Buya menuturkan, semestinya agama Islam dijalankan satu napas dengan kemanusiaan. Hal itu sering tidak dipahami oleh banyak orang.
Tidak heran, kata Buya, jika saat ini muncul kelompok-kelompok radikal yang merasa dirinya paling benar di antara kelompok lain.
"Islam itu semestinya satu napas dengan kemanusiaan dan ini tidak dipahami oleh kelompok-kelompok yang mengaku dirinya paling benar, yang radikal. Tapi saya katakan mereka itu ibarat sarang yang diletakkan di dahan rapuh. Tidak akan bertahan lama," kata Buya.
Membela Kemanusiaan
Saat ditemui usai acara, Fajar mengungkapkan bahwa penerbitan bukunya tersebut berangkat dari keprihatinan istilah "Aksi Bela Islam" yang mendadak populer di panggung politik dan gerakan keagamaan kontemporer.
Istilah tersebut, kata Fajar, menjadi mantra ampuh untuk memobilisasi dukungan umat Islam dalam merespons isu-isu sosial dan politik aktual yang dianggap berkaitan dengan nasib dan kepentingan umat Islam.
Padahal, menurut dia, pembelaan terhadap Islam hendaknya selaras dengan nilai-nilai keadilan dan kemanusiaan yang universal.
“Pembelaan terhadap agama Islam hendaklah berpijak pada kepentingan menjaga hak-hak umat Islam yang selaras dengan bangunan politik kebangsaan yang inklusif dan penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang universal,” ujar alumni Pondok Pesantren Hajjah Nuriyah Shabran itu.
Fajar menuturkan, saat ini masyarakat tengah terseret oleh arus polarisasi yang tajam sehingga memerlukan kearifan semua pihak agar integrasi bangsa tidak tergerus.
Dia berharap para elite politik dan tokoh agama tidak melontarkan pernyataan yang memicu sentimen sektarian maupun rasial.
"Semangat membela Islam di Republik ini menjadi bagian dari ruh membela tanah air, perekat solidaritas kebangsaan," tuturnya.
"Mempertentangkan komitmen keislaman dengan solidaritas kebangsaan bahkan kemanusiaan bukanlah jalan luhur yang telah disepakati para pendiri bangsa,” kata Fajar.
Hal senada juga diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Maarif Institute Muhammad Abdullah Darraz.
Menurut dia, esensi kehadiran agama berupaya mendorong agar manusia menciptakan kedamaian, keadilan dan kerukunan.
Orang seringkali lupa bahwa beragama juga harus menghadirkan prinsip-prinsip kemanusiaan.
"Jadi selama ini orang berpikir beragama itu harus selalu ber-Tuhan tapi melupakan esensinya sebagai manusia. Esensi sebagai manusia itu kan membumikan kedamaian, membumikan keadilan, kerukunan. Itu yang seharusnya menjadi esensi bagaimana kita memeluk agama," ujar Darraz.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.