Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Heru Lelono

Pensiunan dan Mantan

Pelajaran dari PKI, Soekarno, Soeharto, hingga Gus Dur

Kompas.com - 23/09/2017, 15:18 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorHeru Margianto

SETIAP bulan September, bangsa Indonesia selalu diingatkan kembali atas terjadinya tragedi politik dan kemanusiaan, yang lebih dikenal sebagai G 30 S PKI, atau Gerakan Tigapuluh September 1965 oleh Partai Komunis Indonesia.

Di catatan sejarah yang ada, Bung Karno lebih suka menyebut Gestok, atau Gerakan Satu Oktober.

Apapun kontroversi cerita tragedi masa lalu itu, satu yang pasti, bencana kemanusiaan telah terjadi.

Keadaan politik dan cara pengelolaan politik negara saat itu terbukti melahirkan kerusakan dahsyat terhadap kehidupan masyarakat Indonesia pada umumnya.

Masyarakat awam seumuran sayapun saat itu dengan mata telanjang disuguhi tontonan langsung kengerian kondisi korban pembantaian manusia dari pihak pihak yang sedang berperang.

Saya harus mengatakan, saat itu lebih tepat dikatakan sebagai perang brutal antara pengikut Partai Komunis Indonesia dengan kelompok masyarakat anti komunis. Hanya dalam kondisi perang, menghilangkan nyawa menjadi salah satu cara untuk menang.

Tanpa bermaksud membenarkan terjadinya pembunuhan yang sungguh melanggar makna kemanusiaan, kondisi sosial politik di masa itu memang memicu terjadinya tragedi.

Goyahnya kepemimpinan nasional saat itu mengakibatkan perpecahan di masyarakat khususnya di tubuh Tentara Nasional Indonesia.

Kegoyahan kepempimpinan juga mengakibatkan diplomasi sebagai bagian penting untuk menghentikan peperangan tidak mampu dijalankan.

Selain itu, propaganda dan provokasi menjadi informasi sesat yang melahirkan kebingungan dan mengakibatkan masyarakat memilih sendiri apa yang hendak mereka lakukan.

Catatan kecil ini ingin mengetengahkan perlunya kekuatan, kebijakan, dan nalar pemimpin dalam mengelola keadaan bila terjadi krisis kemanan, kedamaian kehidupan masyarakat, apapun penyebabnya, termasuk yang disebabkan oleh krisis politik.

Bersamaan dengan itu, masyarakat harus mendapatkan informasi yang benar, sehingga  mampu meningkatkan kewaspadaan dirinya masing masing.

Kepemimpinan yang lemah, informasi yang saling silang, masyarakat yang kebingungan, mengakibatkan kehidupan berbangsa dan bernegara goyah bahkan bisa runtuh. Jika kehidupan masyarakat runtuh, sulit sekali memulihkannya kembali.

Krisis ekonomi dan sosial

Sejarah mencatat, tahun-tahun sebelum terjadinya tragedi September 1965, sosial ekonomi masyarakat Indonesia dalam kondisi yang memprihatinkan. Kondisi menyedihkan ini bahkan berlanjut cukup panjang setelahnya.

Saya pribadi sempat merasakan harus makan tiwul  atau sego jagung setiap hari. Ini hanya gambaran betapa beratnya hidup masyarakat menghadapi kehancuran ekonomi nasional.

Lanjutan dari krisis ekonomi adalah krisis sosial. Krisis sosial inilah puncak dari risiko terjadinya krisis keamanan, keadilan dan ketertiban.

Masyarakat akan mudah tersulut perilaku negatifnya. Tekanan perasaan, tekanan atas kewajibannya terhadap keluarga, akan mudah membangkitkan amarah dan melemahkan daya nalar.

Di saat seperti itulah para oknum pengacau, provakor, melihat peluang untuk melancarkan niat jahatnya.

Seperti rumus tak tertulis, didalam kondisi sulit, hampir selalu lahir para penjahat pengambil kesempatan sebagai peluang.

Sejak proses kemerdekaan sampai hari ini, bangsa Indonesia sudah berkali melewati masa gejolak politik.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Resmikan Warung NKRI Digital, BNPT Ingatkan Semua Pihak Ciptakan Kemandirian Mitra Deradikalisasi

Resmikan Warung NKRI Digital, BNPT Ingatkan Semua Pihak Ciptakan Kemandirian Mitra Deradikalisasi

Nasional
Klaim Ada Perpindahan Suara ke PKB, PKN, dan Garuda, PPP Minta PSU di Papua Pegunungan

Klaim Ada Perpindahan Suara ke PKB, PKN, dan Garuda, PPP Minta PSU di Papua Pegunungan

Nasional
Berkaca Kasus Brigadir RAT, Kompolnas Minta Polri Evaluasi Penugasan Tak Sesuai Prosedur

Berkaca Kasus Brigadir RAT, Kompolnas Minta Polri Evaluasi Penugasan Tak Sesuai Prosedur

Nasional
Hakim MK Singgung Timnas di Sidang Pileg: Kalau Semangat Kayak Gini, Kita Enggak Kalah 2-1

Hakim MK Singgung Timnas di Sidang Pileg: Kalau Semangat Kayak Gini, Kita Enggak Kalah 2-1

Nasional
Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

Nasional
Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

Nasional
Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Nasional
KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Nasional
195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

Nasional
Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Nasional
Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Nasional
Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Nasional
Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Nasional
Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com