Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penyerang YLBHI Dinilai Tidak Paham Sejarah

Kompas.com - 18/09/2017, 18:01 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur NU Online dan aktivis Gusdurian, Savic Ali, menyayangkan tindakan represif yang dilakukan sejumlah kelompok masyarakat terhadap Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI).

Hal ini disampaikan Savic menanggapi pengepungan kantor YLBHI di Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (17/9/2017) malam. Aksi tersebut berujung kericuhan pada Senin dini hari.

Bagi Gusdurian, kata Savic, YLBHI merupakan bagian dari sejarah perwujudan Demokrasi di Indonesia. YLBHI merupakan simbol perlawanan terhadap rezim otoriter, terutama di era Orde Baru.

"Runtuhnya rezim Orde Baru dan membukanya jalan reformasi, dan reformasi itulah yang sekarang sebenarnya memberi kebebasan bagi semua kelompok," kata Savic dalam konferensi pers di Komnas Perempuan, Menteng, Jakarta, Senin (18/9/2017).

Menurut Savic, orang-orang yang melakukan searangan terhadap YLBHI tidak mengenal sejarah atau ahistoris.

"Kelompok yang ahistoris, yang tidak mampu melihat sumbangsih YLBHI dan posisi yang baik dalam konteks gerakan pro-demokrasi di Indonesia," kata Savic.

"Saya mewakili teman-teman Gusdurian sangat menyayangkan, bagaimana kelompok-kelompok ini tidak memahami," ujar dia.

(Baca juga: Dikepung atas Tuduhan Gelar Acara PKI, YLBHI Merasa Jadi Korban Hoaks)

Sementara, Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan Azriana, meminta kepolisian mengusut tuntas dan menindak tegas penyerang kantor lembaga bantuan hukum tersebut.

Selain itu, Kompas Perempuan juga meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta agar segera melakukan perbaikan pada gedung LBH-YLBHI Jakarta yang telah dihancurkan di beberapa bagian.

Hal ini demi kelancaran upaya pendampingan hukum yang dilakukan YLBHI bagi masyarakat.

"Agar peran YLBHI dalam membuka akses keadilan bagi masyarakat miskin dapat terus berjalan," kata dia.

(Baca juga: Kronologi Pengepungan Kantor YLBHI)

Sebelumnya, ratusan orang tanpa atribut mengepung kantor YLBHI di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, pada Minggu malam hingga Senin dini hari.

Mereka meminta pihak YLBHI menghentikan acara yang digelar di dalam gedung sejak sore. Mereka menuding acara tersebut merupakan sebuah diskusi soal kebangkitan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Namun, tuduhan itu dibantah Ketua Bidang Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), M Isnur.

Menurut dia, acara bertajuk "Asik Asik Aksi" tak terkait dengan PKI, melainkan ramgkaian pagelaran seni dan budaya. Di antaranya seni musik, pembacaan puisi, dan pemutaran film.

Acara itu digelar sebagai keprihatinan atas batalnya acara seminar terkait peristiwa 1965 yang sedianya digelar di hari sebelumnya lantaran adanya desakan massa.

"Jadi, fokusnya acara semalam itu adalah acara prihatin bahwa polisi turut bubarkan acara diskusi (kemarin), kepolisian yang tunduk pada tekanan massa," kata Isnur.

Kompas TV Kericuhan berawal dari unjuk rasa massa yang hendak membubarkan pagelaran musik.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com