KOMPAS- Cerita yang beredar di sekitar pesawat tempur A-4 Skyhawk bukan saja penuh drama dunia intelijen. Akan tetapi, banyak hal tentang pertahanan udara yang bisa dipelajari.
Setelah masa keemasan di akhir Orde Lama dengan pesawat-pesawat dari blok timur, seperti MiG-21 dan Tu-16, di era pertengahan 1970-an kekuatan TNI AU tidak optimal. Padahal, saat itu ada sejumlah operasi penting, seperti di Timor-Timur.
Pada 1976, memang hadir pesawat OV-10F yang dikerahkan untuk operasi di Timor-Timur. Namun, pemerintah tetap merasa perlu membeli jet tempur.
Adalah Benny Moerdani yang saat itu Kepala Badan Intelijen Strategis ABRI yang mencetuskan pembelian pesawat bekas A-4 Skyhawk dari Israel.
Doktrin pertahanan Israel yang mengandalkan angkatan udara sebagai penjaga pertahanan membuat posisi pesawat tempur amat penting. Ini membuat Israel terus meningkatkan kemampuan udara, antara lain dengan melepas A-4 Skyhawk untuk diganti yang lebih modern.
Dilepasnya sebagian A-4 Skyhawk ini menjadi peluang Indonesia. Masalahnya, Indonesia tidak punya hubungan diplomatik dengan Israel sehingga diadakanlah operasi intelijen Alpha untuk membawa 32 pesawat A-4 Skyhawk ke Indonesia.
Ini juga berarti harus melatih puluhan penerbang dan teknisi untuk menangani pesawat itu. Misi ini berhasil membawa 7angkatan, masing-masing 10 orang. Dimulai pertengahan 1979, enam angkatan pertama terdiri atas para teknisi, sementara angkatan terakhir terdiri atas 10 pilot pada awal 1980-an. Mereka dilatih sekitar 4,5 bulan.
Operasi intelijen
Operasi intelijen Alpha ini berhasil menutupi pengadaan A-4 Skyhawk hingga akhirnya dipamerkan di HUT ABRI pada 5 Oktober 1980.
Gelombang pertama terdiri dari dua pesawat tempat duduk tunggal dan dua tempat duduk tiba di Pelabuhan Tanjung Priok dengan memakai pembungkus F-5 E/F Tiger pada 4 Mei 1980.
Ini membuat mereka yang melihat banyak yang mengira sepaket dengan F-5 E/F Tiger yang datang keesokan harinya dengan pesawat angkut Angkatan Udara AS.
Bahkan, di TNI AU, tidak banyak yang benar-benar tahu apa yang terjadi.
Salah seorang pilot, F Djoko Poerwoko, dalam buku autobiografinya, Fit Via Vi, menceritakan bagaimana mereka jalan-jalan di Amerika Serikat setelah latihan di Israel. Semua hal yang menandakan mereka pernah dilatih di Israel harus dimusnahkan.
Sementara foto-foto yang dibawa ke Indonesia adalah foto-foto dari Disneyland, Washington DC, New York, bahkan termasuk kenang-kenangan dan ijazah dari US Marine Corps, Yuma Air Station.
Dalam buku yang terbit 25 tahun kemudian itu, Djoko menulis, seorang atasannya di TNI AU bahkan pernah berkata," Saya kira kamu belajar A-4 di Israel, enggak taunya malah di Amerika. Kalau begitu isu tersebut enggak benar, ya."