Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kebijakan Menteri Susi Dianggap Picu Konflik, Nelayan Lapor Komnas HAM

Kompas.com - 27/04/2017, 08:42 WIB
Fabian Januarius Kuwado

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menimbulkan konflik antara kalangan nelayan dan aparat penegak hukum.

Peraturan yang dimaksud yakni Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 1/PERMEN-KP/2015 tentang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela dan Pukat Tarik di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.

Dalam peraturan itu, nelayan dilarang menggunakan cantrang dalam menangkap ikan. Sebagai gantinya, KKP membagikan alat penangkap ikan pengganti cantrang yang dianggap lebih ramah lingkungan.

Namun persoalannya, dua tahun sudah kebijakan itu berjalan, KKP belum optimal dalam hal pembagian alat penangkap ikan pengganti cantrang.

Data dari Kantor Staf Kepresidenan mencatat, hingga April 2017, baru sebanyak 605 nelayan dan 3 koperasi nelayan di seluruh Indonesia yang sudah mendapatkan alat penangkap ikan yang diperbolehkan KKP.

"Masih di bawah 10 persen dari total nelayan di Indonesia yang dibagikan," ujar Kepala KSP Teten Masduki di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (26/4/2017).

(Baca: Istana Akui Ada Kebijakan Menteri Susi Timbulkan Konflik di Nelayan)

Karena terdesak kebutuhan ekonomi, mereka pun nekat melaut menggunakan alat penangkap yang lama.

 

Di sisi lain, aparat penegak hukum di laut sudah mulai melaksanakan tugasnya. Alhasil, terjadilah ketidakadilan. Nelayan belum mendapat haknya, namun aparat sudah menangkapnya.

Teten berharap KKP segera menyelesaikan pembagian pengganti cantrang demi kesejahteraan nelayan di Indonesia.

"Memang harus segera dipercepat pembagian pengganti cantrang. Supaya para nelayan bisa segera melaut karena kan mereka terdesak kebutuhan ekonomi," ujar Teten.

Nelayan "mati"

Tenaga Ahli Kedeputian V KSP Riza Damanik mengatakan, kondisi itu membuat aktivitas para nelayan, khususnya di Pantai Utara Jawa Tengah, 'mati'.

"Bayangkan saja, produksi perikanan tangkap di Pantura berjumlah 309.861,2 ton dan 42 persen di antaranya dihasilkan oleh alat tangkap cantrang," ujar Riza kepada Kompas.com, Rabu (26/4/2017).

(Baca: Muhaimin Minta KKP Buat Kebijakan yang Untungkan Nelayan)

Adapun, nilai produksi perikanan tangkap di Pantura berjumlah Rp 6.025.400.410.000 per tahun dan 40,89 persen di antaranya dihasilkan dari alat tangkap cantrang.

Sejak kebijakan pelarangan cantran dikeluarkan, angka itu pun menurun drastis.

Nelayan lapor komnas HAM

Para nelayan yang mengatasnamakan Front Nelayan Indonesia dan Divisi Advokaso Buruh dan Nelayan MPM pada Rabu, melaporkan kebijakan Susi itu ke Komisi Nasional HAM.

Berdasarkan siaran pers yang diterima Kompas.com, Komnas HAM menyambut positif laporan para nelayan itu.

(Baca: Pasca-penangkapan 6 Rekannya, Ratusan Nelayan Jual "Boat" Milik Mereka)

Pertama, Komnas HAM akan meninjau lokasi kerja para nelayan dalam rangka mengumpulkan data soal dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan KKP.

Kedua, Komnas HAM akan menggelar kajian khusus melalui forum grup diskusi tentang peraturan menteri Susi itu.

Ketiga, Komnas HAM menyatakan selalu berpihak kepada nelayan. Terakhir, Komnas HAM akan mengeluarkan rekomendasi pada peripde Juni-Juli 2017 mendatang.

Kompas TV Tujuh anggota polisi perairan Polda Jawa Timur dihadang nelayan Grajagan, Banyuwangi.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com