JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi II Ahmad Riza Patria menyebutkan, ada tiga hal yang harus diperhatikan terkait pembubaran organisasi masyarakat (ormas) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Pertama, mekanisme dialog. Langkah tersebut, menurut dia, harus dilakukan dengan maksimal.
"Apakah pemerintah sudah melalui mekanisme sesuai peraturan? Saya tidak tahu, apakah sudah mengundang, sudah berdialog, mengirim surat dan lain-lain kami tidak tahu," kata Riza di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (8/5/2017).
Kedua, kata dia, pemerintah harus berlaku adil sebab ada juga ormas selain HTI yang justru berbahaya bagi bangsa dan negara.
"Harus adil, terhadap OPM (Organisasi Papua Merdeka), makar lainnya, yang mau dirikan negara, bahaya laten komunisme dan juga terhadap ormas-ormas Islam," ujar dia.
(Baca: HTI: Kami Tidak Pernah Diberikan Surat Peringatan oleh Pemerintah)
Menurut Riza, perlakuan secara adil terhadap ormas perlu dilakukan agar pembubaran ormas tak dipahami masyarakat sebagai Islamophobia.
Apalagi, jika salah satu alasan pembubarannya adalah karena ada bentrokan.
Riza mengatakan, pemerintah bertugas untuk membina dan membimbing agar perpecahan antar-umat tak terjadi.
"Ini berbahaya, umat Islam ini mayoritas. Kalau umat Islam terpecah belah berbahaya bagi kepentingan bangsa di masa depan," kata Politisi Partai Gerindra itu.
Ketiga, pembubaran harus dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sebab, pendirian ormas melalui proses yang tidak mudah dan diatur dalam undang-undang. Hal itu berarti ormas telah diakui oleh pemerintah.
"Kalau kemudian perjalanannya menyimpang peraturan perundang-undangan, silakan dibubarkan sejauh peraturan perundangan. Tapi harus hati-hati jangan sampai terjadi Islamophobia," ujar Riza.
(Baca: Pemerintah Tempuh Jalur Hukum untuk Bubarkan HTI)
Pemerintah memutuskan untuk membubarkan dan melarang kegiatan yang dilakukan oleh organisasi kemasyarakatan (ormas) Hizbut Tahrir Indonesia (HTI).
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto menuturkan, keputusan tersebut telah melalui satu proses pengkajian yang panjang.
"Kami memfinalisasi satu proses yang cukup panjang, mempelajari dan mengarahkan sesuai UU Ormas dan sesuai ideologi negara Pancasila," ujar Wiranto dalam jumpa pers di Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Senin.
Tak pernah diberi surat peringatan
Menanggapi keputusan pemerintah, Juru bicara Hizbut Tahrir Indonesia(HTI) Ismail Yusanto menilai upaya pembubaran HTI oleh Pemerintah tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Ismail mengaku pihaknya tidak pernah menerima surat peringatan dari pemerintah sebelum wacana pembubaran HTI.
"Sebelumnya tidak ada surat peringatan dari pemerintah. Surat peringatan apa, lha wong kami enggak punya salah kok. Makanya aneh," ujar Ismail saat ditemui di kantornya, di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Senin (8/5/2017).
Ismail menegaskan, selama ini HTI tidak pernah melakukan pelanggaran hukum maupun memiliki ideologi anti- Pancasila seperti yang dituduhkan oleh pemerintah.
(Baca: Pemerintah Tempuh Jalur Hukum untuk Bubarkan HTI)
Menurut dia, wacana pembubaran HTI, merupakan bentuk kesewenang-wenangan pemerintah sekaligus menjadi sebuah pelanggaran terhadap undang-undang.
"Katanya ini negara hukum. Pemerintah harus berpegang pada hukum, jangan semena-mena," kata Ismail.