Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia dan Akomodasi Multikultural

Kompas.com - 06/04/2017, 19:12 WIB

Namun, suasana kebatinan di kalangan mayoritas justru sebaliknya, menganggap pemerintah terlalu memihak minoritas. Pemerintahan dinilai tak adil dan tak tulus menyikapi aspirasi mayoritas terkait masalah sosial, ekonomi, politik, agama, ideologi, dan kultural yang beraneka ragam dan berlapis-lapis.

Titik pandang berbeda dan titik temunya nyaris tak ada. Kalaupun ada, hanya minimalis. Terjadi "gagal paham" di kedua belah pihak, disadari atau tidak. Tampak bahwa multikulturalisme kaum mayoritas masih bersifat eksklusif dan non-akomodatif terhadap minoritas, begitu pula sebaliknya di kalangan minoritas.

Multikultural akomodatif

Belajar dari sini, sejatinya di Indonesia, di mana mayoritas Muslim tulang punggung bangsa, diperlukan multikulturalisme akomodatif yang sebaiknya diajarkan, dipraksiskan, dan diartikulasikan ulama, kiai, rohaniwan, cendekiawan, pemimpin, guru, dan tokoh masyarakat untuk menumbuhkembangkannya.

Multikulturalisme akomodatif sangat relevan karena di sini masyarakat plural yang memiliki kultural dominan membuat penyesuaian, mengakomodasi kebutuhan kultur minoritas. Masyarakat multikultural akomodatif niscaya merumuskan dan menerapkan UU, hukum, dan kekuatan sensitif secara kultural dengan memberikan kesempatan kepada minoritas untuk mengembangkan kebudayaannya, sementara pada saat yang sama minoritas tak menentang kultur yang dominan itu (Azyumardi Azra, mengutip Bikhu Parekh, 2002).

Sekiranya multikulturalisme akomodatif sudah membudaya di kalangan mayoritas, kalau pihak minoritas berbuat khilaf atau salah, mudah diselesaikan dan tak perlu menimbulkan aksi-aksi politik dan fisik berwajah kekerasan, yang riskan dan rentan bagi kesatuan dan persatuan bangsa. Setiap kali terjadi kekhilafan dan kesalahan oleh minoritas, problem ini relatif mudah dipecahkan dan dituntaskan melalui komunikasi, dialog, tabayun, dan pertukaran pikiran, gagasan, dan pengalaman interaksi sosial-kultural nyata. Tanpa harus ke ranah hukum atau penjara, dan lebih mengedepankan pendekatan sosial-kultural bercorak silih asih, asah, asuh.

Sebagai negara dengan keragaman etnis, budaya, agama, dan komunal, pemahaman multikultural akomodatif menjadi agenda sangat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan kemasyarakatan. Terutama dalam pengakomodasian aspirasi dan suara kaum minoritas dalam ruang publik yang kian pengap oleh tarik-tolak kepentingan ekonomi-politik.

Dengan demikian, Indonesia tetap bisa memelihara dan melestarikan kemajemukan dan kebinekaan di era globalisasi di mana ketegangan berbau agama, ekonomi-politik, ideologi, dan konflik kepentingan mudah meletus. Indonesia tak perlu mengalami nasib seperti Inggris, Jerman, dan Eropa yang menyatakan dan mengakui multikultualisme telah gagal di bumi mereka.

Herdi Sahrasad
Dosen Ilmu Sosial Universitas Paramadina

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 6 April 2017, di halaman 7 dengan judul "Indonesia dan Akomodasi Multikultural".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com