JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan memastikan, pemerintah provinsi Papua dan pemerintah kabupaten Timika akan turut mendapatkan sebagian saham PT Freeport Indonesia.
“Ini masih dirunding apakah baner 5 persen atau 10 persennya Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Kabupaten Timika. Ini masih dirunding, tapi prinsipnya mereka pasti diajak bicara sebagai pemilik dari pengelolaan tambang,” kata Jonan dikutip dari laman Setkab.go.id, Selasa (5/9/2017).
Pernyataan ini disampaikan Jonan menanggapi kesediaan PT Freeport Indonesia mendivestasikan atau menjual 51 persen sahamnya secara bertahap kepada Pemerintah Indonesia.
(baca: Jokowi: Kalau Tak Ngotot, Kita Hanya Punya 9 Persen Saham Freeport)
Mengenai cara pembelian sahamnya, Jonan menyatakan, Pemerintah dapat menunjuk Badan Usaha Miliki Negara (BUMN) secara konsorsium untuk melaksanakan pembayaran 51 persen sahamnya.
“Bapak Presiden menugaskan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah yang akan eksekusi atau dilaksanakan oleh BUMN dan BUMD,” ujar Jonan.
Jonan menegaskan, Presiden Joko Widodo selalu percaya bahwa pengelolaan sumber daya pada suatu hari harus bisa dikelola oleh putra putri bangsa indonesia.
“Sama dengan Blok Mahakam, setelah kontrak dengan Total habis, sekarang dikelola oleh Pertamina. Meskipun saya ngomong sama Pertamina 'kalau Anda yang mengelola tidak boleh turun produksinya dan biaya produksinya tidak boleh naik'. Jangan sampai kita mengelola sendiri malah kurang baik,” tegas Jonas.
(baca: DPR Gusar dengan Kepastian Kontrak Freeport)
PT Freeport Indonesia mendapatkan perpanjangan usaha hingga 2041. Perpanjangan usaha ini bisa diperoleh setelah raksasa tambang itu menyepakati empat poin perundingan dengan pemerintah Indonesia.
Keempat poin yang dimaksud adalah pertama, landasan hukum yang mengatur hubungan pemerintah dengan Freeport Indonesia adalah IUPK, bukan kontrak karya (KK).
Kedua, divestasi atau pelepasan saham Freeport Indonesia sebesar 51 persen untuk kepemilikan nasional.
Ketiga, Freeport Indonesia membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) selama lima tahun atau maksimal pada Oktober 2022.
Keempat, stabilitas penerimaan negara, yakni penerimaan negara secara agregat lebih besar dibanding penerimaan melalui KK selama ini.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.