Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Merasa Didiskriminasi soal E-KTP, Jemaah Ahmadiyah Manislor Mengadu ke Kemendagri

Kompas.com - 20/06/2017, 12:37 WIB
Robertus Belarminus

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Salah seorang warga Desa Manislor, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Desi (28), hingga kini belum memperoleh kartu tanda penduduk (KTP) elektroniknya.

Padahal, sejak 2012 ia sudah melakukan perekaman data untuk membuat e-KTP.

Ia menduga, keyakinan yang dianutnya menjadi penghalang mendapatkan kartu identitas kependudukan.

Desi adalah salah seorang Jemaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) di Desa Manislor.

Pemerintah daerah setempat diduga melakukan tindakan diskriminasi dengan tidak menerbitkan e-KTP pada penganut Ahmadiyah.

Salah satunya, aparat Disdukcapil Kabupaten Kuningan disebut memberi surat pernyataan khusus bagi penganut Ahmadiyah, yang intinya bertuliskan "Saya anggota JAI menyatakan penganut agama Islam. Sebagai buktinya, saya bersedia membaca dua kalimat Syahadat dan selanjutnya bersedia dibina".

Surat ini seolah jadi "persyaratan tambahan" bagi penganut Ahmadiyah setempat untuk mengurus e-KTP.

Penganut Ahmadiyah di sana juga tidak bisa melangsungkan pernikahan di Manislor.

Tahun 2015, Desi terpaksa menikah di daerah tetangga di Cirebon.

"Jadi mau nikah harus keluar kampung. Karena tidak diterima dan diproses di KUA," kata Desi, saat ditemui di kantor Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa Direktorar Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, di Jakarta Selatan, Selasa (20/6/2017).

Pada hari ini, Desi bersama belasan perempuan asal Manislor didampingi pengacara mereka dari Yayasan Satu Keadilan menempuh perjalanan lima jam dari Kuningan ke Jakarta untuk mengadukan persoalan tersebut ke Kantor Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri.

Lika (26), jemaah Ahmadiyah lainnya punya pengalaman yang sama.

Pada 2016, ia membaca berita semua warga Kuningan bisa mengurus e-KTP pada sebuah stand dari Disdukcapil di acara pameran yang digelar di Manislor.

Lika yang sudah melakukan perekaman e-KTP sejak 2012 pun seolah mendapat angin segar setelah bertahun-tahun tidak jelas kapan bisa mendapatkan e-KTP.

Namun, saat mendatangi stand tersebut, ia harus dikecewakan petugas Dukcapil.

"Kami dilarang, katanya warga Manislor tidak boleh, silakan datang ke kantor (kalau mau mengurus)," ujar Lika.

Urusan sosial ekonomi warga juga jadi terganggu.

Menurut dia, banyak hal lain yang dialami warga sebagai dampak tidak diterbitkannya e-KTP bagi pengikut Ahmadiyah setempat.

Misalnya, kesulitan mengurus BPJS, perbankan, pendaftaran kuliah anak di perguruan tinggi, dan lainnya. 

Lika mengatakan, ia pernah tak bisa mengurus ATM miliknya yang terblokir.

"Tetapi karena saya enggak ada KTP jadi enggak bisa urus," ujar Lika.

Syamsul Alam Agus, kuasa hukum warga Ahmadiyah Manislor dari Yayasan Satu Keadilan,  mengatakan, hingga kini, setidaknya ada 1.400 anggota jemaah Ahmadiyah di Manislor yang belum mendapatkan e-KTP.

"Akibatnya, berdampak pada pengurusan administrasi kependudukan lainnya, seperti pernikahan, SKCK, dan lain sebagainya," ujar Agus.

Menurur dia, kasus pengabaian hak atas identitas diri terhadap jemaah Ahmadiyah di Manislor tersebut terjadi pasca terbitnya Surat Pakem oleh Tim Pakem Kabupaten Kuningan dengan Nomor B.938/0.2.22/ Dep.5/12/ 2002, pada tanggal 3 Desember 2002.

Surat tersebut "meminta Camat tidak membuatkan KTP bagi JAI".

Kemudian, disusul dengan terbitnya Surat Bupati Kuningan Nomor: 470/627/Disdukcapil, Perihal: pencatuman agama bagi JAI pada e-KTP.

"Mereka harus keluar sebagai anggota JAI jika ingin mendapatkan KTP-el," ujar Agus.

Agus membenarkan, bahwa untuk mendapatkan identitas diri, warga Ahmadiyah Manislor harus menandatangani surat pernyataan yang intinya membaca dua kalimat Syahadat dan bersedia dibina.

Warga tidak mempermasalahkan bila pernyataan itu diberlakukan bagi seluruh warga yang ingin mencantumkan agama Islam pada kolom agama e-KTP.

