusai menyampaikan rilis Poltracking di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta Pusat, Minggu (26/11/2017).
Tingkat kepercayaan publik terhadap parlemen semakin tergerus.

Setidaknya, hal itu tergambar dari hasil survei Poltracking Indonesia, Minggu (26/11/2017). DPR menempati urutan paling akhir dalam hal tingkat kepercayaan publik. Tercatat hanya 34 persen reponden yang puas terhadap kinerja DPR.

Minim budaya malu

Direktur Eksekutif Poltracking Indonesia Hanta Yuda mengatakan, kasus yang menimpa satu orang atau beberapa politisi akan berdampak terhadap kelembagaan DPR.

Contohnya, kasus korupsi e-KTP yang menjerat Novanto.

"Harusnya data ini memacu dan memicu parpol melakukan pembenahan untuk memperbaiki," kata Hanta.

Baca juga: Novanto Masih Bertahan Jadi Ketum Golkar karena Jasanya, Apa Saja?

Pengamat politik Universitas Nasional, Alfan Alfian, menilai, keengganan Novanto mundur dari jabatan Ketua DPR menunjukkan minimnya budaya malu dalam politik Indonesia.

Hal itu, katanya, berbeda jauh dengan negara lain, seperti Jepang.

Alfan mengatakan, meski Jepang dan Indonesia berkultur timur, budaya malu di Jepang lebih dijunjung tinggi ketimbang di Indonesia.

Ia menyebutkan, kebanyakan politisi Jepang memilih mundur dari jabatannya setelah dituduh terlibat kasus korupsi. Salah satu contohnya, mantan Menteri Ekonomi Jepang Akira Amari.

Amari mengundurkan diri dari jabatannya pada Januari lalu setelah dituduh korupsi dan meminta maaf kepada masyarakat Jepang.

Alfan menilai, perbedaan kontras tersebut terjadi karena minimnya penghargaan para politisi Indonesia terhadap etika politik.

Baca juga: Nurdin: Munaslub Golkar Tetap Digelar jika Novanto Menang Praperadilan

Di Jepang, menurut dia, budaya politiknya lebih mengedepankan etika ketimbang formalitas hukum.

Oleh karena itu, meski belum berstatus tersangka, mereka merasa malu ketika diberitakan terlibat korupsi dan akhirnya memilih mundur dari jabatannya.

Sementara politisi di Indonesia, kata Alfan, lebih mengedepankan formalitas hukum ketimbang etika politik.

"Jadi, di Indonesia yang dikedepankan para politisinya jika tersangkut kasus hukum, ya, legal formalnya, bukan etika atau moral di hadapan publik. Makanya budaya malunya tidak ada," kata Alfan saat dihubungi pada Minggu (26/11/2017) malam.

Ia menambahkan, jika para politisi di Indonesia memiliki budaya malu dan mengedepankan etika politik, mereka akan mundur ketika dikaitkan dalam sebuah kasus.

Para politisi seharusnya juga tak perlu mati-matian mempertahankan jabatan publik yang diembannya hingga menunggu proses hukum inkrah.

Minimnya budaya malu dalam politik di Indonesia, lanjut Alfan, juga ditopang masyarakat Indonesia yang permisif terhadap politisi berkasus.

Ia mencontohkan, ada politisi atau pejabat publik yang berstatus tersangka, tetapi masih diterima masyarakat. Hal itu terlihat saat kunjungan kerja sang politisi. Tak ada penolakan dari masyarakat.

Bahkan, para politisi ini masih diberi panggung untuk berpidato di hadapan masyarakat yang dikunjunginya.

Di Jepang, sambung Alfan, masyarakatnya sangat resisten terhadap pejabat yang tersangkut kasus hukum. Budaya malu dalam politik di Jepang bisa terbangun.

"Jadi, ini dari dua sisi. Dari pejabat dan politisinya begitu, dari masyarakatnya juga permisif sama politisi dan pejabat yang tersangkut kasus," kata Alfan.

Kompas TV Pengurus DPP Partai Golkar mengumpulkan DPD tingkat satu se-Indonesia untuk membahas desakan musyawarah nasional luar biasa.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com