Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Media Diminta Berempati dalam Memberitakan Kekerasan terhadap Anak

Kompas.com - 01/08/2017, 13:04 WIB
Estu Suryowati

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Media memiliki peran penting dalam menyuguhkan isu-isu kekerasan terhadap anak melalui pemberitaannya.

Menurut Produser News and Current Affair Kompas TV Budhi Kurniawan, dalam peliputan kasus kekerasan terhadap anak, seorang jurnalis harus memiliki empati.

"Tidak seperti meliput pertandingan sepak bola, harus ada empati di situ. Ada nilai yang dimiliki jurnalis, bagaimana menjamin hak-hak korban tidak dilanggar," kata dia dalam seminar "Pembelajaran Upaya Pencegahan Eksploitasi Seksual Komersial Anak dan Kekerasan Seksual terhadap Anak di Masyarakat Adat dan Perkotaan" di Jakarta, Selasa (1/8/2017).

Budhi mengatakan, jangan sampai korban kekerasan seksual misalnya, kembali menjadi "korban" karena kegagalan media dalam pemberitaan.

Penggunaan atribusi atau bahkan nama terang untuk menyebut korban kekerasan seksual termasuk menambah penderitaan korban.

Dia melihat masih banyak praktik yang dilakukan media justru memberikan stigma yang negatif terhadap korban. Misalnya, penggunaan istilah "menggagahi" untuk menyebut tindak perkosaan yang dilakukan oleh pelaku.

"Penggunaan istilah ini seolah-olah memperkosa itu gagah. Membangun perspektif pembaca demikian, ini adalah persoalan di media," kata Budhi.

Contoh lain yang fatal, penggunaan istilah "untungnya". Misalnya, dalam kasus pencabulan seorang remaja belasan tahun oleh seorang kakek yang berusia lanjut. Lantas si pelaku menikahi korbannya, dan dituliskan oleh media dengan diawali kata "untungnya".

"Ada stigma atau label lagi kepada si korban. Jadi penting bagi wartawan membaca literatur tentang anak. Kerja sama Kementerian PPPA, Plan International Indonesia dengan media juga penting dalam membangun kesadaran kolektif di masyarakat bagaimana memandang isu-isu anak," kata Budhi.

(Baca juga: Masyarakat Diminta Terlibat Cegah Eksploitasi Seksual Komersial Anak)

Pada contoh lain, lanjut Budhi, media sering juga menggunakan argumentasi bahwa terjadinya kekerasan terhadap anak adalah konsekuensi karena si anak tersebut memang nakal dan layak mendapat perlakuan demikian.

Hal demikian ini juga sering terjadi pada pemberitaan tentang isu-isu perempuan, seperti penggunaan istilah "perempuan nakal".

"Itu menjadi kritikan bagi kita juga. Anak-anak yang menjadi korban ESKA (eksploitasi seksual komesial anak) ini juga terkena stigma," kata dia.

"Alih-alih membangun berita yang melindungi hak anak, kita malah membangun stigma baru, bahwa karena dia nakal maka layak diperlakukan sedemikian rupa. Membangun stigma ini juga menjadi PR media, agar korban tidak kembali menjadi 'korban media'," ucap Budhi.

Seminar ini digelar oleh Aliansi Down to Zero dan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dalam rangka memperingati Hari Anak Nasional 2017.

Program Down to Zero bertujuan untuk menghilangkan kekerasan terhadap anak. Program ini berjalan selama lima tahun dari 2016 hingga 2020.

Kompas TV Hukum Berat Pelaku Kekerasan Terhadap Anak
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com