Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Muhammad Sufyan Abd
Dosen

Dosen Digital Public Relations Telkom University, Lulusan Doktoral Agama dan Media UIN SGD Bandung. Aktivis sosial di IPHI Jabar, Pemuda ICMI Jabar, MUI Kota Bandung, Yayasan Roda Amal & Komunitas Kibar'99 Smansa Cianjur. Penulis dan editor lebih dari 10 buku, terutama profil & knowledge management dari instansi. Selain itu, konsultan public relations spesialis pemerintahan dan PR Writing. Bisa dihubungi di sufyandigitalpr@gmail.com

Anomali-anomali di Seputar Hari Pers Nasional 2017

Kompas.com - 09/02/2017, 19:59 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
EditorWisnubrata

Anomalitas makin terasa karena Nielsen menyebutkan, jika pada 2012 ada 102 koran yang diteliti, maka tahun 2016 hanya 98 koran. Demikian pula majalah berkurang dari 162 menjadi 120, sehingga logikanya seharusnya ada peralihan belanja iklan dari media cetak ke media online tersebut.

Faktanya, sekali lagi, pengelola media daring (sekalipun derivatif media cetak besar) masih gigit jari karena belum menemukan model bisnis ideal.

Situasi ini diperumit dengan para pengambil keputusan di perusahaan pemasang iklan. Dengan mayoritas termasuk golongan digital immigrant, mereka tetap memilih berbelanja iklan di media tradisional sekalipun terjadi perubahan prilaku pembaca yang signifikan.

Kedua, anomali terjadi karena media massa kian menuntut wartawannya menjadi jurnalis multimedia --untuk tidak menyebut palugada (apa lu mau gw ada) -- namun tanpa disertai peningkatan dari sisi reward.

Jurnalis hari ini bukan hanya bisa meliput dan menuliskan dalam sebuah bentuk press klarr, akan tetapi diminta juga bisa membantu perluasan kanal medianya. Misal wartawan media cetak, juga dituntut mengirim format berita audio visual sekalipun isinya still video.     

Atau malah ada kejadian, mereka juga harus bantu publikasikan dari sisi media sosial akun kantornya sehingga pekerjaan berkalilipat. Sayangnya, beban bertambah ini tak disertai dengan penghargaan layak yang sebetulnya tak selalu harus berbentuk honor.

Ketiga, anomali terjadi karena media massa belum banyak yang menerapkan newsroom secara utuh. Tidak ada perbedaan satu divisi redaksi dengan lainnya, terutama saluran konvensional dengan new media.

Ini membuat proses operasional redaksi menjadi kurang efisien dan berdampak signifikan. Sebab, kerap ditemukan, satu media mengirim hingga beberapa orang dalam sebuah peristiwa sehingga peristiwa lain lolos diliput.

Tak bisa dipungkiri, dalam pengamatan penulis, ego dari pengelola redaksi saluran tradisional itu lebih kental, sehingga kerap malas bahkan enggan membantu kanal new media yang tengah dikembangkan perusahaan.

Poin ketiga ini memang saling kait mengkait dengan poin kedua, yang mana sudah natural jika pegawai dimanapun enggan mengeluarkan tenaga tambahan manakala tak dia rasakan benefit dalam berkontribusi lebih.

Keempat, media massa tahu bahwa dirinya akan selalu jadi rujukan publik namun secara sadar kerap dengan sadar menurunkan kepercayaan tersebut dengan menerapkan proses kerja terburu-buru dan sekedar mengutamakan kecepatan.

Ini membuat editor, koordinator liputan, dan bahkan pemimpin redaksi kerapkali mendesak jurnalis asal comot kutipan, narasumber, bahkan tebaran data yang belum pasti faktual. Terutama di media sosial dan belakangan di grup pesan instan.

Inilah yang akhirnya memunculkan fenomena sebuah berita merujuk kutipan status sebuah akun, yang sayangnya tidak dijadikan news peg (patokan awal berita), namun seutuhnya merujuk status media sosial semata. Kecepatan adalah raja.

Namun kita kemudian melihat sendiri, contohnya dalam berita penangkapan Patrialis Akbar, sekedar mengejar kecepatan membuat media mainstrean mengutip tiga lokasi penangkapan dan akhirnya mendegradasi kepercayaan masyarakat.

Kelima, seluruh pengelola media umumnya sepakat dengan ratifikasi Piagam Palembang 2010 bahwa wartawan harus lulus uji kompetensi wartawan. Namun setelah lulus, tak semua media mensyaratakan itu sebagai syarat promosi. Efeknya tak massif.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

Nasional
Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

Nasional
Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

Nasional
Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

Nasional
Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

Nasional
Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

Nasional
'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

"Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

Nasional
Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

Nasional
[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

[POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

Nasional
Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com