Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK: Tak Perlu Bertele-tele, Jika Bisa Cepat Dibuat UU Penyadapan

Kompas.com - 27/09/2017, 06:05 WIB
Moh. Nadlir

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kewenangan penyadapan yang dimiliki Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi momok yang menakutkan bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat RI.

Hal itu terungkap dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Komisi III DPR RI dengan KPK di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (26/9/2017).

Ketua KPK Agus Rahardjo menegaskan bahwa persoalan kewenangan penyadapan yang dimiliki lembaganya telah diatur di dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang KPK. 

Oleh karena itu, persoalan tersebut tak semestinya menjadi bahan perdebatan yang tak berujung dalam setiap RDP yang digelar oleh anggota dewan yang khawatir menjadi "pasien" penyadapan.

"Kewenangan penyadapan kan ada di UU KPK. Tapi MK kan minta secara khusus ada UU penyadapan sendiri. Sayangnya UU penyadapan itu belum ada sampai sekarang," kata Agus.

(Baca: Para Anggota DPR Masih Permasalahkan Penyadapan KPK)

Putusan MK itu, kata Agus, memerintahkan untuk dibuat Undang-Undang penyadapan, di mana tugas membuat Undang-undang tersebut justru ada di tangan para wakil rakyat bersama Pemerintah.

"Keputusan MK itu kan memang membuat UU. Yang buat UU kan yang berwenang DPR dan Pemerintah. Kalau bisa cepat-cepat dibuat kan tidak harus bertele-tele," kata dia.

Karenanya, selama Undang-undang perlindungan penyadapan belum ada, maka lembaga anti-rasuah akan mengikuti UU KPK sebagai pedoman melakukan penyadapan.

"Kalau sudah ada UU penyadapan ya (ikut). Tapi kan ini belum tahu ya. Karena belum ada," ujar Agus.

(Baca: Cerita Megawati Tak Miliki Telepon dan Penyadapan Dirinya)

Tak berbeda, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif mengatakan bahwa KPK tak boleh tunduk kepada Undang-undang lain dalam hal penyadapan. Misalnya UU Narkotika, yang mengharuskan adanya izin pengadilan agar bisa melakukan penyadapan.

"Penyadapan kita ikut UU KPK. KPK tak boleh tunduk dengan UU yang lain. Oleh karena itu kesimpulannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Yang dimaksud di situ UU KPK," kata Laode.

Lagi-lagi Laode menegaskan, selama belum ada UU khusus yang mengatur penyadapan sebagaimana putusan MK. Maka selama itu pula pihaknya akan mengacu dan berpedoman pada UU KPK.

"Beda yang diatur di UU KPK dengan UU lain. Putusan MK memberikan perintah untuk membuat UU yang komprehensif tentang penyadapan, bukan hanya untuk KPK, tapi juga institusi lain," ujar dia.

(Baca: Komisi III DPR Berdebat Keras soal Aturan Penyadapan KPK)

Sementara itu, anggota Komisi III DPR RI Erma Suryani Ranik tetap bersikukuh bahwa KPK harus tunduk pada UU yang mengharuskan penyadapan mendapatkan izin pengadilan.

"Kalau Komisi III ribut soal penyadapan itu tidak benar. BNN saja jika ingin melakukan penyadapan perlu surat dari pengadilan," kata dia.

Arsul Sani pun menambahkan bahwa kekhawatiran akan bocornya penyadapan jika meminta izin pengadilan itu yang harus dicari solusinya saat ini.

"Kalau penyadapan berbasis pengadilan. Ketakutan akan hakimnya bocor itu nanti yang harus kita pikirkan bersama," tutup dia.

Kompas TV Pansus Hak Angket KPK Diperpanjang
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Jokowi Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang

Jokowi Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang

Nasional
Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com