Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kohesi Sosial Seusai Pilkada

Kompas.com - 14/06/2017, 15:41 WIB

Institusi demokrasi

Robert Putnam (Making Democracy Work, 1993) menyatakan, modal sosial yang berupa norma-norma sosial, kepercayaan, dan jaringan sangat berkontribusi untuk memperbaiki institusi demokrasi. Modal sosial yang ada dalam masyarakat akan menguntungkan dan mendorong mereka untuk lebih mudah bekerja sama dan membangun pertemanan. Jika modal sosial ini kuat, institusi-institusi sosial dan politik akan berfungsi dengan baik dan proses demokrasi akan berjalan dengan tepat juga.

Oleh karena itu, Indonesia yang punya modal sosial berupa nilai toleransi, gotong royong, kebinekaan, saling percaya, mudah bekerja sama, dan lain-lain, jangan sampai dikalahkan oleh kepentingan ekonomi dan politik jangka pendek. Tradisi dialog, kerja sama, dan gotong royong harus diaktualkan dan disosialisasikan segiat mungkin dalam kondisi yang tidak sehat, seperti akhir-akhir ini.

Agar kondisi kebangsaan kita tidak semakin mengkhawatirkan, modal sosial yang ada pada bangsa ini perlu dikaitkan dengan penguatan institusi-institusi demokrasi kita. Salah satu kelemahan negara-negara berkembang-sebagaimana dicatat oleh Acemoglu, Robinson, dan Johnson (2001)-adalah karena keberadaan institusi-institusi yang tidak bagus dan tidak maksimal bekerja. Kemunduran dan ketidakmajuan negara-negara di Afrika dan Asia bukan karena faktor geografi dan budaya, tetapi lebih disebabkan faktor institusi yang tak berjalan secara bagus dan maksimal. Karena institusinya lemah, maka setiap pergantian rezim dan kepala daerah atau menteri biasanya ada perombakan besar-besaran terhadap kebijakan yang dilakukan. Pergantian rezim juga mengganti mayoritas orang yang ada di rezim sebelumnya, meski orang itu profesional dan mampu.

Perpaduan antara modal sosial dan penguatan serta perbaikan institusi ini penting agar ke depannya institusi-institusi negara kita tidak mudah dikalahkan oleh tekanan massa dan juga kepentingan kelompok tertentu. Institusi pengadilan yang semestinya netral, sering kali tunduk oleh tekanan massa dan kuasa. Kelemahan rezim bangsa ini adalah kerap memanfaatkan kepentingan massa dan kelompok yang dianggap mendukungnya, di saat yang sama meminggirkan kelompok atau massa yang mengkritiknya. Jika hal ini terus berlangsung, tentu tidak produktif bagi cita-cita demokrasi Indonesia ke depan.

Indonesia bukanlah milik sekelompok tertentu dan pemerintah juga tidak punya hak untuk mendiskriminasikan kelompok lain. Indonesia adalah milik bersama dan harus dikelola bersama-sama untuk kepentingan masyarakat dan rakyatnya, begitu juga Jakarta.

Untuk mengaktualkan lagi modal sosial dan memperbaiki institusi-institusi yang ada, tentu bukan kerja sesaat dan singkat. Kerja profetik ini butuh stamina yang kuat dan komitmen yang besar dari segenap anak bangsa. Tentu saja butuh kerja sama semua pihak untuk lebih berpikir jernih tentang masa depan bangsa dan tidak mengedepankan emosi dan egoisitas sektoralnya.

Meskipun ini kerja berat, Indonesia sudah punya modal besar. Mirjam Kunkler dan Alfred Stepan (Democracy and Islam in Indonesia, 2013) mencatat, Indonesia punya aktor-aktor demokrasi, ide-ide, dan civil society dari umat Islam yang tidak dimiliki oleh bangsa lain. Jadi, kita masih bisa berharap agar agama tidak hanya dipolitisasi, tetapi juga bisa menunjang proses pematangan demokrasi kita.

Ahmad Fuad Fanani,
Mahasiswa Program PhD di The University of Toronto, Kanada; Peneliti Maarif Institute for Culture and Humanity
---
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 14 Juni 2017, di halaman 7 dengan judul "Kohesi Sosial Seusai Pilkada".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com