Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tak Kunjung Berlanjut, Hak Angket KPK Gugur?

Kompas.com - 19/05/2017, 08:02 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) seolah mau-tak mau dalam mengajukan hak angket terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Semangat pengajuan hak angket sempat kencang digulirkan namun belakangan justru tampak ketidakjelasannya. Satu persatu fraksi mulai ramai menyatakan penolakan.

Pengamat Politik dari Universitas Paramadina, Toto Sugiarto memprediksi kemungkinan besar hak angket tersebut akan gugur. Menurutnya, hal itu disebabkan karena para anggota dewan pada akhirnya membaca tekanan atau suara publik atas penolakan hak angket.

Jika hak angket dilanjutkan, maka sama saja dengan bunuh diri politik bagi partai politik yang mendukungnya. Apalagi, Pemilu 2019 sudah semakin dekat.

"Ini bisa diprediksi ke depannya hak angket ini tidak akan, kemungkinan besar tidak akan berlanjut," kata Toto saat dihubungi Kompas.com, Kamis (18/5/2017) malam.

(Baca: Bamus Tunda Tindaklanjuti Hak Angket KPK)

Kalkulasi perhitungan politik jelang Pemilu 2019 dinilai menjadi hitung-hitungan sejumlah partai politik untuk menentukan sikap terhadap hak angket. Risikonya, adalah tidak dipilih lagi pada Pemilu Legislatif 2019.

Toto menilai, kepentingan partai amat besar untuk membangun citra agar dicintai oleh publik dan tetap dipilih pada Pemilu 2019. Partai pun berpikir ulang untuk menyerang KPK.

"Kalau rasionalitas mereka masih jalan, maka upaya pelemahan KPK itu akan gembos dengan sendirinya," tutur dia.

Sementara itu, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus menilai dinamika sikap fraksi terhadap hak angket KPK yang cenderung berubah-ubah menunjukkan ketidakjujuran motivasi para anggota dewan untuk mendorong penggunaan hak angket. Motivasi tersebut yakni memperkuat institusi pemberantasan korupsi.

(Baca: SBY: Hak Angket DPR terhadap KPK Berbahaya)

Jika motivasi tersebut kuat, kata Lucius, maka seharusnya tak akan ada gerakan maju-mundur dari masing-masing fraksi untuk menentukan sikap terkait hak angket. Ia menilai, para anggota dewan tak punya keberanian untuk melawan opini publik yang menentang hak angket tersebut.

"Fakta bahwa semua fraksi belum juga menyetorkan nama anggota yang akan menjadi anggota pansus membuktikan kegamangan yang melanda semua fraksi di DPR," ucap Lucius.

Namun, dengan dinamika yang ada, Lucius meminta publik tak mudah percaya. Sebab, meski sampai hari ini belum ada fraksi yang menyerahkan nama untuk perwakilan di Panitia Khusus (Pansus) hak angket belum berarti benar-benar gugur.

"Sikap fraksi sampai saat ini baik yang setuju atau pun yang menolak, tak perlu kita percaya. Sebelum pansus benar-benar terbentuk, maka fraksi manapun tak layak dipercaya untuk sikap mereka," kata dia.

Selanjutnya: Hak angket ditunda

Hak angket ditunda dibahas

Rapat Badan Musyawarah (Bamus) DPR, Kamis (18/5/2017) sore sedianya menghasilkan sebuah keputusan terkait tindak lanjut hak angket KPK. Namun, rapat tak menuai hasil. Tindak lanjut hak angket KPK ditunda. Alasannya, belum ada satu pun fraksi menyerahkan perwakilannya untuk diutus ke Pansus hak angket.

Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) justru semakin menegaskan penolakannya dan telah disampaikan pada forum sidang paripurna DPR. PKS juga tak akan mengirimkan utusan.

"Kami sampaikan data terakhir dari kesetjenan, ternyata sampai rapat Bamus dilaksanakan belum ada fraksi yang mengusulkan nama-namanya sebagai anggota pansus angket KPK," ujar Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan seusai memimpin rapat Bamus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis.