"Namun, pada kenyataannya pernyataan itu hanya diberlakukan bagi Ahmadiyah dan ini menjadi salah satu bentuk diskriminasi warga negara," ujar Agus.

Keengganan menerbitkan e-KTP bagi JAI Manislor, lanjut Agus, selain pelanggaran hak asasi, juga bentuk pelanggaran hukum dan menghambat tujuan Undang-Undang Administrasi Kependudukan.

Padahal, kata dia, e-KTP diterbitkan untuk meningkatkan efektivitas pelayanan administrasi kependudukan kepada masyarakat dan menjamin akurasi data kependudukan.

Dia mengatakan, identitas berupa KTP juga bersifat mutlak dan hakiki sebagaimana yang termuat dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, bahwa setiap orang berhak memiliki, memeroleh, mengganti, atau mempertahankan status kewarganegaraannya. 

Oleh karena itu, pihaknya mendesak Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo agar segera melakukan evaluasi terhadap Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan, terkait perlakuan diskriminasi untuk mendapatkan hak atas identitas diri atau administrasi kependudukan lainnya terhadap jemaat Ahmadiyah Manislor.

"Agar Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan segera memenuhi hak anggota JAI Manislor sebagai warga negara, berupa hak atas administrasi kependudukan, yakni KTP-el," ujarnya.

Kompas TV Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyatakan, jemaah Ahmadiyah memang dilarang menyebarluaskan ajarannya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Ridwan Kamil Sebut Pembangunan IKN Tak Sembarangan karena Perhatian Dunia

Ridwan Kamil Sebut Pembangunan IKN Tak Sembarangan karena Perhatian Dunia

Nasional
Jemaah Haji Dapat 'Smart' Card di Arab Saudi, Apa Fungsinya?

Jemaah Haji Dapat "Smart" Card di Arab Saudi, Apa Fungsinya?

Nasional
Kasus LPEI, KPK Cegah 4 Orang ke Luar Negeri

Kasus LPEI, KPK Cegah 4 Orang ke Luar Negeri

Nasional
Soal Anies Maju Pilkada, PAN: Jangan-jangan Enggak Daftar Lewat Kami

Soal Anies Maju Pilkada, PAN: Jangan-jangan Enggak Daftar Lewat Kami

Nasional
Kontras: 26 Tahun Reformasi, Orde Baru Tak Malu Menampakkan Diri

Kontras: 26 Tahun Reformasi, Orde Baru Tak Malu Menampakkan Diri

Nasional
Dilaporkan Ke Polisi, Dewas KPK: Apakah Kami Berbuat Kriminal?

Dilaporkan Ke Polisi, Dewas KPK: Apakah Kami Berbuat Kriminal?

Nasional
KPK Sita Mobil Mercy di Makassar, Diduga Disembunyikan SYL

KPK Sita Mobil Mercy di Makassar, Diduga Disembunyikan SYL

Nasional
Anggota Komisi X Usul UKT Bisa Dicicil, Kemendikbud Janji Sampaikan ke Para Rektor

Anggota Komisi X Usul UKT Bisa Dicicil, Kemendikbud Janji Sampaikan ke Para Rektor

Nasional
PKB-PKS Jajaki Koalisi di Pilkada Jatim, Ada Keputusan dalam Waktu Dekat

PKB-PKS Jajaki Koalisi di Pilkada Jatim, Ada Keputusan dalam Waktu Dekat

Nasional
Amnesty Internasional: 26 Tahun Reformasi Malah Putar Balik

Amnesty Internasional: 26 Tahun Reformasi Malah Putar Balik

Nasional
Dilangsungkan di Bali, World Water Forum Ke-10 Dipuji Jadi Penyelenggaraan Terbaik Sepanjang Masa

Dilangsungkan di Bali, World Water Forum Ke-10 Dipuji Jadi Penyelenggaraan Terbaik Sepanjang Masa

Nasional
Kritik RUU Penyiaran, Usman Hamid: Negara Harusnya Jamin Pers yang Independen

Kritik RUU Penyiaran, Usman Hamid: Negara Harusnya Jamin Pers yang Independen

Nasional
Ahli Sebut Struktur Tol MBZ Sulit Diperkuat karena Material Beton Diganti Baja

Ahli Sebut Struktur Tol MBZ Sulit Diperkuat karena Material Beton Diganti Baja

Nasional
DKPP Panggil Desta soal Ketua KPU Diduga Rayu PPLN

DKPP Panggil Desta soal Ketua KPU Diduga Rayu PPLN

Nasional
Anggap Publikasikan Nama Calon Menteri Tidak Tepat, PAN: Tunggu Prabowo Minta Dulu

Anggap Publikasikan Nama Calon Menteri Tidak Tepat, PAN: Tunggu Prabowo Minta Dulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com