Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

SBY-Prabowo Bertemu, Pengamat Nilai Koalisi Kemungkinan Tak Terjadi

Kompas.com - 28/07/2017, 12:00 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pertemuan Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto di Cikeas, Kamis (27/7/2017) malam, mengundang sorotan dan spekulasi publik.

Salah satunya adalah kemungkinan koalisi antara Demokrat dan Gerindra dalam Pemilu Presiden 2019.

Namun, Pakar komunikasi politik Universitas Paramadina Hendri Satrio tak melihat ada sinyal kuat ke arah sana.

Di samping perbedaan warna politik kedua partai, keduanya tak memberikan sinyal akan berkoalisi.

Sinyal yang paling jelas dan tegas, kata dia, ditunjukan oleh SBY.

"Saya tidak yakin koalisi itu akan terjadi karena pembahasannya kemarin, SBY loud and clear," kata Hendri saat dihubungi, Jumat (28/7/2017).

(baca: Prabowo: "Presidential Threshold" Lelucon Politik yang Menipu Rakyat)

Pertama, ia melihat bahwa pertemuan SBY-Prabowo hanyalah seperti koordinasi tandingan setelah sebelumnya Presiden Joko Widodo mengumpulkan partai-partai pendukung pemerintah ke Istana Kepresidenan.

Saat itu, Jokowi meminta dukungan soal Perppu Pajak dan Perppu Ormas yang tengah dibahas DPR.

Pertemuan SBY-Prabowo, menurut Hendri, hanya mengisyaratkan keprihatinan tentang Undang-Undang Pemilu.

Pasalnya, keduanya sama-sama menolak adanya ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold).

(baca: SBY: Demokrat dan Gerindra Sepakat Kawal Pemerintahan Tanpa Koalisi)

Dalam UU Pemilu yang disahkan, partai atau gabungan partai baru bisa mengajukan calon presiden-calon wakil presiden jika memperoleh 20 persen kursi parlemen atau 25 persen suara nasional. Acuannya pemilu 2014.

"Jadi diartikannya ya memang dua tokoh ini melihat RUU Pemilu masalah presidential threshold itu menjadi penting," ujarnya.

Di samping itu, ada faktor sejarah yang membuat koalisi kedua partai tersebut belum tentu bisa berada salam satu koalisi pada pilpres.

(baca: SBY dan Prabowo Sepakat Mengawasi Penguasa agar Tak Melampaui Batas)

Belum pernah terjadi sebelumnya Gerindra berada di sisi Demokrat, bahkan saat SBY menjabat Presiden RI.

"Waktu itu posisinya SBY berkuasa lho, sekarang Demokrat tidak berkuasa," ucap Hendri.

Dalam pertemuan semalam, SBY juga menegaskan bahwa Demokrat dan Gerindra menyepakati kerja sama tanpa harus berkoalisi.

Hal itu, kata Hendri, juga dapat diartikan bahwa belum ada niat berkoalisi antara Demokrat dan Gerindra.

"Jadi, bahasa kerja sama tanpa koalisi itu penting. Artinya belum tentu juga mereka satu koalisi dan kelihatannya hingga saat ini di antara mereka berdua belum sedikitpun terpikir akan membuat koalisi," kata Hendri.

"Kalau ada kepentingan yang sama mereka kerja sama. Kalau enggak ya sendiri-sendiri," tuturnya.

Ia menilai, tak ada perbedaan penting antara pesan-pesan yang disampaikan SBY sebelum pilkada DKI dan semalam. Intinya, dia tetap mengkritisi pemerintah saat ini.

"Dia bilang power must not going uncheck, jadi memang dia menginginkan bahwa ada check and balance terus-terusan," ujarnya.

Kompas TV Namun, benarkah hasil ini akan menguntungkan seluruh warga Indonesia yang justru paling berkepentingan dengan hasil pemilu?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

KPK Sita 13 Lahan Milik Terpidana Korupsi Pengadaan Helikopter AW-101

KPK Sita 13 Lahan Milik Terpidana Korupsi Pengadaan Helikopter AW-101

Nasional
Baleg Bantah Kebut Revisi UU Kementerian Negara hingga UU TNI untuk Kepentingan Pemerintahan Prabowo

Baleg Bantah Kebut Revisi UU Kementerian Negara hingga UU TNI untuk Kepentingan Pemerintahan Prabowo

Nasional
Gerindra Siapkan Keponakan Prabowo Maju Pilkada Jakarta

Gerindra Siapkan Keponakan Prabowo Maju Pilkada Jakarta

Nasional
Demokrat Beri 3 Catatan ke Pemerintah Terkait Program Tapera

Demokrat Beri 3 Catatan ke Pemerintah Terkait Program Tapera

Nasional
PKB Keluarkan Rekomendasi Nama Bakal Calon Gubernur pada Akhir Juli

PKB Keluarkan Rekomendasi Nama Bakal Calon Gubernur pada Akhir Juli

Nasional
PDI-P Hadapi Masa Sulit Dianggap Momen Puan dan Prananda Asah Diri buat Regenerasi

PDI-P Hadapi Masa Sulit Dianggap Momen Puan dan Prananda Asah Diri buat Regenerasi

Nasional
Risma Minta Lansia Penerima Bantuan Renovasi Rumah Tak Ditagih Biaya Listrik

Risma Minta Lansia Penerima Bantuan Renovasi Rumah Tak Ditagih Biaya Listrik

Nasional
Tak Bisa Selamanya Bergantung ke Megawati, PDI-P Mesti Mulai Proses Regenerasi

Tak Bisa Selamanya Bergantung ke Megawati, PDI-P Mesti Mulai Proses Regenerasi

Nasional
Fraksi PDI-P Bakal Komunikasi dengan Fraksi Lain untuk Tolak Revisi UU MK

Fraksi PDI-P Bakal Komunikasi dengan Fraksi Lain untuk Tolak Revisi UU MK

Nasional
Jaksa KPK Hadirkan Sahroni dan Indira Chunda Thita dalam Sidang SYL Pekan Depan

Jaksa KPK Hadirkan Sahroni dan Indira Chunda Thita dalam Sidang SYL Pekan Depan

Nasional
Ketua MPR Setuju Kementerian PUPR Dipisah di Kabinet Prabowo

Ketua MPR Setuju Kementerian PUPR Dipisah di Kabinet Prabowo

Nasional
Baznas Tegas Tolak Donasi Terkoneksi Israel, Dukung Boikot Global

Baznas Tegas Tolak Donasi Terkoneksi Israel, Dukung Boikot Global

Nasional
Kejagung Tegaskan Tak Ada Peningkatan Pengamanan Pasca Kasus Penguntitan Jampidsus

Kejagung Tegaskan Tak Ada Peningkatan Pengamanan Pasca Kasus Penguntitan Jampidsus

Nasional
Ahli Sebut Jaksa Agung Bukan 'Single Persecution' dalam Kasus Korupsi

Ahli Sebut Jaksa Agung Bukan "Single Persecution" dalam Kasus Korupsi

Nasional
Sang Cucu Pernah Beri Pedangdut Nayunda 500 Dollar AS, Sumber Uang dari SYL-Indira Chunda

Sang Cucu Pernah Beri Pedangdut Nayunda 500 Dollar AS, Sumber Uang dari SYL-Indira Chunda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com