Seorang peneliti Australia yang semula tertarik dengan cara penyampaian gagasan Hussain, kemudian berdiri dan bertanya kepada Hussain.
"Dalam pertarungan Anda melawan Barat, apakah Anda bersedia bekerja sama dengan kelompok Barat non Muslim?”.
Hussain menjawabnya dengan lantang. "Tidak!".
Bagi Asaf Hussain, pemikiran Islam yang berkembang secara radikal, terutama di wilayah konflik, menganggap kelompok Barat dinarasikan sebagai pihak yang berlawanan.
(Baca juga: Cerita Fidel Castro yang 'Ngakak' Dengar Lelucon Gus Dur)
Akademisi Australia yang sebelumnya tertawa karena cara penyampaian Hussain yang menarik itu, kemudian terdiam.
Tidak lama kemudian, tanpa basa-basi Gus Dur mengambil mikrofon di tempat duduknya dan berbicara lantang. Gus Dur mengemukakan pendapatnya secara berani dan sederhana.
"Islam sendiri tidak menganjurkan orang untuk berperang. Manusia lah yang berperang tanpa alasan agama. Saya memegang prinsip Gandhi, tanpa kekerasan," ucap Gus Dur.
Gus Dur melanjutkan, "Dalam waktu yang sangat lama, masing-masing masyarakat Muslim hidup dengan prinsip persaudaraan, keadilan, dan demokrasi."
Menurut Gus Dur, "Orang Islam sebaiknya tidak menghakimi orang Islam yang lain. Anjuran ini juga berlaku bagi bangsa-bangsa Muslim."
Asaf Hussain kemudian terdiam, tidak berkata sepatah kata pun.
Dibela Cak Nur
Cendekiawan Muslim Indonesia lain, Nurcholish Madjid, juga membela Islam Indonesia yang mengedepankan perdamaian. Cak Nur, demikian dia disapa, tidak mempermasalahkan adanya perbedaan dalam bekerja sama, serta menganjurkan sikap ”inklusif” untuk menghindari perpecahan.
Dia berbicara mengenai orang Kristen Indonesia yang sebaiknya ditempatkan sebagai warga negara yang sama dengan yang lain, bukan ditempatkan sebagai pihak yang berbeda.
Nurcholish mengecam mudahnya seseorang dalam mengeluarkan retorika, terutama yang merendahkan kelompok lain.
Konferensi tersebut kemudian ditutup oleh seseorang yang disebut Feillard berasal dari Turki, yang menilai Gus Dur dan Cak Nur sebagai pihak yang diutus oleh Pemerintah Indonesia.
"Kita berharap orang-orang Indonesia yang diundang bukan juru bicara pemerintah," ucapnya.
Namun, orang Turki itu tidak tahu bahwa Nurcholish Madjid tidak pernah menjadi juru bicara Pemerintahan Presiden Soeharto.
Dia juga tidak tahu bahwa Gus Dur waktu itu memimpin Forum Demokrasi yang kelak menjadi pelopor reformasi, yang mengakhiri kepemimpinan Soeharto.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.