JAKARTA, KOMPAS.com - Panitia Khusus Hak Angket Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan hasil kerja sementara terkait pelaksanaan tugas dan kewenangan KPK.
Hasil kerja sementara itu disampaikan ke publik tanpa terlebih dulu meminta klarifikasi KPK. Pansus angket langsung meyakini keterangan yang mereka terima secara sepihak.
Anggota Pansus, Mukhamad Misbakhun menuturkan, temuan sementara dikaji dari hasil laporan pengaduan, penerimaan aspirasi, kunjungan ke Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mabes Polri, Kejaksaan, Kementerian Hukum dan HAM.
Selain itu, pemeriksaan sejumlah saksi di bawah sumpah, wawancara dengan sejumlah pihak terkait, hingga pendalaman lewat rapat internal pansus yang ditindaklanjuti kunjungan lapangan.
Adapun pansus angket mulai bekerja pada 4 Juli 2017.
"Kami akan terus bekerja sesuai jadwal yang dialokasikan, sesuai peraturan perundang-undangan yang ada," kata Misbakhun di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/8/2017).
Pertama, dari aspek kelembagaan, Pansus menganggap KPK sebagai lembaga superbody yang tidak siap dan bersedia dikritik dan diawasi.
Pansus juga menilai KPK kerap menggunakan opini media untuk menekan para pengkritiknya.
Kedua, Pansus menganggap KPK dengan argumen independennya mengarah pada kebebasan atau lepas dari pemegang cabang-cabang kekuasaan negara.
"Hal ini sangat mengganggu dan berpotensi terjadinya abuse of power dalam sebuah negara hukum dan negara demokrasi sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3) UUD 1945," tutur Politisi Partai Golkar itu.
Ketiga, KPK yang dibentuk atas mandat UU 30/2002 tentang tindak pidana korupsi perlu mendapatkan pengawasan yang ketat dan efektif dari lembaga pembentuknya secara terbuka dan terukur, yakni DPR.
Keempat, KPK dalam menjalankan fungsi berdasarkan UU 30/2002 dinilai Pansus belum berkesesuaian atau patuh pada asas kepastian hukum, keterbukaan akuntabilitas kepentingan umum dan proporsionalitas.
"Lima, dalam menjalankan fungsi koordinasi, KPK cenderung berjalan sendiri tanpa mempertimbangkan eksistensi, jati diri, kehormatan dan kepercayaan publik atas lembaga-lembaga negara, penegak hukum," ucap dia.
Keenam, dalam fungsi supervisi, Pansus menganggap KPK cenderung berjalan sendiri tanpa koordinasi dengan lembaga negara lain, dibandingkan dengan upaya mendorong, memotivasi dan mengarahkan kembali instansi Kepolisian dan Kejaksaan.
"KPK cenderung ingin menjadi lembaga yang tidak hanya di pusat tapi ingin mengembangkan jaringan sampai ke daerah. Yang sesungguhnya KPK dibentuk lebih pada fungsi koordinasi dan supervisi," tutur Misbakhun.