JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir mengatakan, ia telah meminta seluruh rektor untuk mengawasi kegiatan mantan anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di lingkungan perguruan tinggi.
Menurut dia, tak bisa dipungkiri tak sedikit kalangan generasi muda yang tertarik dan bergabung dengan HTI.
"Kalau anggota ya sekarang kan sudah dibubarkan, yang penting aktivitasnya. Aktivitasnya itu yang harus dikoordinasikan oleh rektor. Kan potensi anak mudanya banyak. Maka seluruh kampus saya suruh mengoordinasikan," ujar Nasir, saat ditemui di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Selasa (1/8/2017).
Sementara itu, terkait dosen yang diindikasi sebagai anggota HTI, Nasir menyerahkan penanganannya kepada rektor.
Baca: Ini Pesan Wiranto untuk Mantan Anggota HTI
Dosen yang terlibat dalam kegiatan HTI dinilai melanggar PP nomor 53 tahun 2010 tentang disiplin pegawai, Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, dan Undang-Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
"Saya sudah serahkan pada rektor. Sudah saya berikan guidance untuk melakukan itu sesuai dengan peraturan yang ada," kata Nasir.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM mencabut status badan hukum ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Dengan demikian, HTI resmi dibubarkan pemerintah.
Baca: Pemerintah Akan Terbitkan SKB Terkait Mantan Anggota HTI
Pencabutan dilakukan sebagai tindaklanjut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 2 Tahun 2017 yang mengubah UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas). Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto memaparkan tiga alasan pemerintah membubarkan HTI.
Pertama, sebagai ormas berbadan hukum, HTI tidak melaksanakan peran positif untuk mengambil bagian dalam proses pembangunan guna mencapai tujuan nasional.
Kedua, kegiatan yang dilaksanakan HTI terindikasi kuat telah bertentangan dengan tujuan, azas, dan ciri yang berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Ormas.
Ketiga, aktifitas yang dilakukan HTI dinilai telah menimbulkan benturan di masyarakat yang dapat mengancam keamanan dan ketertiban masyarakat, serta membahayakan keutuhan NKRI.