JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi I DPR berencana mengidentifikasi permasalahan koordinasi antara Kementerian Pertahanan dan TNI.
Hal itu menyusul adanya polemik pembelian helikopter AugustaWestland AW101. Baik Menteri Pertahanan maupun Panglima TNI keduanya mengaku tak tahu soal pembelian helikopter yang sempat ditolak Presiden Joko Widodo itu.
"Dalam rapat kerja berikutnya, kami juga ingin identifikasi masalah koordinasi seperti apa yang dari Panglima merasa tidak terinfokan dari Kemenhan," kata anggota Komisi I Bobby Adhityo Rizaldy di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (9/2/2017).
Sebab, polemik pembelian AW101 ditengarai diperumit dengan adanya miskoordinasi Menhan dan Panglima.
"Kami harapkan bisa cepat diselesaikan, karena ini sangat berbahaya kalau Kemenhan tidak inline dengan Panglima TNI," tutur politisi Partai Golkar itu.
Sementara itu, ditemui terpisah, Wakil Ketua Komisi I Hanafi Rais mengatakan, permasalahan ini tak boleh dibiarkan berkepanjangan dan menjadi titik lemah pertahanan Indonesia.
Setidaknya, persoalan ini harus diselesaikan sebelum pembahasan anggaran pertahanan berikutnya.
"Pertengahan tahun ada pembahasan anggaran baru, ini harus diselesaikan dulu," ujar Hanafi.
Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo sebelumnya berbicara blakblakan soal kontroversi rencana pembelian helikopter AgustaWestland AW101.
Gatot protes lantaran rencana pembelian itu tak diketahuinya. Ia pun mencurahkan keluh kesahnya soal wewenang panglima TNI yang terbatas soal alutsista.
Menurut dia, mekanisme perencanaan pembelian alutsista sebelumnya sudah baik, ketat, dan sistematis sebelum Peraturan Menteri (Permen) Pertahanan Nomor 28 Tahun 2015 muncul.
Ia merasa, permen tersebut memangkas kewenangannya.
"Saya tidak mengatur anggaran AU berapa, AD berapa, AL berapa. Anggaran langsung tanggung jawab ke Kemenhan, tidak melalui panglima," kata Gatot.
(Baca: Merasa Akan Diganti, Panglima TNI Buka-bukaan soal Polemik AW101)
Dengan kondisi itu, Gatot mengaku sulit mengendalikan penggunaan anggaran TNI. Padahal, pada Pasal 3 Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI dijelaskan bahwa TNI berada di bawah koordinasi Departemen Pertahanan (Kemenhan).
Meski begitu, TNI bukanlah bagian dari unit operasional Kemenhan. Sebab, lanjut Gatot, pada Pasal 4 ayat (1) disebutkan bahwa TNI terdiri dari AD, AL, dan AU yang melaksanakan tugasnya secara matra atau gabungan di bawah pimpinan panglima.
"Ini merupakan pelanggaran hierarki karena kami tidak membawahi angkatan," tuturnya.
Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu juga sempat mengaku tidak tahu soal pembelian helikopter AgustaWestland AW101.
Menhan menuturkan, AW101 pada awalnya dipesan untuk helikopter kepresidenan sehingga dibeli melalui Sekretariat Negara.
"Itu dulu (dibeli untuk) pesawat kepresidenan. Pesawat presiden itu melalui Setneg. Uangnya dari Setneg. Jadi Menteri Pertahanan enggak tahu apa-apa," ujar Ryamizard.
(Baca juga: Menhan dan Panglima TNI Sama-sama Tak Tahu soal Pembelian Heli AW101)