JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Bareskrim Polri Komjen Ari Dono Sukmanto menyebut kejahatan lintas negara tidak boleh dipandang sebelah mata.
Salah satu contoh kasus yang baru-baru ini terjadi, yaitu penipuan oleh warga negara China dan Taiwan kepada warga negara China yang berujung pemerasan.
Mereka menghubungi korban dari beberapa daerah di Indonesia melalui sambungan telepon. Pelaku mengaku sebagai penegak hukum yang tengah menyelidiki korban.
Pelaku meminta sejumlah uang agar kasus yang menjerat korban itu dihentikan.
Ari mengatakan, tindak pidana semacam itu tak lagi mengenal batas negara. Apalagi jika para sindikat tersebut melihat adanya celah potensi untuk beraksi di negara tertentu karena regulasinya tidak ketat soal kejahatan lintas negara.
"Artinya, kejahatan yang kerap dianggap remeh itu sebenarnya sangat serius. Buktinya sindikat itu mau mengeluarkan modal untuk melakukan kejahatannya dengan pindah lokasi di negara lain. Tentunya agar tak langsung terdeteksi," ujar Ari melalui keterangan tertulis, Senin (31/7/2017).
(baca: Polisi Tangkap Sindikat Penipu dari China di Pondok Indah)
Ari mengatakan, pentingnya teknologi informatika untuk mencegah tindak kejahatan itu terjadi lagi.
Tak hanya di Indonesia, negara lain perlu mengantisipasi hal tersebut agar warga negaranya tidak menjadi korban.
Selain itu, otoritas yang berkenaan dengan kepemilikan data di Indonesia harus kembali mengetatkan regulasi penyimpanan data milik mereka.
"Provider telepon, misalnya, yang secara regulasi mewajibkan pemilik SIM Card telepon genggam untuk mengisi identitas. Atau juga bank hingga leasing yang pastinya selalu bersentuhan dengan data nasabah," kata Ari.
(baca: Polisi Dalami Dugaan Keterlibatan WNI dalam Sindikat Kejahatan Siber Surabaya)
Berdasarkan data, Indonesia memiliki perangkat antisipasi bagi masyarakat yang merasa hendak ditipu melalui telepon.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), misalnya, membuka layanan masyarakat dengan menghubungi FCC (Financial Customer Care) OJK di nomor telepon 1-500-655 atau kirim screen capture SMS palsu tersebut via email ke alamat: konsumen@ojk.go.id.
Di samping itu, Ari menilai, masyarakat Indonesia sudah memiliki kesadaran adanya modus penipuan dan pemerasan seperti yang dilakukan WN China itu.
"Bahkan kalau menelusuri di dunia maya, saat ini justru masyarakat Indonesia sudah mampu melawan sindikat ini. Beberapa juga malah melawan balik para pelakunya," kata Ari.
Tim Gabungan Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri mengungkap kejahatan penipuan melalui telepon atau phone fraud.
Sejumlah lokasi di Indonesia yang menjadi titik mereka melakukan kejahatannya, yaitu Surabaya, Jakarta, dan Bali.
Sindikat tersebut berasal dari China dan Taiwan. Dengan menggunakan data-data nasabah bank di China dan Taiwan, sindikat itu menghubungi para korban.
Lalu mereka menyamar seolah-olah dari instansi penegak hukum di Taiwan. Para sindikat itu ada yang berperan sebagai polisi, jaksa atau petugas bank.
Kemudian para pelaku ini mengatakan kepada korban bahwa si korban sedang diselidiki karena terkait kasus pidana.
Setelah para korban ketakutan, maka para sindikat ini meminta sejumlah uang agar dikirimkan kepada mereka.
Tujuannya untuk menghentikan kasus pidana yang seolah-olah sedang mereka lakukan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.