Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah "Panglima" Budi Tikal dan Dugaan Kriminalisasi yang Menjeratnya...

Kompas.com - 21/09/2017, 15:45 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pihak kepolisian, dalam hal ini oknum aparat di Polres Bangka, diduga melakukan kriminalisasi terhadap aktivis lingkungan hidup Tubagus Budhi Firbany alias Budi Tikal.

Budi ditangkap tim buru sergap Polres Bangka di Bandung pada 3 Agustus 2017. Penangkapan Budi disinyalir terkait kegiatan Budi yang melakukan pembelaan terhadap nelayan untuk menentang penambangan timah yang diduga ilegal di muara di kawasan industri Jelitik, Pulau Bangka di Bangka Belitung.

Pria yang akrab dipanggil Panglima itu disebut sudah melakukan pembelaan terhadap nelayan dan menentang penambangan timah ilegal sejak 2015.

"Adik kami, dia dan nelayan protes penambangan timah ilegal yang dibekingi aparat," kata kakak kandung Budi, Linda Christanty, dalam jumpa pers di kantor Komnas Perempuan, Jakarta, Kamis (21/9/2017).

Dalam menentang penambangan timah ilegal, Budi pada 15 Januari 2015 bersama nelayan pernah melakukan aksi protes di muara kawasan Industri Jelitik. Panglima beberapa kali menentang penambangan timah yang dianggap ilegal.

Sehari setelah kejadian itu, pihak keluarga mendapat informasi bahwa polisi menuding Budi berniat menyerang kantor Polres Bangka. Jarak rumah Budi yang tinggal bersama ibunya itu hanya 500 meter dari kantor Polres.

Budi memang biasa disapa "Panglima", sehingga polisi disebut Linda mendramatisasi seolah-olah Budi merupakan panglima sungguhan yang akan menyerang kantor Polres.

Nama "Panglima" ini, menurut Linda, sebenarnya merupakan gelar adat Bugis Melayu yang diberikan kepada sang adik.

"Ada informasi dari saksi yang bilang ada instruksi dari Kapolres Bangka I Bagus Rai untuk mengokang senjata dengan peluru tajam untuk bersiap menghadapi serangan adik saya. Karena kata dia (Kapolres) ke polisi-polisinya, adik ini orang yang mengerikan dan seorang panglima betulan," ujar Linda.

Karena situasi yang tidak kondusif, pada 17 Januari 2015 Budi meninggalkan Bangka. Budi saat itu disebut bukan berstatus tersangka, DPO, atau apa pun. Namun, saat berada di Bandara Depati Amir, Pangkal Pinang, muncul oknum pasukan polisi yang hendak menangkap Budi di bandara tersebut.

"Sepasukan oknum polisi gelap bersenjata lengkap dengan peluru tajam dan sebagian lagi menggunakan pakaian biasa tidak berseragam merampas dan merusak CCTV di ruang VVIP, untuk mencari adik saya," ujar Linda.

Akan tetapi, oknum polisi yang diduga dari Polres Bangka itu kemudian dihadang juga oleh polisi dari Polda Bangka di Bandara Depati Amir, serta petugas keamanan bandara dan protokol serta pihak Angkasa Pura.

"Mereka menanyakan, 'Mana surat perintah kalian?' Mereka tidak bisa menunjukkan surat perintah. Adik saya kemudian selamat," ujar Linda.

Karena ingat dengan ibunya, Budi menghubungi Sang Ibu untuk juga meninggalkan Bangka. Sang Ibu kemudian meninggalkan Bangka diantar sopir Budi bernama Akbar.

Linda bercerita, di rumahnya ada banyak senjata pusaka seperti keris, pedang dan lainnya peninggalan leluhur maupun yang dibeli sendiri. Sampai saat ini juga bisa dilihat bahwa di rumahnya memang disimpan senjata pusaka.

