Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW: Tingkat Keberhasilan Penuntutan Kasus Korupsi oleh Kejaksaan Rendah

Kompas.com - 15/09/2017, 17:44 WIB
Moh. Nadlir

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Bidang Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Hendri mengatakan, tingkat keberhasilan penuntutan kasus korupsi oleh Kejaksaan di berbagai tingkat rendah.

Hal itu berbanding jauh dengan tingkat keberhasilan penuntutan kasus korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Jadi kalau seandainya Jaksa Agung mengambil alih penuntutan KPK, seharusnya dia malu, kenapa? Tingkat keberhasilan KPK dalam menuntut terdakwa korupsi divonis hakim di atas 90 persen," kata Febri melalui pesan singkat, Jumat (15/9/2017).

"Kalau di Kejaksaan, saya enggak yakin sampai 60 persen. Buktinya banyak yang bebas, terakhir Dahlan Iskan di tingkat Pengadilan Tinggi Surabaya bebas," lanjut dia.

Bahkan, kata Febri, banyak pengusutan kasus korupsi di Kejaksaan yang tidak tuntas, akhirnya keluar Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

Baca: 
Jaksa Agung: Pernyataan Saya Dipelesetkan

Selain itu, banyak pelaku utama korupsi yang tidak dijerat.

"Jadi yang dijerat pelaku-pelaku korupsi tertentu. Banyak juga tunggakan perkara di Kejaksaan, Kejati, Kejari. Jadi kalau mau ambil kewenangan KPK, harusnya ya mbok ngaca. Tingkat keberhasilan penuntutan dia di Pengadilan Tipikor berapa?" ujar Febri.

"Berapa persen yang berhasil, ukurannya vonis hakim saja. Dari sekian banyak yang ia tuntut di pengadilan, terdakwa berapa banyak yang dapat vonis bersalah, bebas. Kan lebih banyak yang bebas. Nah ini mau dia ambil pula kewenangan ini, bisa makin hancur," lanjut dia.

Menurut Febri, Presiden Joko Widodo perlu mengingatkan para pembantu di kabinetnya agar tidak menyuarakan dukungan pelemahan terhadap KPK.

"Jokowi perlu menahan anggota kabinetnya untuk tidak berkomentar yang mendukung pelemahan KPK. Apakah itu Jaksa agung, Kapolri. Syukur-syukur kalau seandainya Jokowi pecat Jaksa Agung," kata Febri.

Baca: Jaksa Agung: Semua Kami Lakukan untuk KPK...

Sebelumnya, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III, Prasetyo bercerita bagaimana pemberantasan korupsi di Malaysia dan Singapura.

Ia mengatakan, meski kedua negara memiliki aparat penegak hukum khusus untuk memberantas korupsi, kewenangan penuntutan tetap berada pada kejaksaan.

"Baik KPK Singapura dan Malaysia terbatas pada fungsi penyelidikan dan penyidikan saja. Dan meskipun KPK Malaysia memiliki fungsi penuntutan tapi dalam melaksanakan kewenangan tersebut harus mendapat izin terlebih dahulu ke Jaksa Agung Malaysia," ujar Prasetyo.

Menurut dia, model pemberantasan korupsi seperti itu justru lebih efektif daripada Indonesia. Hal tersebut, kata Prasetyo, terlihat melalui Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Malaysia dan Singapura yang lebih tinggi ketimbang Indonesia.

Saat ini, IPK Malaysia sebesar 49 dan menempati peringkat 55 dari 176 negara. Sementara, Singapura dengan IPK sebesar 84 menduduki peringkat 7.

Indonesia saat ini memiliki skor IPK 37 dan berada di peringkat 90. Akibat pernyataannya itu, mantan anggota Mahkamah Partai Nasdem tersebut menjadi bulan-bulanan publik dan pegiat anti-korupsi.

Bahkan, tak sedikit yang meminta dirinya dicopot dari posisi orang nomor satu di korps Adhyaksa itu.

Belakangan, Prasetyo memberikan sanggahan atas ucapannya, bahwa pernyataannya soal fungsi penuntutan yang ada pada Komisi Pemberantasan Korupsi disalahartikan.

Ia menegaskan, tak ada keinginan memangkas kewenangan KPK dalam hal penuntutan.   Pernyataan soal itu disampaikan Prasetyo dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR RI, beberapa hari lalu.

"Banyak pihak yang memelesetkan pernyataan saya. Ini satu hal yang harusnya tidak terjadi," ujar Prasetyo, di Kompleks Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (14/9/2017) malam.

Prasetyo juga mengatakan, beberapa media salah mengutip pernyataannya sehingga dimaknai berbeda dan menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat.  

Kompas TV Jaksa Agung "Curhat" Soal Kewenangan Kejaksaan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Gubernur Maluku Utara Nonaktif Diduga Cuci Uang Sampai Rp 100 Miliar Lebih

Nasional
Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Cycling de Jabar Segera Digelar di Rute Anyar 213 Km, Total Hadiah Capai Rp 240 Juta

Nasional
Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Hindari Konflik TNI-Polri, Sekjen Kemenhan Sarankan Kegiatan Integratif

Nasional
KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

KPK Tetapkan Gubernur Nonaktif Maluku Utara Tersangka TPPU

Nasional
Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Soal Kemungkinan Duduki Jabatan di DPP PDI-P, Ganjar: Itu Urusan Ketua Umum

Nasional
Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Kapolda Jateng Disebut Maju Pilkada, Jokowi: Dikit-dikit Ditanyakan ke Saya ...

Nasional
Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Jokowi dan Prabowo Rapat Bareng Bahas Operasi Khusus di Papua

Nasional
Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Kemenhan Ungkap Anggaran Tambahan Penanganan Papua Belum Turun

Nasional
PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

PAN Minta Demokrat Bangun Komunikasi jika Ingin Duetkan Lagi Khofifah dan Emil Dardak

Nasional
Tanggapi Ide 'Presidential Club' Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Tanggapi Ide "Presidential Club" Prabowo, Ganjar: Bagus-bagus Saja

Nasional
6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

6 Pengedar Narkoba Bermodus Paket Suku Cadang Dibekuk, 20.272 Ekstasi Disita

Nasional
Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Budiman Sudjatmiko: Bisa Saja Kementerian di Era Prabowo Tetap 34, tetapi Ditambah Badan

Nasional
PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

PAN Ungkap Alasan Belum Rekomendasikan Duet Khofifah dan Emil Dardak pada Pilkada Jatim

Nasional
Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Prabowo Hendak Tambah Kementerian, Ganjar: Kalau Buat Aturan Sendiri Itu Langgar UU

Nasional
Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Tingkatkan Pengamanan Objek Vital Nasional, Pertamina Sepakati Kerja Sama dengan Polri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com