Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Kenapa Memperbaiki Kinerja KPK Harus Lewat Hak Angket?"

Kompas.com - 14/07/2017, 20:05 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat politik dari Komite Pemilih Indonesia yang juga anggota Koalisi Masyarakat Sipil Tolak Angket KPK, Jerry Sumampouw, menilai bahwa alasan penggunaan hak angket untuk membenahi dan mengawasi KPK, tidak kuat.

Menurut dia, ada mekanisme lain yang bisa digunakan oleh DPR untuk memperbaiki kinerja KPK, yakni Rapat Dengar Pendapat dan Rapat Konsultasi.

"KPK memang ada kelemahan, saya sepakat ada reformasi atau perubahan, tapi apa harus lewat angket. Semua yang ingin dikemukakan bisa lewat Rapat Dengar Pendapat atau Rapat Konsultasi. Jadi alasan angket tidak cukup kuat," ujar Jerry dalam sebuah diskusi bertajuk 'Darurat Korupsi: Dukung KPK, Lawan Hak Angket' di Hotel Kartika Chandra, Jakarta Selatan, Jumat (14/7/2017).

Jerry menuturkan, jika DPR ingin mempersoalkan hasil audit pemeriksaan BPK terkait laporan keuangan KPK, maka hal itu bisa dilakukan melalui Rapat Dengar Pendapat dan Rapat Kerja.

(Baca: Kelompok "JIN" Dukung Pansus Hak Angket KPK, Apa Alasannya?)

Di sisi lain, kedua mekanisme tersebut dinilai tidak menghabiskan biaya yang besar. Sebab anggaran untuk penggunaan hak angket KPK mencapai Rp 3,1 Miliar.

"Soal audit, Pansus bilangan keuangan KPK tahun 2015 itu bermasalah. Tapi tidak harus lewat angket karena menyedot biaya cukup besar, Rp 3,1 Miliar untuk dua bulan kerja. Masih banyak jalan untuk benahi KPK ketimbang lewat hak angket," tutur Jerry.

Hal senada juga diungkapkan Peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus. Dia tidak yakin alasan penggunaan hak angket sebagai upaya menjalankan fungsi pengawasan dan pembenahan KPK secara kelembagaan.

Menurut dia, kedua alasan tersebut bisa dilakukan oleh DPR melalui mekanisme lain yang lebih sederhana dan tidak memakan biaya besar, yakni Rapat Dengar Pendapat dan Rapat Konsultasi.

"Ini jadi sangat jelas mereka ingin sebisa mungkin mencegah KPK semakin dekat dengan mereka," tuturnya.

Kompas TV Pansus Hak Angket KPK Berkunjung ke Mahkamah Agung
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Rencana Prabowo Bentuk 41 Kementerian Dinilai Pemborosan Uang Negara

Nasional
Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Di MIKTA Speakers’ Consultation Ke-10, Puan Suarakan Urgensi Gencatan Senjata di Gaza

Nasional
KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

KPK Sebut Kasus Gus Muhdlor Lambat Karena OTT Tidak Sempurna

Nasional
TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

TNI AL Ketambahan 2 Kapal Patroli Cepat, KRI Butana-878 dan KRI Selar-879

Nasional
Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Sejarah BIN yang Hari Ini Genap Berusia 78 Tahun

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com