Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Penambahan Kursi DPR untuk Siapa?

Kompas.com - 17/05/2017, 20:29 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Persoalan jumlah dan alokasi kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kembali muncul saat pembahasan regulasi pemilu. Alokasi kursi dinilai tidak proporsional dan mencerminkan kesetaraan sehingga penambahan kursi DPR tak terelakkan.

Namun, di sisi lain alasan itu tak cukup kuat meyakinkan publik karena kinerja DPR yang buruk selama ini.

Dari pemilu ke pemilu, alokasi kursi DPR memang belum pernah ideal. Di banyak wilayah, alokasi kursi tidak pernah sebanding dengan jumlah penduduk yang ada di satu wilayah.

Hal ini membuat adanya provinsi yang kursi DPR-nya berlebih, ada pula provinsi yang tidak memperoleh kursi semestinya.

Konsekuensinya, anggota DPR dari provinsi yang tidak memperoleh kursi semestinya harus bekerja lebih berat menyerap aspirasi rakyat karena jumlah warga yang diwakilinya lebih banyak daripada provinsi yang alokasi kursinya berlebih.

Dari persoalan ini pula kemudian muncul ketidakadilan saat pemilu. Calon anggota legislatif di wilayah yang jumlah kursinya tidak semestinya harus berjuang lebih keras untuk bisa terpilih. Sebab, suara yang harus mereka peroleh jauh lebih banyak daripada wilayah yang alokasi kursinya berlebih. Ini kemudian memunculkan istilah kursi DPR mahal dan murah.

(Baca: Alasan Sejumlah Fraksi Gulirkan Penambahan Kursi DPR)

Sebagai gambaran, alokasi kursi DPR untuk Provinsi Riau dan Sulawesi Selatan. Di Riau dengan jumlah penduduk 6,3 juta orang, jumlah alokasi kursi DPR hanya 11 kursi sehingga setiap anggota DPR harus mewakili setidaknya 570.000 orang.

Sementara di Sulsel dengan jumlah penduduk 8 juta orang, jumlah alokasi kursinya 24 sehingga setiap anggota DPR hanya mewakili sekitar 333.000 orang.

Gambaran ini setidaknya mencerminkan pula lebih banyaknya suara yang diperoleh untuk bisa terpilih menjadi anggota DPR dari Riau daripada Sulsel. Dalam arti lain, harga kursi DPR di Riau jauh lebih mahal daripada di Sulsel.

Alokasi kursi DPR yang tidak proporsional dan tidak adil ini yang melatarbelakangi kesepakatan Panitia Khusus Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu dan pemerintah menambah alokasi kursi DPR di sejumlah wilayah.

Dalam program bincang-bincang Satu Meja yang mengangkat tema soal isu penambahan kursi DPR di Kompas TV, Senin (15/5/2017), Ketua Pansus RUU Penyelenggaraan Pemilu dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Lukman Edy mengatakan, penambahan kursi DPR menjadi opsi yang disepakati fraksi-fraksi bersama pemerintah, bukan opsi merealokasi kursi di wilayah yang berlebih ke wilayah yang kekurangan karena realokasi kursi berpotensi menuai gejolak di daerah yang alokasi kursinya dikurangi.

Hal senada disampaikan narasumber lain, anggota Pansus dari Fraksi Partai Nasdem, Johnny G Plate.

"Redistribusi kursi akan menuai guncangan politik sehingga kami mengambil keputusan tidak perlu meredistribusi, tetapi menambah kursi ke daerah yang alokasinya masih kurang," katanya.

Hanya saja, alasan-alasan yang melatarbelakangi kesepakatan penambahan kursi DPR tersebut tak cukup kuat meyakinkan publik bahwa penambahan itu memang penting.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

Nasional
Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

Nasional
Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Anggap Positif “Presidential Club” yang Ingin Dibentuk Prabowo, Cak Imin: Pemerintah Bisa Lebih Produktif

Nasional
Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta 'Selfie'

Jokowi Gowes Sepeda Kayu di CFD Jakarta, Warga Kaget dan Minta "Selfie"

Nasional
Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan 'Presidential Club'

Ketidakharmonisan Hubungan Presiden Terdahulu jadi Tantangan Prabowo Wujudkan "Presidential Club"

Nasional
Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Bela Jokowi, Projo: PDI-P Baperan Ketika Kalah, Cerminan Ketidakdewasaan Berpolitik

Nasional
Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya 'Clean and Clear'

Cek Lokasi Lahan Relokasi Pengungsi Gunung Ruang, AHY: Mau Pastikan Statusnya "Clean and Clear"

Nasional
Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Di Forum Literasi Demokrasi, Kemenkominfo Ajak Generasi Muda untuk Kolaborasi demi Majukan Tanah Papua

Nasional
Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada 'Presidential Club'

Pengamat Anggap Sulit Persatukan Megawati dengan SBY dan Jokowi meski Ada "Presidential Club"

Nasional
Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Budi Pekerti, Pintu Masuk Pembenahan Etika Berbangsa

Nasional
“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

“Presidential Club”, Upaya Prabowo Damaikan Megawati dengan SBY dan Jokowi

Nasional
Soal Orang 'Toxic' Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Soal Orang "Toxic" Jangan Masuk Pemerintahan Prabowo, Jubir Luhut: Untuk Pihak yang Hambat Program Kabinet

Nasional
Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Cak Imin Harap Pilkada 2024 Objektif, Tak Ada “Abuse of Power”

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com