Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenapa Negara yang Diminta Membiayai Saksi Pemilu?

Kompas.com - 05/05/2017, 10:35 WIB
Moh. Nadlir

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana yang bergulir dalam pembahasan RUU Pemilu terus menuai perhatian.

Yang menjadi fokus perhatian sepekan terakhir soal wacana pembiayaan saksi pemilu oleh negara. Jika wacana ini disepakati, anggaran yang harus dikeluarkan negara untuk biaya saksi mencapai Rp 10 triliun. 

Suara penolakan pun mulai muncul.

Melalui pesan singkat, Jumat (5/5/2017), Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan, wacana ini tidak mungkin direalisasikan.

Alasannya, anggaran yang harus dikeluarkan sebesar Rp 10-15 triliun untuk sekali putaran pemilu sangat besar.

"Itukan enggak mungkin. Dicari solusi yang terbaik bagaimana lah nanti," kata dia.

Ia menegaskan, pada prinsipnya anggaran untuk para saksi tidak ada. Para saksi secara sukarela menjadi saksi di Tempat Pemungutan Suara (TPS).

"Honor saksi prinsipnya tidak ada. Karena mereka sebagai kader partai dan tim sukses atau simpatisan suka rela menjadi saksi di TPS," ujar politisi PDI Perjuangan ini.

(Baca: Pembiayaan Saksi Pemilu Harus Ditanggung Parpol, Bukan Negara)

Meski demikian, ia mengakui, para saksi membutuhan dana untuk akomodasi transportasi dan makan.

"Problema saksi ini yang jadi pikiran. Saksi tidak dibayar tapi kerja sehari dari pagi sampai sore atau malam. Perlu makan, minum dan transport yang dikalikan jumlah TPS se-Indonesia," ujar Tjahjo.

"Jadi berapa besar dana uang transport dan uang makan yang disiapkan? Padahal kadang saksi lebih dari 1-2 orang  tiap TPS. Mereka dibayar kurang lebih Rp 300 ribu tiap orang," lanjut dia.

Usulan DPR keliru

Sementara itu, mantan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Hadar Nafis Gumay mengatakan, usulan para wakil rakyat tersebut salah kaprah.

Menurut dia, usulan tersebut tidak efisien bagi anggaran penyelenggaraan pesta demokrasi.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com