JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Sekjen PDI Perjuangan Achmad Basarah menilai, isu SARA dan politik identitas menjadi salah satu penyebab kegagalan PDI-P pada Pilkada DKI Jakarta 2017.
Perolehan suara pasangan calon yang diusung PDI-P dan koalisinya, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat terpaut jauh dari pesaingnya, Anies Baswedan-Sandiaga Uno.
Menurut Basarah, hal ini berimbas pada Pilkada Banten sehingga pasangan Rano Karno dan Embay Mulya yang diusung PDI-P juga mengalami kekalahan.
"Prinsipnya begini. DKI dan Banten itu saling berhimpitan. Banten kena imbas konflik pilkada di DKI. Dengan isu SARA, agama, dan sebagainya," ujar Basarah, saat ditemui usai menghadiri rapat pleno Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia di gedung MUI, Jakarta Pusat, Rabu (26/4/2017).
Menurut Basarah, tak bisa dipungkiri bahwa penggunaan isu identitas semakin meluas, terutama di daerah-daerah yang menjadi barometer politik nasional, khususnya Jakarta.
Ia menyebutkan, pada Pilkada Serentak 2017, PDI-P menang di tiga daerah, yakni Sulawesi Barat, Papua Barat, dan Aceh.
Selama penyelenggaraan Pilkada di ketiga daerah tersebut, kata Basarah, tidak terjadi kampanye hitam yang menggunakan isu SARA seperti yang terjadi di Jakarta.
"Ya sekarang ini memang merebak tren politik dengan isu identitas. Ini yang coba kami urai. Bukan kita lawan," kata dia.
"Kami coba untuk menggerakkan sebuah politik kebudayaan yang lebih esensial lagi. Sehingga, kami mampu menyadarkan parpol untuk tidak menggunakan isu SARA di dalam kompetisi Pilkada maupun di Pilpres," lanjut Basarah.
Hasil Pilkada DKI 2017 dijadikan PDI-P sebagai bahan referensi untuk menentukan langkah politik berikutnya, baik Pilkada 2018 maupun Pileg dan Pilpres 2019.
Dalam waktu dekat ,Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI-P akan menggelar rapat evaluasi sekaligus melakukan persiapan menghadapi Pilkada 2018 dan Pemilu 2019.
Pada rapat tersebut, kata Basarah, PDI-P akan menyusun road map sebagai acuan untuk menentukan langkah politik partai ke depannya.