Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pimpinan Komisi II: Pembubaran Ormas Harus Adil

Kompas.com - 08/05/2017, 19:02 WIB
Nabilla Tashandra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi II Ahmad Riza Patria menyebutkan, ada tiga hal yang harus diperhatikan terkait pembubaran organisasi masyarakat (ormas) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Pertama, mekanisme dialog. Langkah tersebut, menurut dia, harus dilakukan dengan maksimal.

"Apakah pemerintah sudah melalui mekanisme sesuai peraturan? Saya tidak tahu, apakah sudah mengundang, sudah berdialog, mengirim surat dan lain-lain kami tidak tahu," kata Riza di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (8/5/2017).

Kedua, kata dia, pemerintah harus berlaku adil sebab ada juga ormas selain HTI yang justru berbahaya bagi bangsa dan negara.

"Harus adil, terhadap OPM (Organisasi Papua Merdeka), makar lainnya, yang mau dirikan negara, bahaya laten komunisme dan juga terhadap ormas-ormas Islam," ujar dia.

(Baca: HTI: Kami Tidak Pernah Diberikan Surat Peringatan oleh Pemerintah)

Menurut Riza, perlakuan secara adil terhadap ormas perlu dilakukan agar pembubaran ormas tak dipahami masyarakat sebagai Islamophobia.

Apalagi, jika salah satu alasan pembubarannya adalah karena ada bentrokan.

Riza mengatakan, pemerintah bertugas untuk membina dan membimbing agar perpecahan antar-umat tak terjadi.

"Ini berbahaya, umat Islam ini mayoritas. Kalau umat Islam terpecah belah berbahaya bagi kepentingan bangsa di masa depan," kata Politisi Partai Gerindra itu.

Ketiga, pembubaran harus dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sebab, pendirian ormas melalui proses yang tidak mudah dan diatur dalam undang-undang. Hal itu berarti ormas telah diakui oleh pemerintah.

"Kalau kemudian perjalanannya menyimpang peraturan perundang-undangan, silakan dibubarkan sejauh peraturan perundangan. Tapi harus hati-hati jangan sampai terjadi Islamophobia," ujar Riza.

(Baca: Pemerintah Tempuh Jalur Hukum untuk Bubarkan HTI)

Pemerintah memutuskan untuk membubarkan dan melarang kegiatan yang dilakukan oleh organisasi kemasyarakatan (ormas) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).

Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto menuturkan, keputusan tersebut telah melalui satu proses pengkajian yang panjang.

"Kami memfinalisasi satu proses yang cukup panjang, mempelajari dan mengarahkan sesuai UU Ormas dan sesuai ideologi negara Pancasila," ujar Wiranto dalam jumpa pers di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin.

Tak pernah diberi surat peringatan

Menanggapi keputusan pemerintah, Juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia(HTI) Ismail Yusanto menilai upaya pembubaran HTI oleh Pemerintah tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Ismail mengaku pihaknya tidak pernah menerima surat peringatan dari pemerintah sebelum wacana pembubaran HTI.

"Sebelumnya tidak ada surat peringatan dari pemerintah. Surat peringatan apa, lha wong kami enggak punya salah kok. Makanya aneh," ujar Ismail saat ditemui di kantornya, di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Senin (8/5/2017).

Ismail menegaskan, selama ini HTI tidak pernah melakukan pelanggaran hukum maupun memiliki ideologi anti- Pancasila seperti yang dituduhkan oleh pemerintah.

(Baca: Pemerintah Tempuh Jalur Hukum untuk Bubarkan HTI)

Menurut dia, wacana pembubaran HTI, merupakan bentuk kesewenang-wenangan pemerintah sekaligus menjadi sebuah pelanggaran terhadap undang-undang.

"Katanya ini negara hukum. Pemerintah harus berpegang pada hukum, jangan semena-mena," kata Ismail.

Kompas TV Menko Polhukam Telah Deteksi Ormas Anti Pancasila
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Di Hadapan Wapres, Ketum MUI: Kalau Masih Ada Korupsi, Kesejahteraan Rakyat 'Nyantol'

Di Hadapan Wapres, Ketum MUI: Kalau Masih Ada Korupsi, Kesejahteraan Rakyat "Nyantol"

Nasional
Polri Tangkap 5 Tersangka Penipuan Berkedok Email Palsu, 2 di Antaranya WN Nigeria

Polri Tangkap 5 Tersangka Penipuan Berkedok Email Palsu, 2 di Antaranya WN Nigeria

Nasional
Terobosan Menteri Trenggono Bangun Proyek Budi Daya Ikan Nila Salin Senilai Rp 76 Miliar

Terobosan Menteri Trenggono Bangun Proyek Budi Daya Ikan Nila Salin Senilai Rp 76 Miliar

Nasional
Terdakwa Korupsi Tol MBZ Pakai Perusahaan Pribadi untuk Garap Proyek dan Tagih Pembayaran

Terdakwa Korupsi Tol MBZ Pakai Perusahaan Pribadi untuk Garap Proyek dan Tagih Pembayaran

Nasional
Rayakan Ulang Tahun Ke 55, Anies Gelar 'Open House'

Rayakan Ulang Tahun Ke 55, Anies Gelar "Open House"

Nasional
KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

KSAU Tinjau Kesiapan Pengoperasian Jet Tempur Rafale di Lanud Supadio Pontianak

Nasional
Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Jokowi: Alat Komunikasi Kita Didominasi Impor, Sebabkan Defisit Perdagangan Rp 30 Triliun

Nasional
Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Wapres Ma’ruf Amin Minta Penyaluran Dana CSR Desa Diperhatikan agar Tepat Sasaran

Nasional
Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Hakim MK Tegur KPU karena Renvoi Tak Tertib dalam Sengketa Pileg

Nasional
Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Soal Silaturahmi Kebangsaan dengan Presiden dan Wapres Terdahulu, Bamsoet: Tinggal Tunggu Jawaban

Nasional
Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Hormati Ganjar, Waketum Gerindra: Sikap Oposisi Bukan Pilihan yang Salah

Nasional
Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Ganjar Pilih di Luar Pemerintahan, Bamsoet: Boleh, tapi Kita Bekerja Gotong Royong

Nasional
Hanya Ada 2 'Supplier' Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Hanya Ada 2 "Supplier" Indonesia yang Pasok Perangkat untuk Apple, Jokowi: Memprihatinkan

Nasional
Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

Jokowi Resmikan Indonesia Digital Test House, Anggarannya Hampir 1 Triliun

Nasional
KPK Didesak Usut Pemberian THR ke Anggota DPR dari Kementan, Panggil Bersaksi dalam Sidang

KPK Didesak Usut Pemberian THR ke Anggota DPR dari Kementan, Panggil Bersaksi dalam Sidang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com