Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketua Komisi I Prediksi Banyak Kelompok Penyebar Hoaks Belum Ditindak

Kompas.com - 25/08/2017, 10:45 WIB
Tim Cek Fakta

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari mengatakan, masyarakat harus semakin waspada dengan terbongkarnya jaringan Saracen yang diduga menyebarkan konten kebencian berdasarkan suku, agama, ras dan antargolongan melalui teknologi informasi dan komunikasi.

"Bukan berarti membuat kita jadi bersuka cita, justru sebaliknya membuat kita semakin waspada," ujar Kharis dalam keterangan pers, Jumat (25/8/2017).

"Kelompok Saracen ditengarai tidak hanya menyerang satu pihak saja tetapi menyerang berbagai pihak termasuk pemerintah dengan teknik adu domba yang sistematis," kata dia.

Ia mengatakan, hal itu merupakan ancaman siber yang serius. Merujuk data di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), untuk pengaduan konten negatif terkait SARA dan kebencian menduduki urutan ketiga (165 aduan) setelah pengaduan mengenai pornografi (774.409 aduan) dan radikalisme (199 aduan).

Sebagai gambaran, sepanjang 2016 hingga 2017, terdapat 3.252 konten negatif di Twitter yang dilaporkan ke Kemenkominfo.

Adapun pada Google dan YouTube, terdapat 1.204 konten negatif yang dilaporkan Kominfo selama setahun sejak 2016 hingga 2017.

"Fenomena yang terjadi harus dipahami seperti gunung es. Artinya angka-angka tersebut adalah yang muncul di permukaan, yang tak terlihat tentu lebih mengerikan lagi," ujar Kharis.

"Saya yakin masih banyak kelompok-kelompok seperti Saracen yang belum tersentuh, apalagi menjelang Pilkada 2018 dan Pemilu 2019", tutur politisi PKS ini.

(Baca juga: Istana Harap Polisi Usut Tuntas Kelompok Saracen sampai ke Akarnya)

Ia menambahkan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memiliki dua sisi yang saling bertolak belakang.

Di satu sisi memberikan manfaat positif yang dapat membantu dan memajukan kehidupan manusia. Sisi lain, memberikan dampak negatif yang justru akan merusaknya.

Menurut dia, perbuatan kelompok Saracen selaku pelaku penyebar konten kebencian berlandaskan SARA dan hoaks merupakan tindakan penggunaan kecanggihan TIK untuk hal yang bersifat negatif, yang membawa dampak negatif berupa konflik berbasis SARA.

Apalagi lanjut Kharis, Indonesia adalah negara yang terdiri dari berbagai suku, agama, ras dan golongan. Tindakan kelompok Saracen berpotensi mengancam keutuhan NKRI dan tatanan kehidupan masyarakat yang mengusung Bhinneka Tunggal Ika.

(Baca juga: Pemerintah Diminta Usut Tuntas Pihak yang Biayai Kelompok Saracen)

Ia juga mengatakan, tindakan kelompok Saracen bertentangan dengan Undang-Undang informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 45A Ayat 2 yang berbunyi:

"Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Ayat (21) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp 1. 000.O00. 000,00 (satu miliar rupiah)."

"Saya mengimbau kepada masyarakat agar lebih waspada terhadap konten, baik yang tersaji di media massa maupun media sosial. Berita yang tersaji harus difilter dengan sebaik mungkin dengan melakukan cek dan kroscek dari berbagai sumber dan fakta yang ada," kata Kharis.

"Termasuk agar tidak terpancing melakukan stigmatisasi dan menggeneralisir bahwa aksi kelompok Saracen ini terkait dengan sikap politik umat agama tertentu," ucapnya.

Ia pun meminta pemerintah meningkatan literasi media, bekerja sama dengan Komisi Penyiaran Indonesia, Komite Informasi Pusat, dan Dewan Pers.

Kompas TV Genderang Perang Lawan Hoaks di Medsos (Bag 1)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain di Pilgub Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain di Pilgub Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya di Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Jadi Tempat Prostitusi, RTH Tubagus Angke Diusulkan untuk Ditutup Sementara dan Ditata Ulang

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com