JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak permohonan justice collaborator Andi Zulkarnaen Mallarangeng alias Choel Mallarangeng saat pembacaan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (7/6/2017).
Menurut jaksa, Choel tidak memenuhi kualifikasi sebagai saksi pelaku yang bekerja sama dengan KPK.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengungkapkan bahwa Choel dinilai tidak membuka secara keseluruhan informasi yang sifatnya krusial dalam kasus proyek pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Bukit Hambalang, Bogor, Jawa Barat.
"Penolakan Justice Collaborator tersebut karena memang yang bersangkutan dinilai tidak membuka secara keseluruhan atau ada informasi yang sifatnya cukup krusial tapi tidak dibuka dalam kasus itu," ujar Febri saat memberikan keterangan di gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (8/6/2017).
Jika mengacu pada keterangan Febri, maka Choel telah mengingkari janji yang pernah dia katakan tak lama setelah ditahan pada Februari 2017.
(baca: Choel Siap Bongkar Nama Lain yang Pernah Disebut dalam Kasus Hambalang)
Saat itu, Choel mengaku siap membongkar pelaku lain yang terlibat dalam kasus korupsi proyek pembangunan, pengadaan, serta peningkatan sarana dan prasarana sekolah olahraga di Hambalang tahun 2010-2012.
Tak lama setelah ditahan, Choel mengajukan permohonan sebagai justice collaborator kepada penyidik KPK.
Dengan permohonan tersebut, Choel memiliki konsekuensi untuk memberikan keterangan yang signifikan dalam pemeriksaan untuk membongkar keterlibatan pelaku lain dalam kasus yang ia hadapi.
Namun, janji itu tidak dipenuhi.
Penolakan permohonan justice collaborator kepada Choel, kata Febri, harus menjadi pelajaran bagi tersangka lain yang ingin mengajukan hal yang sama.
(baca: Saksi Akui Choel Mallarangeng Minta Supaya Kakaknya Diberikan "Fee")
Febri menegaskan, seorang tersangka yang ingin menjadi justice collaborator harus berangkat dari kesadaran untuk mengakui perbuatannya.
Selain itu, orang tersebut harus menjelaskan kasus yang menjeratnya secara terang dan mau mengungkap pelaku lain yang lebih besar.
"Ini saya kira jadi pelajaran bagi tersangka lain yang ingin mengajukan justice collaborator agar berangkat dari kesadaran, pertama agar mengakui perbuatannya, tidak cukup hanya mengakui dan mengembalikan (uang) tapi juga harus menjelaskan secara seterang-terangnya dan mengungkap pelaku lain yang lebih besar," ucap Febri.
Ada pihak lain
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang pernah memberikan sinyal ada pihak lain yang diincar KPK setelah Choel ditetapkan sebagai tersangka.
Saut mengatakan, siapa pun yang berperan dalam kasus Hambalang harus bertanggung jawab.
Selama ini banyak beredar nama-nama yang dikaitkan dengan kasus Hambalang. Namun, KPK mengaku kesulitan membuktikan adanya penyertaan orang-orang dalam megaproyek tersebut.
"Kalau dilihat dari keterangan sebelumnya mungkin tidak berhenti di dia. Masih ada beberapa hal lagi yang bisa didalami," kata Saut di gedung KPK, Jakarta, Minggu (19/2/2017).
"Makanya kami harus buktikan. Tidak bisa sebut saja," kata Saut.
Saut meminta tersangka dalam kasus ini untuk kooperatif. Jika Choel membeberkan peran pihak lainnya, maka kemungkinan bahwa dia bisa menjadi justice collaborator akan dipertimbangkan.
Hal itu bisa dilakukan asal keterangan yang diberikannya valid dan bisa dibuktikan.
"Kalau memberikan keterangan dan di-cross check tidak sesuai, ya tidak bisa melakukan penyelidikan dan penyidikan," ucapnya.
Sayangnya, syarat permohonan justice collaborator itu tidak dipenuhi oleh Choel.
Choel mengaku
KPK menetapkan Choel sebagai tersangka karena diduga menyalahgunakan wewenang terkait proyek yang melibatkan kakaknya, mantan Menpora Andi Mallarangeng.
Choel dianggap telah memperkaya diri sendiri dan orang lain, juga korporasi atas perbuatan yang dilakukannya.
Pada persidangan di pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (7/6/2017), Choel dituntut lima tahun penjara oleh jaksa KPK.
Ia juga dituntut membayar denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
"Kami menuntut supaya majelis hakim menyatakan terdakwa telah terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan korupsi secara bersama-sama dan dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri," ujar jaksa M Asri Irwan.
Dalam pertimbangannya, jaksa menilai, perbuatan Choel tidak mendukung upaya pemerintah dan masyarakat dalam memberantas korupsi. Namun, Choel belum pernah dihukum dan berterus terang.
Selain itu, Choel juga mengakui perbuatan dan mengembalikan uang yang telah dinikmati.
Menurut jaksa, Choel terbukti memperkaya diri sendiri dan orang lain dalam proyek Hambalang.
Dalam proyek itu, Choel juga terbukti merugikan keuangan negara sebesar Rp 464,3 miliar.
Jaksa mengungkapkan, pada 2009, Choel bersama-sama dengan Menteri Pemuda dan Olahraga saat itu, Andi Alfian Mallarangeng, ikut mengarahkan proses pengadaan barang/jasa proyek pembangunan P3SON di Bukit Hambalang, Bogor, Jawa Barat.
Choel disebut ikut serta memenangkan perusahaan tertentu dalam proses lelang yang dilakukan tanpa memenuhi persyaratan yang berlaku.
Choel dan Andi Mallarangeng terbukti menerima uang sebesar Rp 2 miliar dan 550.000 dollar AS.
Uang tersebut diterima melalui Choel secara bertahap dari sejumlah pihak.
Rinciannya, yaitu 550.000 dollar AS dari mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora, Deddy Kusdinar, diterima oleh Choel di rumahnya; Rp 2 miliar dari PT Global Daya Manunggal (PT GDM) yang diterima Choel di rumahnya.
Menurut jaksa KPK, Choel telah mengembalikan uang yang ia terima seluruhnya, yakni senilai Rp 7 miliar.
Dalam surat tuntutan, Choel dinilai terbukti melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.