Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

APBN Diharapkan Tak Lagi Dijadikan sebagai Alat Politik

Kompas.com - 26/10/2017, 07:29 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Politisi Partai Golkar Mukhamad Misbakhun menyesalkan sikap Fraksi Partai Gerindra yang sempat menolak pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018, meskipun APBN 2018 kini telah disahkan sebagai undang-undang.

Misbakhun mengatakan, Gerindra boleh saja menempatkan diri sebagai partai oposisi dan kerap berbeda pandangan dengan pemerintah. Hal itu merupakan bagian dari keniscayaan dialektika proses demokrasi yang memberikan ruang bagi perbedaan pendapat.

"Tetapi menjadikan APBN sebagai alat politik, bahkan menolak APBN sebagai alat untuk mencapai kesejahteraan rakyat sebagai amanat konstitusi adalah berbahaya dan tidak boleh ada dalam sistem demokrasi modern Indonesia saat ini," kata Misbakhun dalam keterangan tertulis, Rabu (25/10/2017).

Menurut anggota Komisi XI DPR ini, APBN adalah alat dan instrumen negara untuk menyejahterakan rakyat. Sebab, di dalam APBN, ada program-program pembangunan mulai dari biaya operasional sekolah, biaya pembangunan madrasah/pesantren, membayar biaya gaji guru/TNI/Polri.

(Baca: Diwarnai Interupsi, DPR Tetapkan APBN 2018)

Ada juga anggaran membangun infrastruktur jalan, bendungan dan irigasi pertanian, sarana dan prasarana kesehatan, subsidi pupuk dan bibit pertanian, hingga Dana Desa dan BPJS.

"Semua pembiyaan yang ada di dalam APBN adalah untuk seluruh rakyat Indonesia di seluruh pelosok Tanah Air tanpa kecuali dan tidak melihat latar belakang politik atau afiliasi politiknya terhadap partai politik," kata Misbakhun.

Menurut dia, Gerindra telah gagal memahami fungsi APBN sebagai instrumen negara untuk mencapai tujuan pembangunan nasional seperti yang diamanatkan oleh konstitusi.

(Baca juga: Gerindra Tolak Pengesahan APBN 2018, Ini Alasan-alasannya)

Misbakhun memahami bahwa tahun 2018 adalah tahun yang panas secara politik menjelang Pemilu 2019. Namun, menjadikan penolakan APBN sebagai pencitraan politik tidak bisa dibenarkan.

"Karena pada hakikatnya APBN digunakan untuk seluruh rakyat Indonesia tanpa melihat latar belakang partai politik mereka," ujar mantan Pegawai Ditjen Pajak ini.

RUU APBN 2018 telah resmi disahkan dalam rapat paripurna yang berlangsung pada Rabu (25/10/2017). Dari 10 fraksi di DPR, hanya Gerindra yang menyatakan penolakan.

Sekretaris Fraksi Partai Gerindra DPR RI Fary Djemy Francis sebelumnya membeberkan alasan partainya menolak pengesahan RAPBN 2018.

"Pertama, pemerintah gagal mencapai target pertumbuhan ekonomi RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) 2015-2019 dengan rata-rata sebesar 7 persen. Hal ini disebabkan oleh lemahnya kepemimpinan Presiden Joko Widodo sebagai kepala pemerintahan," kata Fary, dalam sidang paripurna, di Gedung MPR/DPR RI, Jakarta, Rabu (25/10/2017).

Selain itu, Gerindra menilai pemerintah melakukan pembiaran masuknya tenaga kerja asing (TKA) terutama dari China dalam proyek infrastruktur dan investasi.

Pemerintah juga disebut memaksa BUMN ikut serta dalam investasi proyek infrastruktur. Padahal, BUMN tersebut tidak memiliki kemampuan keuangan yang cukup.

"Kabinet Kerja gagal meningkatkan rasio pendapatan negara terhadap PDB. Bahkan tidak mampu menahan anjloknya rasio tersebut menjadi sebesar 12,6 persen dalam RAPBN 2018, ini mengakibatkan pemerintah dalam krisis pendapatan," kata Fary.

Kompas TV Berikut tiga berita terpopuler versi KompasTV hari ini.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Kasus Dugaan Asusila Ketua KPU Jadi Prioritas DKPP, Sidang Digelar Bulan Ini

Nasional
Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Tanggapi Ide 'Presidential Club' Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Tanggapi Ide "Presidential Club" Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Nasional
6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

Nasional
Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Nasional
PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

Nasional
Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com