JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia akan menyampaikan laporan mengenai kondisi penegakan HAM di bawah mekanisme Universal Periodic Review (UPR) Dewan HAM PBB pada 3 hingga 5 Mei 2017 mendatang di Jenewa, Swiss.
Indonesia merupakan satu dari 14 negara yang akan hadir dalam siklus ketiga persidangan UPR Dewan HAM.
Direktur HAM dan Kemanusiaan Kementerian Luar Negeri, Dicky Komar mengatakan, Pemerintah Indonesia menaruh perhatian penting pada mekanisme UPR Dewan HAM tersebut.
Menurut Dicky, kehadiran Indonesia di sidang UPR menunjukkan tingginya komitmen pemerintah dalam mendorong penghormatan HAM sekaligus keterbukaan terhadap situasi HAM.
(Baca: Realisasi Penegakan HAM Era Jokowi, Lain Dulu Lain Kini...)
"Kehadiran Indonesia menunjukkan bagaimana pemerintah berkomitmen dalam menegakan nilai-nilai HAM di dalam negeri," ujar Dicky saat memberikan keterangan di ruang Palapa, Kementerian Luar Negeri, Jakarta Pusat, Jumat (21/4/2017).
Dicky menuturkan, pada pelaporan siklus ketiga itu pemerintah akan memfokuskan beberapa hal.
Pertama, informasi mengenai implementasi 150 rekomendasi yang diterima pada siklus kedua sidang UPR tahun 2012.
Selain itu, pemerintah juga akan menyampaikan sejumlah tantangan dalam menegakkan nilai-nilai HAM berserta upaya penanganannya.
"Sejumlah prakarsa dan inovasi di tingkat nasional dan daerah juga disampaikan sebagai best pratice. Itu merupakan bagian dari sharing experience Indonesia ke negara-negara anggota PBB lain," kata Dicky.
UPR merupakan mekanisme inovatif di mana seluruh 193 negara anggota PBB menjalani proses kaji ulang secara sukarela dan berkala terkait situasi HAM di masing-masing negara.
(Baca: Setara Institute: Belum Ada Keberpihakan Politik Pemerintah terhadap Penegakan HAM)
Dicky menjelaskan bahwa mekanisme UPR bukanlah proses mengadili atas catatan HAM suatu negara.
"Secara substantif pelaporan ini bersifat menyeluruh dan melibatkan berbagai tema HAM yang berbeda dibandingkan pelaporan di bawah treaty bodies," ucapnya.
Rencananya delegasi Pemerintah Indonesia akan dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.