Budi, kata Linda, kemudian meminta agar Sang Ibu turut membawa senjata pusaka itu. Karena, menurut Linda, Budi khawatir senjata-senjata pusaka itu direkayasa petugas untuk dikaitkan dengan aksi protes Budi bersama nelayan dua hari sebelumnya.

"Karena kemungkinan polisi akan menggeledah rumah kami dan akan merekayasa lalu mengkaitkan dengan peristiwa pada waktu kami protes dengan penambangan itu," ujar Linda, yang juga dikenal publik sebagai seorang penulis.

Halaman:


Terkini Lainnya

Blusukan di Kalteng, Jokowi Kaget Harga Bahan Pokok Hampir Sama dengan di Jawa

Blusukan di Kalteng, Jokowi Kaget Harga Bahan Pokok Hampir Sama dengan di Jawa

Nasional
Menko Polhukam: Pilkada Biasanya 2 Kali, di Daerah dan MK, TNI-Polri Harus Waspada

Menko Polhukam: Pilkada Biasanya 2 Kali, di Daerah dan MK, TNI-Polri Harus Waspada

Nasional
Bandar Judi Online Belum Disentuh, Kriminolog: Apa Benar Aparat Terkontaminasi?

Bandar Judi Online Belum Disentuh, Kriminolog: Apa Benar Aparat Terkontaminasi?

Nasional
Banjir Rendam 3 Desa Dekat IKN di Penajam Paser Utara

Banjir Rendam 3 Desa Dekat IKN di Penajam Paser Utara

Nasional
DPR Dorong PPATK Laporkan Anggota Dewan yang Main Judi 'Online' ke MKD

DPR Dorong PPATK Laporkan Anggota Dewan yang Main Judi "Online" ke MKD

Nasional
Jelang Puluhan PSU, Bawaslu Sebut Masih Ada Potensi Penyelenggara Tak Netral

Jelang Puluhan PSU, Bawaslu Sebut Masih Ada Potensi Penyelenggara Tak Netral

Nasional
PDI-P: Tak Ada Tawaran Ganjar Jadi Menteri Prabowo

PDI-P: Tak Ada Tawaran Ganjar Jadi Menteri Prabowo

Nasional
Dalami Laporan Dugaan Pelanggaran Etik, KY Buka Peluang Periksa Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Dalami Laporan Dugaan Pelanggaran Etik, KY Buka Peluang Periksa Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

Nasional
Soal Pihak yang Terlibat Aliran Dana Rp 5 Triliun ke 20 Negara, PPATK Enggan Beberkan

Soal Pihak yang Terlibat Aliran Dana Rp 5 Triliun ke 20 Negara, PPATK Enggan Beberkan

Nasional
Kasus Dana PEN Muna, Eks Dirjen Kemendagri Dituntut 5 Tahun 4 Bulan Penjara

Kasus Dana PEN Muna, Eks Dirjen Kemendagri Dituntut 5 Tahun 4 Bulan Penjara

Nasional
BSSN Akui Data Lama INAFIS Bocor, Polri Akan Lakukan Mitigasi

BSSN Akui Data Lama INAFIS Bocor, Polri Akan Lakukan Mitigasi

Nasional
Anies dan Ganjar Diprediksi Menolak jika Ditawari jadi Menteri Prabowo

Anies dan Ganjar Diprediksi Menolak jika Ditawari jadi Menteri Prabowo

Nasional
Ingatkan Satgas, Kriminolog: Jangan Dulu Urusi Pemain Judi 'Online'

Ingatkan Satgas, Kriminolog: Jangan Dulu Urusi Pemain Judi "Online"

Nasional
Dilema PDI-P di Pilkada Jakarta: Gabung PKS atau Buat Koalisi Baru

Dilema PDI-P di Pilkada Jakarta: Gabung PKS atau Buat Koalisi Baru

Nasional
Jelang Pilkada, Baharkam Polri Minta Jajaran Petakan Kerawanan dan Mitigasi Konflik

Jelang Pilkada, Baharkam Polri Minta Jajaran Petakan Kerawanan dan Mitigasi Konflik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com