Ia menyerahkan kepada semua fraksi di DPR. Bamus kembali diagendakan pekan depan untuk memperjelas tindak lanjut hak angket KPK.

(Baca: Pengusul Hak Angket KPK Lobi Fraksi yang Menolak)

"Diharapkan pada rapat bamus berikutnya ini sudah ada nama yang diusulkan fraksi-fraksi. Ini kan proses politik kita serahkan semuanya pada kewenangan intuisi dari fraksi-fraksi," tutur Taufik.

Maju-mundurnya hak angket juga sudah disampaikan Anggota Komisi III Arsul Sani selaku salah satu pengusul hak angket. Meski pengajuan hak angket telah disetujui melalui forum Sidang Paripurna beberapa waktu lalu, namun nasibnya masih tak jelas.

"Kan kita sama-sama lihat banyak pimpinan partai yang memberi statement ke publik melalui media bahwa mereka menolak melanjutkan hak angket," kata Arsul.

"Lantaran apa? Mekanisme pengambilan angket itu di paripurna yang diketok Pak Fahri Hamzah (Wakil Ketua DPR RI) dianggap cacat yuridis," lanjut dia.

Anggota Komisi III lainnya yang juga merupakan pengusul hak angket, Masinton Pasaribu menilai evaluasi terhadap lembaga KPK sangat perlu. Terlebih tahun ini, umur KPK mencapai 15 tahun.

"Kenapa dalam 15 tahun sebuah institusi berjalan tanpa kontrol? Menurut saya ini bahaya. Apakah model penegakan hukum yang seperti itu yang kita inginkan?" ujar Masinton.

(Baca: PAN Tak Akan Kirim Kader untuk Pembentukan Pansus Hak Angket KPK)

Ia tegas membantah bahwa hak angket KPK bisa menghambat KPK dalam menangani kasus. Menurutnya, pengawasan dan kerja KPK dalam menjalankan penegakan hukun merupakan ranah yang berbeda. Menurutnya, ada banyak persoalan dalam KPK yang perlu digali lebih dalam dan dibuka ke publik.

Selain itu, Komisi III DPR juga menemukan sejumlah penyimpangan yang dilakukan komisi antirasywah tersebut.

"Bagi saya, ini ada yang enggak benar. Harus dibenerin. Makanya tadi saya katakan, angket ini untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada dalam kelompok KPK sekarang," ucap Politisi PDI Perjuangan itu.

Adapun Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Agus Hermanto menyampaikan, partainya setuju jika DPR berniat memperbaiki KPK misalnya dari sisi penaganan kasus hingga tata cara adminiatrasi. Namun, idealnya tak menggunakan instrumen hak angket karena dikhawatirkan mengganggu kerja KPK.

(Baca: Formappi: Hak Angket Sering Dijadikan Mainan Politik)

"Bisa dibayangkan kalau KPK sering dipanggil ke DPR untuk penyelidikan, kan banyak kasus-kasus yang mulai terganggu," ujar Agus.

"Saya pernah jadi Pansus Century. Saya tahu persis. Pasti terganggu waktunya, kesibukannya. Padahal lagi padat-padatnya menangani kasus," sambung Wakil Ketua DPR RI itu.

Adapun Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PKS Nasir Djamil mengusulkan jika ada komunikasi antar pimpinan fraksi agar ada kesamaan persepsi teekai hak angket. Sebab, ia menilai persepsi yang ada saat ini masih berbeda-beda dan simpang siur.

Meski Fraksi PKS telah menentukan sikap penolakan, namun secara pribadi ia memahami keinginan rekan-rekannya di Komisi III untuk mendorong hak angket tersebut.

"Ini komunikasi saja sebenarnya. Komunikasi harus dibangun sehingga jelas apa yang mau kita selesaikan. Usia KPK sudah di atas 10 tahun karena itu perlu dievaluasi," kata Nasir.

"Saya mengusulkan ada komunikasi fraksi-fraksi bahkan melibatkan ketua umum sehingga persepsinya sama," sambung dia.

