Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pejabat Pajak Gunakan Istilah Paketan dan Undangan untuk Samarkan Suap

Kompas.com - 20/03/2017, 20:32 WIB
Abba Gabrillin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Kasubdit Bukti Permulaan Direktorat Penegakan Hukum Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Handang Soekarno menggunakan istilah tertentu untuk mengganti penyebutan uang suap.

Istilah tertentu digunakan untuk menyamarkan uang suap yang diperoleh dari Country Director PT EK Prima Ekspor Indonesia, R Rajamohanan Nair.

Hal itu terungkap dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (20/3/2017). Handang dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Rajamohanan.

"Saya tidak ada maksud apa-apa. Tapi maksud saya itu artinya uang," kata Handang kepada jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

(Baca: Pejabat Pajak Ingin Gunakan Uang Suap untuk Uji Materi UU Pengampunan Pajak)

Dalam persidangan, selain Handang, jaksa KPK juga menghadirkan ajudan Direktur Jenderal Pajak, Andreas Setiawan, sebagai saksi.

Dalam kasus ini, uang yang diterima Handang sebesar Rp 1,9 miliar, rencananya akan diberikan sebagian kepada Andreas.

Jaksa KPK kemudian menunjukkan barang bukti berupa percakapan Handang dan Andreas melalui aplikasi Whatsapp. Dalam percakapan itu, Handang dan Andreas menggunakan istilah "paketan" dan "undangan".

"Karena Pak Handang janjikan pinjaman uang. Tapi saya tidak ingat kenapa pakai istilah itu," kata Andreas.

Kepada jaksa, Handang mengakui bahwa penggunaan istilah paketan dan undangan itu untuk menyamarkan penyebutan uang. Namun, ia mengaku tidak memiliki motif-motif tertentu.

"Saya kasih tahu saya mau ambil undangan. Saya samarkan dengan undangan. Saya merasa dia (Andreas) mengerti maksudnya," kata Handang.

Dalam kasus ini, Rajamohanan ditangkap bersama Handang Soekarno, ketika terjadi transaksi suap di kediaman Mohan di Springhill Golf Residence, Pademangan Timur, Jakarta.

Keduanya ditangkap terkait dugaan suap sebesar Rp 6 miliar. Uang tersebut diduga untuk menghilangkan kewajiban pajak PT EK Prima Ekspor Indonesia sebesar Rp 78 miliar.

(Baca: Adik Ipar Jokowi Akui Bantu Terdakwa Selesaikan Masalah Pajak)

Dalam operasi tangkap tangan, KPK mengamankan uang sejumlah USD 148.500 atau setara Rp 1,9 miliar.

Adapun suap tersebut merupakan tahap pertama dari total Rp 6 miliar yang akan dibayarkan Rajamohanan kepada Handang.

Kompas TV Komisi Pemberantasan Korupsi menegaskan, adik ipar Presiden Joko Widodo, masih bertatus sebagai saksi, dalam perkara suap direktorat jenderal pajak. Penegasan status Arif Budi Sulistyo, adik ipar Presiden Joko Widodo itu, disampaikan wakil ketua KPK Saut Situmorang, seusai menjadi pembicara dalam sebuah seminar nasional di Solo, Jawa tengah, Senin sore (6/3). Nama adik ipar Presiden Joko Widodo, muncul dalam surat dakwaan Ramapanicker Rajamohan Nair, Direktur PT EK Prima Ekspor Indonesia, yang didakwa menyuap pejabat Direktorat Jenderal Pajak, Handang Soekarno, sebesar Rp 1,9 miliar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 5 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com