PEMERINTAH Indonesia mengeluarkan ketentuan bahwa mulai 31 Oktober 2017 seluruh kartu telepon seluler prabayar harus registrasi ulang dengan menggunakan NIK dan Kartu Keluarga.
Pemerintah dalam hal ini Menkominfo (Kementerian Komunikasi dan Informatika) memberikan tenggat waktu registrasi adalah 31 Oktober 2017 – 28 Februari 2018.
Setelah itu, sanksi blokir akan dikenakan secara bertahap bagi mereka yang tidak melakukan registrasi. Blokir akan dilakukan mulai dari SMS, panggilan masuk, panggilan keluar dan terakhir akses internet.
Jika memang benar demikian, maka April 2018 jika belum beres registrasinya, nomor pengguna pada semua operator akan “wafat”.
Di sinilah kehebohan mulai terjadi. Mulai dari keberatan, petisi, komplain tentang susahnya proses registrasi dan carut marutnya urusan NIK dan Kartu Keluarga.
Tak bisa tidak, langsung atau tak langsung, di benak kita terbayang kasus mega korupsi eKTP yang ujungnya kita gak tahu akan berakhir seperti apa.
Sementara, saat ini masih ada jutaan warga yang belum mendapatkan eKTP (termasuk saya). Data kependudukan terkesan semrawut karena nomor KK dan KTP banyak yang ditolak saat registrasi.
Keriuhan ini masih ditambah lagi oleh banyaknya hoaks di media sosial yang mengaitkan kebijakan registrasi dengan rezim otoriter. Ada yang curiga ini adalah langkah penguasa mengumpulkan data demi 2019. Apa hubungannya ya?