Kompas TV Sidang Paripurna DPR Lanjut Bahas Hak Angket KPK
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

TKN Sebut Jokowi Tak Perlu Jadi Dewan Pertimbangan Agung: Beliau Akan Beri Nasihat Kapan pun Prabowo Minta

TKN Sebut Jokowi Tak Perlu Jadi Dewan Pertimbangan Agung: Beliau Akan Beri Nasihat Kapan pun Prabowo Minta

Nasional
ASN yang Tarik Lengan Jokowi di Konawe Ingin Mengadu Soal Status Kepegawaian

ASN yang Tarik Lengan Jokowi di Konawe Ingin Mengadu Soal Status Kepegawaian

Nasional
Khofifah Sebut Jokowi Minta Forum Rektor Bahas Percepatan Indonesia Emas 2045

Khofifah Sebut Jokowi Minta Forum Rektor Bahas Percepatan Indonesia Emas 2045

Nasional
Presiden Jokowi Serahkan Bantuan Pangan bagi Masyarakat di Kolaka Utara

Presiden Jokowi Serahkan Bantuan Pangan bagi Masyarakat di Kolaka Utara

Nasional
Ditanya Bakal Ikut Seleksi Capim KPK, Nawawi: Dijawab Enggak Ya?

Ditanya Bakal Ikut Seleksi Capim KPK, Nawawi: Dijawab Enggak Ya?

Nasional
Soal Revisi UU MK, Pengamat: Rapat Diam-diam adalah Siasat DPR Mengecoh Publik

Soal Revisi UU MK, Pengamat: Rapat Diam-diam adalah Siasat DPR Mengecoh Publik

Nasional
Pertamina Gandeng JCCP untuk Hadapi Tantangan Transisi Energi

Pertamina Gandeng JCCP untuk Hadapi Tantangan Transisi Energi

Nasional
Imbas Kecelakaan di Subang, Muhadjir: Jangan Menyewa Bus Kecuali Betul-betul Bisa Dipercaya

Imbas Kecelakaan di Subang, Muhadjir: Jangan Menyewa Bus Kecuali Betul-betul Bisa Dipercaya

Nasional
Antisipasi Rumor, Fahira Idris Minta Penyelenggara dan Legislator Klarifikasi Penerapan KRIS secara Komprehensif

Antisipasi Rumor, Fahira Idris Minta Penyelenggara dan Legislator Klarifikasi Penerapan KRIS secara Komprehensif

Nasional
Kenaikan Beras Tak Setinggi Negara Lain, Jokowi: Patut Disyukuri Lho...

Kenaikan Beras Tak Setinggi Negara Lain, Jokowi: Patut Disyukuri Lho...

Nasional
3 Kriteria Jemaah Haji yang Bisa Dibadalhajikan: Wafat, Sakit dan Gangguan Jiwa

3 Kriteria Jemaah Haji yang Bisa Dibadalhajikan: Wafat, Sakit dan Gangguan Jiwa

Nasional
Nurul Ghufron Beri Sinyal Kembali Ikut Seleksi Capim KPK 2024-2029

Nurul Ghufron Beri Sinyal Kembali Ikut Seleksi Capim KPK 2024-2029

Nasional
Kecelakaan Bus 'Studi Tour', Muhadjir: Saya Kaget, Setelah Berakhir Mudik Malah Ada Kejadian

Kecelakaan Bus "Studi Tour", Muhadjir: Saya Kaget, Setelah Berakhir Mudik Malah Ada Kejadian

Nasional
Minta Polri Adaptif, Menko Polhukam: Kejahatan Dunia Maya Berkembang Pesat

Minta Polri Adaptif, Menko Polhukam: Kejahatan Dunia Maya Berkembang Pesat

Nasional
KSAL Berharap TKDN Kapal Selam Scorpene Lebih dari 50 Persen

KSAL Berharap TKDN Kapal Selam Scorpene Lebih dari 50 Persen

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com