JAKARTA, KOMPAS.com- "Posisi Novel penting di KPK. Dia tidak hanya penyidik, tapi juga simbol".
Kata-kata tersebut pernah diucapkan Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johan Budi dalam jumpa pers pada Oktober 2012 lalu.
Saat itu, Johan yang kini menjadi Juru Bicara Istana Kepresidenan, menyebut Novel yang bergabung dengan KPK sejak 2006 itu sebagai salah satu penyidik terbaik KPK.
Jika melihat latar belakangnya, kata-kata itu diucapkan Johan saat Kepolisian Daerah Bengkulu menetapkan Novel sebagai tersangka atas dugaan penganiayaan berat sehingga menyebabkan kematian tersangka pencurian sarang burung walet pada 2004.
Novel adalah salah satu personel KPK yang berulangkali mendapat intimidasi. Tak hanya secara mental, serangan secara fisik juga harus dihadapi pensiunan polisi dengan pangkat terakhir Komisaris Polisi tersebut.
Mantan Ketua KPK Abraham Samad menilai serangan fisik terhadap Novel Baswedan sebagai bentuk kriminalisasi yang biadab.
"Ini adalah cara yang biadab, cara yang ingin bungkam pemberantasan korupsi. Ini cara kriminalisasi," ujar Samad saat menjenguk Novel di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta Utara, Selasa (11/4/2017).
Tangani kasus besar
Sebagai penyidik senior, Novel sering ditugaskan untuk menangani kasus korupsi berskala besar.
Saat ini, Novel sedang menangani kasus dugaan korupsi dalam pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP).
Novel pernah memimpin penyidikan kasus dugaan korupsi dalam pengadaan simulator ujian surat izin mengemudi (SIM) Korps Lalu Lintas Polri (Korlantas Polri) pada 2004.
Novel berhasil membawa sejumlah kasus besar di KPK hingga ke pengadilan, di antaranya kasus wisma atlet dan kasus dugaan suap Pekan Olahraga Nasional Riau (PON Riau).
Dalam setahun terakhir, Novel memimpin sejumlah kasus besar. Beberapa di antaranya, kasus dugaan suap panitera pengadilan yang melibatkan sejumlah perusahaan di bawah Lippo Group.
Kemudian, kasus suap terkait Raperda tentang reklamasi yang melibatkan anggota DPRD DKI Mohamad Sanusi.
Persoalan status
Pada 2012, Novel menjadi satu dari 13 penyidik KPK yang ditarik kembali oleh Markas Besar Polri.
(Baca: Ini Alasan Polri Tarik Penyidik KPK)
Saat itu, Novel diketahui sebagai pimpinan satuan tugas penyidikan kasus dugaan korupsi proyek simulator ujian SIM.
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 2005, penyidik yang sudah bertugas selama empat tahun di KPK dapat diperpanjang masa baktinya hingga empat tahun lagi.
Setelahnya, penyidik itu boleh memilih apakah akan kembali ke institusi asalnya atau menjadi pegawai tetap KPK.
Pada akhirnya, Novel memilih untuk bertahan di KPK dan tidak kembali ke institusi awalnya.
Belakangan, status penyidik tersebut sering digunakan sebagai materi praperadilan dari para tersangka yang ditangani KPK. (Baca: Mantan Direktur Pertamina Persoalkan Status Penyidik KPK dalam Praperadilan)
Peristiwa yang dituduhkan kepada Novel terjadi saat ia baru empat hari menjabat Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Bengkulu.
Pada 18 Februari 2004, anak buahnya menganiaya tersangka pencuri sarang burung walet.
Saat itu, Novel tidak ada di tempat kejadian perkara. Namun, belakangan, dia disalahkan karena dianggap bertanggung jawab atas perilaku anak buahnya.
Novel sudah menjalani pemeriksaan kode etik di Polres Bengkulu dan Polda Bengkulu. Dari hasil pemeriksaan, Novel dikenai sanksi berupa teguran.
Ketegangan antara KPK dan Polri dalam kasus Novel sempat mereda saat Susilo Bambang Yudhoyono yang saat itu menjabat Presiden menyatakan bahwa penetapan Novel sebagai tersangka tidak tepat dalam hal waktu dan cara.
Berkas perkara Novel kemudian digantung. Namun, SBY tak memastikan Novel bebas dari jerat hukum.
Pada 1 Juni 2015, penyidik Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Mabes Polri pimpinan AKBP Agus Prasetyono menggerebek kediaman Novel di Kelapa Gading, Jakarta Utara.
(Baca: Pengacara Sebut Novel Baswedan Resmi Ditahan Polda Bengkulu)
Polisi menangkap dan membawanya ke Mabes Polri atas tuduhan pembunuhan pencuri sarang burung walet.
Para pegiat antikorupsi yakin penangkapan Novel merupakan kriminalisasi. Mereka yakin polisi kembali menyasar Novel karena KPK menetapkan Kepala Lembaga Pendidikan Polri Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai tersangka perkara dugaan korupsi.
Budi Gunawan saat itu adalah calon tunggal Kapolri.
Pada Februari 2016, Kejaksaan Agung memutuskan menghentikan penuntutan kasus dugaan penganiayaan yang menyandera Novel sejak 2012.
Disiram Cairan Kimia
Terakhir, Novel mendapat serangan dari orang tidak dikenal seusai menjalankan shalat subuh di dekat kediamannnya.
Orang tak dikenal tersebut menyiramkan cairan kimia yang diduga air keras ke arah wajah Novel.
Akibat hal tersebut, kedua mata Novel mengalami luka, sehingga harus menjalani operasi untuk membersihkan mata dari cairan kimia.
(Baca: Kepanasan Disiram Cairan Diduga Air Keras, Novel Kucurkan Air Keran ke Wajahnya)
Novel tidak hanya dikenal profesional dalam menangani tugas-tugas.
Sebagai Ketua Wadah Pegawai KPK, Novel juga dikenal memiliki independensi dan integritas yang kuat.
Beberapa waktu terakhir, Novel terlibat persoalan di internal KPK. Mewakili Wadah Pegawai KPK, ia menolak secara tegas rencana agar Kepala Satuan Tugas ( Kasatgas) penyidikan diangkat langsung dari anggota Polri yang belum pernah bertugas di KPK sebelumnya.
Protes keras yang disampaikan kepada pimpinannya dibalas dengan penerbitan Surat Peringatan kedua (SP2). Meski demikian, setelah dipertimbangkan, akhirnya SP2 itu dicabut oleh pimpinan KPK. (Baca: Pimpinan KPK Cabut SP2 untuk Novel Baswedan)