JAKARTA, KOMPAS.com - Kreativitas mesti diterapkan untuk mendongkrak minat baca masyarakat sejak dini. Saat ini, Indonesia hanya berada di peringkat 60 dari 61 negara yang disurvei tentang kegemaran membaca.
Penelitian Connecticut State University bertajuk "World Most Literate Nations" itu dirilis pada 2016 lalu. Hasil itu menunjukkan minat baca masyarakat Indonesia masih amat minim.
Upaya untuk menggenjot minat baca dapat dimulai dengan hal-hal sederhana, seperti mengubah pola pembelajaran di sekolah.
Seperti yang dilakukan Nurhamimah, Guru SDN 011 Sering Barat, Riau. Ia berani mencoba pola baru pada kelas yang diasuhnya. Metode pengajaran itu terdengar unik, yaitu "diagram wartawan."
Guru yang biasa disapa Mimah itu mengatakan, diagram wartawan merupakan sarana agar siswa terbiasa mencerna segala informasi dengan cerdas dan komprehensif.
"Tidak asal baca tanpa hasil," ujar Mimah saat berbagi pengalaman di forum diskusi minat baca yang diselenggarakan Tanoto Foundation, Kamis (27/7/2017), di Jakarta.
Setiap siswa yang diasuhnya diwajibkan untuk membaca buku dari perpustakaan sekolah. Setelah selesai membaca, ada sesi tertentu bagi siswa untuk mempresentasikan ilmu apa yang didapatnya dari buku tersebut.
Nah, di sesi itulah Mimah maupun rekan-rekan siswa dapat bertanya seperti yang lumrah dikerjakan seorang wartawan.
Rumusan pertanyaan dapat dikembangkan dengan prinsip 5W dan 1H yang lazim dipakai pekerja media saat menulis berita. Adapun 5W dan 1H terdiri dari penjabaran apa, mengapa, di mana, siapa, berapa, serta bagaimana.
"Dengan begitu, siswa tergerak untuk tidak hanya sekadar membaca, tetapi memberi makna atas apa yang dibacanya," ucap Mimah.
Sebagai contoh, siswa membaca sebuah buku mengenai cerita rakyat Malin Kundang. Mimah akan bertanya, apa yang dilakukan Malin Kundang, di mana Malin Kundang melakukan aktivitasnya, siapa tokoh selain Malin Kundang.
"Kami mencoba metode baru untuk membangkitkan minat baca anak-anak. Ini jurus anti bosan di kelas," tutur Mimah.
Tak berhenti di sana, siswa juga diminta Mimah untuk menulis kembali rangkuman dari buku yang telah dibaca. Metode ini mendorong siswa untuk memahami intisari dari sebuah buku.
"Tantangannya adalah ya, namanya juga anak-anak. Kami tak bisa 100 persen menuntut seperti apa yang diinginkan. Tetapi paling tidak, metode ini mendorong semangat mereka untuk membaca," paparnya.
Serupa dengan Mimah, seorang guru SDN 204 Napal Putih Jambi bernama Painem juga menerapkan metode belajar kreatif untuk membangkitkan gairah baca siswa. Jurus yang dilakukan Painem dinamai "piramida cerita."
Inti dari metode ini yakni setiap siswa diberi sebuah buku cerita untuk dibaca. Setelah itu, siswa menulis serta menggambar ilustrasi dari kisah buku yang dibaca. Bentuk medianya pun dibuat seperti segitiga dan terbuat dari karton.
"Cara ini membuat siswa dapat mengembangkan imajinasi dari sebuah cerita. Mereka dituntut untuk membaca cerita dari awal sampai akhir dan mengimajinasikan kembali dalam gambar dan tulisan," kata Painem.
Untuk memunculkan kreativitas, Painem membagi siswa ke dalam kelompok. Di setiap kelompok, siswa akan saling membantu untuk mewarnai dan bercerita. "Ini turut melatih sikap kerja sama anak," ujarnya.
Era teknologi
Manajer Program Pelita Pendidikan Tanoto Foundation, Rahmat Setiawan, menilai metode-metode tersebut sebagai langkah maju untuk mendongkrak minat baca anak-anak.
"Di era digital ini, tantangan untuk meningkatkan minat baca anak semakin berat. Maka dari itu, perlu adanya upaya mengubah pembelajaran menjadi lebih kreatif dan tak membosankan," ujarnya.
Metode kreatif tersebut mampu mendorong semangat siswa untuk belajar di sekolah. "Caranya bisa bermacam-macam, entah melalui permainan angka, huruf, puisi, dan sebagainya," kata Rahmat.
Ternyata, membaca dapat menjadi hal yang menyenangkan. Asal tahu rahasianya...
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.