JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua DPR Fadli Zon mempertanyakan langkah Presiden Jokowi yang menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) soal pembubaran organisasi kemasyarakatan.
Menurut dia, cara ini seperti apa yang dilakukan rezim masa lalu.
"Ini adalah cara yang mundur ke belakang. Ini praktik 'dictatorship'. Kayak dulu tahun 1960, Presiden bisa membubarkan parpol. Jadi ini jangan kita mengarah pada kediktatoran baru," kata Fadli Zon, kepada Kompas.com, Selasa (11/7/2017).
Fadli mengatakan, Undang-Undang Nomor 17 tahun 2013 tentang Ormas sudah cukup untuk mengatur ormas.
UU itu mengatur apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh ormas, serta sanksi yang bisa diberikan oleh pemerintah terhadap ormas.
Baca: Ini yang Akan Dilakukan HTI untuk Gagalkan Perppu Pembubaran Ormas
Sanksi itu berupa teguran hingga proses pembubaran melalui pengadilan.
"Kita ini kan sudah memilih jalan demokrasi, ya mestinya kita melalui jalan yang demokratis. Hak untuk berserikat, berkumpul, itu dijamin konstitusi kita," ujar Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini.
Ia khawatir, jika Perppu disetujui, maka pemerintah tidak hanya akan menggunakannya untuk membubarkan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang dianggap anti-Pancasila.
Ada kekhawatiran, pemerintah akan berlaku sewenang-wenang dalam membubarkan ormas lainnya.
"Ini nanti akan menambahkan kegaduhan baru, kekisruhan baru," kata dia.
Selain itu, lanjuta Fadli, ia khawatir organisasi yang dinilai anti-Pancasila justru akan bergerak secara diam-diam jika dibubarkan pemerintah.
Baca: Jokowi Teken Perppu Pembubaran Ormas
Hal ini akan membuat pemerintah semakin kesulitan untuk melakukan pengawasan.
"Jadi saya melihat Perppu ini kalau pun jadi dikeluarkan sangat memaksakan diri dan tidak menyelesaikan masalah," ujar Fadli.