JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Menteri Luar Negeri AM Fachir tidak terlalu mempersoalkan adanya petisi warga Papua Barat yang meminta referendum kemerdekaan baru dan diserahkan ke Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB).
"Itu ya kerjaan orang-orang tertentu untuk mendapatkan perhatian," ujar Fachir, di Kompleks Istana Presiden, Jakarta, Kamis (28/9/2017) sore.
Fachir mengatakan, persoalan Papua Barat sudah selesai di PBB sejak tahun 1969.
Pada tahun 1969, dilaksanakan penentuan pendapat rakyat (the Act of Free Choice) yang keputusannya menyatakan bahwa wilayah Papua Barat masuk ke wilayah teritorial NKRI.
PBB mengakui keputusan tersebut. Fachir mengatakan, Kemenlu akan terus memantau isu tersebut.
Akan tetapi, belum akan mengambil tindakan karena keputusan Papua Barat masuk ke teritorial Indonesia adalah final.
"Kita akan lihat, tetapi pada saat yang sama, bagi kita itu sudah selesai," ujar Fachir.
Diberitakan, sebuah petisi rahasia yang isinya meminta referendum kemerdekaan baru untuk Papua Barat telah diserahkan ke PBB.
Laporan ABC.net.au yang dikutip Tribunnews.com, dokumen itu berhasil diselundupkan antardesa ke desa dan telah ditandatangani oleh 1,8 juta warga Papua Barat atau setara dengan lebih dari 70 persen populasi provinsi itu.
Petisi itu menuntut pemungutan suara secara bebas atas kemerdekaan Papua Barat serta pengangkatan perwakilan PBB untuk menyelidiki laporan dugaan pelanggaran HAM oleh pasukan keamanan Indonesia.
Padahal, sebelumnya, Pemerintah Indonesia sudah melarang beredarnya petisi ini di bumi Papua.
Ancamannya, mereka yang menyebarkan dan menandatangani petisi ini akan ditahan dan dipenjara.