JAKARTA, KOMPAS.com - Penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi Novel Baswedan mendapat serangan teror di sekitar rumahnya, Selasa (11/4/2017).
Berdasarkan informasi yang didapat KPK, Novel Baswedan disiram air yang diduga air keras oleh seseorang yang belum diketahui identitasnya. Hingga saat ini belum diketahui motif dan alasan penyerangan.
Meski demikian, ada dugaan kuat bahwa penyerangan ini terkait profesi Novel Baswedan sebagai penyidik KPK. Selama ini, Novel memang dikenal sebagai salah satu penyidik gemilang di KPK yang mengungkap sejumlah kasus besar.
Tidak heran, sejumlah ancaman, teror, intimidasi, hingga serangan fisik ditujukan kepada penyidik yang berasal dari Polri tersebut.
(Baca: Penyidik KPK Novel Baswedan Disiram Air Keras)
Usut Korlantas
Dilansir dari arsip Harian Kompas, Novel merupakan penyidik yang tidak mengenal takut saat memimpin operasi langsung di lapangan.
Salah satu aksi Novel yang paling fenomenal adalah saat dia memimpin penggeledahan di markas Korlantas, dalan pengusutan dugaan korupsi pengadaan simulator berkendara di Korlantas Polri.
Penggeledahan KPK di markas Korlantas saat itu tidak berjalan mulus. Sebab, sejumlah perwira dari Bareskrim Mabes Polri menghentikan penggeledahan KPK.
Dua perwira berpangkat komisaris besar menanyakan izin penggeledahan dari Kapolri Jenderal (Pol) Timur Pradopo. Ketegangan menyelimuti suasana penggeledahan tersebut.
Namun, ketika itu Novel menghadapi seniornya di kepolisian dengan keberanian. Sambil memegang surat izin penggeledahan yang diperoleh KPK dari pengadilan, Novel menolak permintaan dua perwira polisi itu.
"Maaf, Bang, kami hanya menjalankan tugas. Ini surat izin dari pengadilan untuk penggeledahan yang kami lakukan."
Dijerat pidana
Aksi Novel yang dikenal berani dalam menangani kasus besar pun dicoba untuk dihentikan dengan bermacam cara. Salah satunya adalah menjerat Novel dengan kasus dugaan pidana, alias kriminalisasi.
Dia diduga terlibat penembakan tersangka pencuri sarang burung walet di Bengkulu pada Februari 2004. Saat itu Novel berpangkat Inspektur Satu dan menjabat Kasat Reskrim Polres Bengkulu.
Kasus ini sampai sekarang dianggap belum jelas. Perkara yang menjerat Novel sempat dihentikan setelah keluar Surat Keputusan Penghentian Penuntutan oleh Kejaksaan Tinggi Bengkulu.
Perbuatan pidana dalam kasus ini memang ada, tetapi tidak ada satu saksi pun yang memberikan keterangan bahwa yang Novel harus bertanggung jawab.
Selain itu, juga ada keraguan terhadap keaslian proyektil yang diduga digunakan Novel dalam penembakan pencuri sarang burung walet, meskipun proyektil itu dijadikan alat bukti berdasarkan penelitian Laboratorium Forensik Polri.
Sebab, register senjata api dalam proyektil itu atas nama Polres Bengkulu, padahal pada 2004 seharusnya masih bernama Polresta Bengkulu.
Namun, kasus itu kembali dibuka setelah hakim praperadilan menerima gugatan terhadap keluarnya SKP2 itu. (Baca: Babak Baru Perkara Novel Baswedan...)
Kejaksaan Agung pun hingga sekarang belum mengeluarkan deponir atas kasus tersebut.
(Baca juga: Novel Baswedan Kalah soal Praperadilan, Jaksa Agung Belum Tentukan Nasib Perkara)
Rekam jejak di kasus besar
Peran Novel sebagai penyidik KPK seharusnya tidak dikenal publik dan jauh dari pembicaraan. Nama Novel Baswedan memang baru muncul ke permukaan setelah kasus dugaan korupsi pengadaan simulator berkendara di Korlantas Polri.
Namun, Novel telah memegang banyak kasus besar yang diungkap KPK. Misalnya saja, Novel punya peran utama dalam mengungkap kasus suap Wisma Atlet.
Prestasi itu termasuk saat berhasil membawa mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin yang sempat lari ke Kolombia.
Kasus besar lain yang ditangani Novel Baswedan antara lain kasus suap pemilihan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia, hingga yang terbaru adalah kasus pengadaan e-KTP. Saat ini, Novel Baswedan merupakan Kepala Satuan Tugas yang menangani kasus korupsi e-KTP.
(Baca juga: Jokowi: Penyerangan terhadap Novel Tindakan Brutal, Saya Mengutuk!)
Tidak hanya itu, Novel Baswedan juga dikenal sebagai sosok yang tegas, termasuk di internal KPK.
Misalnya, Novel yang mewakili Wadah Pegawai KPK menolak secara tegas rencana agar Kepala Satuan Tugas ( Kasatgas) diangkat langsung dari anggota Polri yang belum pernah bertugas di KPK sebelumnya.
Akibat menolak rencana itu, Novel mendapat surat peringatan kedua dari pimpinan KPK. Namun, SP2 yang diterima Novel atas kritik terhadap rencana tersebut akhirnya dicabut oleh pimpinan KPK.
(Baca: Ini Alasan Pimpinan KPK Berikan SP2 untuk Novel Baswedan)