JAKARTA, KOMPAS.com - Aktivis Komite Pengawas Legislatif Saymsudin Alimsyah menilai maraknya korupsi di parlemen terjadi karena kekuatan DPR terlalu dominan dalam sistem perwakilan politik di Indonesia.
Hal itu, kata Syamsudin, menjadi alasan yang kuat untuk meningkatkan kewenangan DPD (Dewan Perwakilan Daerah) dalam sistem perwakilan politik.
"Karena DPD kewenangannya lemah dan kekuatan yang absolut ada di DPR. Ketika membahas anggaran maka pemerasan terhadap pemerintah jadi marak," kata Syamsudin dalam sebuah diskusi di Jakarta, Minggu (12/3/2017).
"Contoh E-KTP. Itu terjadi karena DPR mayoritas sekali," ujar dia.
Sehingga, kata Syamsudin, sejatinya keberadaan DPD dalam sistem perwakilan politik bisa menjadi salah satu solusi pencegahan korupsi di legislatif.
"Seandainya betul pemerintah ngeh untuk perkuat DPD, untungnya besar buat pemerintah juga dan pasti untuk kita semua," kata Syamsudin.
Namun, Syamsudin mengingatkan, keberadaan DPD akan tidak relevan jika diisi oleh orang partai.
"Idealnya DPD tak boleh dari parpol (partai politik). DPD itu perwakilan daerah yang anggotanya perorangan, bukan dari parpol seperti DPR," kata Syamsudin.
Ia menambahkan, pada awalnya DPD dibentuk dengan tujuan mencegah munculnya disintegrasi sebagai suatu permasalahan di Indonesia yang kerap muncul sejak Orde Baru.
Karena itu DPD dibentuk agar mampu merepresentasikan suara daerah dalam proses pembangunan.
Jika nantinya DPD diisi oleh kader partai, maka aspirasi daerah yang akan tereduksi oleh kepentingan partai.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.