Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Utilitarianisme

Kompas.com - 06/04/2017, 22:45 WIB

Studi yang dirilis di Swedia oleh Copenhagen Economics (2015) menunjukkan, penggunaan aplikasi transportasi antarsesama anggota masyarakat (peer-to-peer) berbasis daring menghasilkan penghematan biaya akibat kemacetan 870 juta krona per tahun (sekitar Rp 1,3 triliun), menurunkan penggunaan mobil pribadi 5 persen dan jumlah perjalanan pribadi 3 persen, di samping biayanya yang murah. Kita semua menjadi gagal jika kemajuan semacam ini di masyarakat ditiadakan karena dampaknya bisa mencapai skala makro.

Ke depan, jauh lebih baik dimungkinkan adanya ko-eksistensi antara kedua moda. Adanya keunikan pada fitur masing-masing moda membuat pasar pengguna layanan terfragmentasi dalam dua segmen-urban menengah dan urban bawah-hingga keduanya tak perlu dilarang. Harus diakui akan terjadinya kecideraan jangka pendek pada segmen pasar pengguna moda konvensional, tetapi dalam jangka panjang keduanya akan berjalan dalam keseimbangan baru.

Sebuah survei di San Francisco, AS, oleh Rayle et al (2014) menunjukkan, masih terdapat perbedaan segmen pasar tersendiri untuk tiap-tiap jenis tujuan pengguna moda, yakni 67 persen layanan berbasis aplikasi/daring adalah untuk kebutuhan bersantai/kasual; serta untuk keperluan menuju bandara, janji profesional lain dan tempat kerja, masing-masing 4, 10, dan 16 persen di mana orang lebih menyukai fasilitas transportasi publik.

Artinya, masih ada pasar untuk moda konvensional maupun daring. Di Indonesia, keduanya pun kelak harus menyesuaikan diri kembali dengan layanan transportasi massal (mass rapid transportation/MRT) yang direncanakan beroperasi 2019. Kita harus terus dan siap menjadi masyarakat yang dewasa terhadap perubahan demi kemajuan. Sikap mental demikian akan membuat negeri maju lebih cepat.

Anggoro B Nugroho,
Dosen Sekolah Bisnis dan Manajemen ITB
---
Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 6 April 2017, di halaman 7 dengan judul "Utilitarianisme".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Jokowi Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang

Jokowi Resmikan Modeling Budidaya Ikan Nila Salin di Karawang

Nasional
Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

Nasional
Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

Nasional
Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

Nasional
Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

Nasional
Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

Nasional
Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

Nasional
Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

Nasional
Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com