Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pansus KPK Akui Jimly Belum Setuju jadi Saksi Ahli di MK

Kompas.com - 15/09/2017, 14:05 WIB
Ihsanuddin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Jimly Asshiddiqie merasa keberatan namanya diajukan Dewan Perwakilan Rakyat menjadi saksi ahli dalam uji materi terkait panitia khusus hak angket Komisi Pemberantasan Korupsi di Mahkamah Konstitusi.

Anggota Pansus KPK Arsul Sani, mengakui bahwa pihaknya memang belum mendapat persetujuan dari mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu. Namun, Pansus sebenarnya sudah mengkomunikasikan keinginan agar Jimly menjadi saksi ahli DPR.

Komunikasi itu disampaikan saat pansus berkunjung ke kantor Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI).

"Pada saat itu pansus menyampaikan beberapa hal dan Pak Jimly menyampaikan pandangannya. Ada yang menyampaikan, 'wah kalau perlu Prof jadi saksi ahli nih'. Pak Jimly memang belum bilang 'iya'," kata Arsul di Kantor DPP PPP, Jakarta, Jumat (15/9/2017).

 

(Baca: Jimly Keberatan Disebut Saksi Ahli dari DPR untuk Gugatan Hak Angket)

"Kata Pak Jimly, 'iya nanti saya pikirkan'. Biasa lah kalau orang ketemu kan begitu," tambah Arsul.

Arsul mengakui, ia yang mengajukan nama Arsul sebagai saksi ahli di MK. Nama Jimly diajukan bersama dua pakar hukum lain, yakni Yusril Ihza Mahendra dan Romly Atmasasmita.

"Kami mengatakan, baru menemukan calon yang akan kami ajukan sebagai saksi ahli, tapi kami akan bicarakan lagi dengan calon tersebut. Nah jadi statusnya bukan akan jadi saksi ahli. Baru calon saksi ahli," kata Arsul.

"Waktu itu juga saya sampaikan mungkin antara tiga itu, kami hanya akan mengajukan satu atau maksimal dua. Itu saja sebenarnya, tapi sudah gegeran duluan," ujar anggota Komisi III DPR ini.

 

(Baca: Tak Tahu Diajukan sebagai Ahli Sidang Hak Angket, Jimly Anggap DPR Tak Etis)

Kini, setelah Jimly menyatakan penolakannya, kata Arsul, maka DPR hanya akan mengajukan dua saksi ahli, yakni Yusril dan Romly. Yusril sudah menyatakan bersedia asal waktunya cocok. Begitu juga Romly, sudah menyatakan kesediaannya.

"Satu saksi ahli saja sebenarnya cukup karena pemerintah ajukan saksi ahli satu juga," ucap Arsul.

Jimly sebelumnya mengaku tidak nyaman namanya disebut menjadi saksi ahli yang diajukan DPR. Jimly mengaku selama ini tidak pernah mau dan selalu menolak menjadi ahli hukum jika diminta oleh pihak-pihak yang berperkara di MK.

Menurut dia, memberikan pendapat yang mewakili pihak berperkara merupakan hal yang tidak etis, sebab dirinya pernah menjadi bagian dari MK.

"Saya merasa tidak pantas sebagai mantan Ketua MK dipakai untuk melegitimasi pendapat," kata dia.

Kompas TV Kewenangan Penyadapan KPK Kembali Dipertanyakan
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Cuaca di Arab Sangat Panas, Ma'ruf Amin: Jangan Sampai Jemaah Haji Meninggal Kepanasan

Nasional
Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Prabowo Diminta Hindari Kepentingan Bagi-bagi Kursi, Jika Tambah Jumlah Kementerian

Nasional
Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Ada Wacana Duet dengan Ahok di Pilkada DKI, Anies: Memutuskan Saja Belum

Nasional
Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Anies Ingin Memastikan Pilkada Berjalan Jujur dan Bebas Intervensi Sebelum Tentukan Langkah

Nasional
Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Kegiatan Ibadah Mahasiswa di Tangsel Dibubarkan Warga, Menko Polhukam Minta Saling Menghormati

Nasional
JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang 'Toxic'

JK: Pelanggar UU Lebih Tidak Boleh Masuk Pemerintahan Ketimbang Orang "Toxic"

Nasional
Tanggapi Luhut soal Orang 'Toxic', Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Tanggapi Luhut soal Orang "Toxic", Anies: Saya Hindari Diksi Merendahkan atas Perbedaan Pandangan

Nasional
Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Profil Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor, Dulu Antikorupsi, Kini Ditahan KPK

Nasional
Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

Nasional
Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com