JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi I DPR Abdul Kharis Almasyhari mengatakan, masyarakat harus semakin waspada dengan terbongkarnya jaringan Saracen yang diduga menyebarkan konten kebencian berdasarkan suku, agama, ras dan antargolongan melalui teknologi informasi dan komunikasi.
"Bukan berarti membuat kita jadi bersuka cita, justru sebaliknya membuat kita semakin waspada," ujar Kharis dalam keterangan pers, Jumat (25/8/2017).
"Kelompok Saracen ditengarai tidak hanya menyerang satu pihak saja tetapi menyerang berbagai pihak termasuk pemerintah dengan teknik adu domba yang sistematis," kata dia.
Ia mengatakan, hal itu merupakan ancaman siber yang serius. Merujuk data di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), untuk pengaduan konten negatif terkait SARA dan kebencian menduduki urutan ketiga (165 aduan) setelah pengaduan mengenai pornografi (774.409 aduan) dan radikalisme (199 aduan).
Sebagai gambaran, sepanjang 2016 hingga 2017, terdapat 3.252 konten negatif di Twitter yang dilaporkan ke Kemenkominfo.
Adapun pada Google dan YouTube, terdapat 1.204 konten negatif yang dilaporkan Kominfo selama setahun sejak 2016 hingga 2017.
"Fenomena yang terjadi harus dipahami seperti gunung es. Artinya angka-angka tersebut adalah yang muncul di permukaan, yang tak terlihat tentu lebih mengerikan lagi," ujar Kharis.
"Saya yakin masih banyak kelompok-kelompok seperti Saracen yang belum tersentuh, apalagi menjelang Pilkada 2018 dan Pemilu 2019", tutur politisi PKS ini.
(Baca juga: Istana Harap Polisi Usut Tuntas Kelompok Saracen sampai ke Akarnya)
Ia menambahkan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi memiliki dua sisi yang saling bertolak belakang.
Di satu sisi memberikan manfaat positif yang dapat membantu dan memajukan kehidupan manusia. Sisi lain, memberikan dampak negatif yang justru akan merusaknya.
Menurut dia, perbuatan kelompok Saracen selaku pelaku penyebar konten kebencian berlandaskan SARA dan hoaks merupakan tindakan penggunaan kecanggihan TIK untuk hal yang bersifat negatif, yang membawa dampak negatif berupa konflik berbasis SARA.
Apalagi lanjut Kharis, Indonesia adalah negara yang terdiri dari berbagai suku, agama, ras dan golongan. Tindakan kelompok Saracen berpotensi mengancam keutuhan NKRI dan tatanan kehidupan masyarakat yang mengusung Bhinneka Tunggal Ika.
(Baca juga: Pemerintah Diminta Usut Tuntas Pihak yang Biayai Kelompok Saracen)
Ia juga mengatakan, tindakan kelompok Saracen bertentangan dengan Undang-Undang informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 45A Ayat 2 yang berbunyi:
"Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Ayat (21) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ atau denda paling banyak Rp 1. 000.O00. 000,00 (satu miliar rupiah)."
"Saya mengimbau kepada masyarakat agar lebih waspada terhadap konten, baik yang tersaji di media massa maupun media sosial. Berita yang tersaji harus difilter dengan sebaik mungkin dengan melakukan cek dan kroscek dari berbagai sumber dan fakta yang ada," kata Kharis.
"Termasuk agar tidak terpancing melakukan stigmatisasi dan menggeneralisir bahwa aksi kelompok Saracen ini terkait dengan sikap politik umat agama tertentu," ucapnya.
Ia pun meminta pemerintah meningkatan literasi media, bekerja sama dengan Komisi Penyiaran Indonesia, Komite Informasi Pusat, dan Dewan Pers.