Rosyidi tidak membantah fakta bahwa selama dua tahun masa pemerintahannya, Presiden Jokowi telah melaksanakan pembangunan infrastruktur di Papua.
Hingga 17 Oktober 2016, Presiden Jokowi pun sudah lima kali berkunjung untuk mengawasi pembangunan infrastruktur di Papua. Meski demikian, kata Rosyidi, langkah pemerintah masih terbatas pada pengutamaan pembangunan ekonomi dan infrastruktur.
Penanganan Papua terkait hak dan akses keadilan yang sama dengan warga negara Indonesia di daerah lain belum diperhatikan. Sementara, permasalahan kekerasan politik dan masifnya pelanggaran HAM yang terjadi di Papua cenderung diabaikan dan belum dianggap sebagai persoalan serius oleh pemerintah.
Diskriminasi warga Papua
Ketua Presidium Jaringan Damai Papua (JDP) Neles Tebay berpendapat bahwa saat ini mayoritas masyarakat Papua yang menunjukkan sikap politiknya masih diposisikan sebagai musuh negara.
Tidak mengherankan jika banyak warga asli Papua yang masih mengalami kekerasan dan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan oleh negara melalui aparat keamanan.
"Orang asli Papua masih dipandang sebagai musuh negara, maka kekerasan dilakukan untuk menghancurkan musuh negara. Bisa dimaklumi jika orang Papua masih menjadi korban pelanggaran HAM. Sedangkan warga non-Papua dipandang sebagai sesama warga negara Indonesia," ujar Neles saat jumpa pers di kantor Setara Institute, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (20/2/2017).
(Baca: Terungkap Praktik Eksploitasi 7 Anak Papua di Penampungan Ilegal)
Neles menuturkan, beberapa waktu lalu Presiden Joko Widodo mengatakan, pemerintah tidak lagi menggunakan pendekatan militerisme dalam menangani persoalan di Papua. Namun, fakta yang terjadi di lapangan justru sebaliknya.
Menurut Neles, aparat keamanan masih menggunakan pendekatan kekerasan dan sikap represif dalam menangani aksi demonstrasi.
Menurut Neles, pemerintah harus segera menjalin dialog dengan pihak-pihak yang selama ini berseberangan, tanpa menggunakan pendekatan militerisme. Hal tersebut perlu dilakukan agar masyarakat tidak semakin antipati terhadap eksistensi Pemerintah Indonesia.
Neles menilai jika situasi seperti itu terus berlanjut, maka membangkitkan sikap antipati masyarakat Papua terhadap pemerintah Indonesia.
"Orang Papua sekarang lebih bangga mengibarkan bendera Bintang Kejora. Tapi kalau mengibarkan bendera Merah Putih, mereka kurang antusias. Anak muda Papua mewarisi rasa trauma atas kekerasan yang terjadi. Tuntutan referendum pun semakin kuat," ucapnya.
Secara terpisah, Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos menuturkan, pemerintah harus merancang suatu kebijakan baru penanganan pelanggaran HAM Papua untuk memperoleh kepercayaan rakyat Papua.
Dengan demikian, dapat tercipta dialog-dialog lanjutan pembangunan Papua yang komprehensif.
Menurut Bonar, pemerintah dan warga Papua perlu mengupayakan dialog terbuka dengan komitmen tinggi untuk memahami permasalaham di Papua secara bersama-sama.
"Pemerintah harus mengedepankan pendekatan dialog dengan meletakkan kehormatan warga Papua, penegakan hukum atas berbagai pelanggaran HAM, dan intervensi kesejahteraan secara berkelanjutan sebagai kunci penanganan Papua yang komprehensif," kata Bonar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.