Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Media Arus Utama Harus Jadi Rujukan

Kompas.com - 08/02/2017, 21:51 WIB
Tim Cek Fakta

Penulis

JAKARTA, KOMPAS — Masifnya peredaran informasi palsu (hoax) melalui media sosial hendaknya menyadarkan pengelola media arus utama untuk bekerja lebih profesional dengan standar jurnalistik tinggi.

Masyarakat butuh rujukan informasi yang tepercaya dan pada sisi itulah media massa dapat menjawabnya melalui suguhan informasi terverifikasi.

”Media massa harus memperjelas fungsinya sebagai penyaji fakta empiris dan kebenaran,” kata pengamat media Ashadi Siregar, Selasa (7/2/2017), di Yogyakarta.

Ashadi mengingatkan, fungsi utama kerja media massa adalah membuat masyarakat memiliki informasi yang memadai tentang sebuah peristiwa dan fenomena. Fungsi semacam itu hanya bisa dipenuhi jika media massa terus menyajikan fakta-fakta empiris.

Sementara itu, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara pada seminar ”Menuju Pelaksanaan World Press Freedom Day” dalam rangkaian Hari Pers Nasional di Ambon, Maluku, Selasa, mengingatkan perlunya dirumuskan kode etik bagaimana media massa arus utama menghadapi informasi yang menyebar di media sosial.

”Informasi dari media sosial yang belum jelas kadang begitu saja dirujuk dan dikutip media massa arus utama dalam pemberitaan mereka. Berita itu kemudian bergulir menjadi viral dan menjadi lingkaran setan,” ucapnya.

Menurut Rudiantara, sejumlah kalangan beranggapan hoax akan berkurang setelah momen pemilihan kepala daerah serentak digelar. Namun, tak ada yang bisa menjamin hal tersebut akan terjadi.

Rudiantara menambahkan, peningkatan literasi dalam menghadapi era digital menjadi kebutuhan yang sangat mendesak.

Pemerintah siap menggandeng organisasi-organisasi profesi jurnalis untuk bersama-sama membuat kode etik bagaimana media massa menghadapi media sosial.

Isu tentang hoax akan menjadi salah satu pembahasan dalam perayaan World Press Freedom Day 2017 yang akan digelar Mei mendatang di Jakarta. Saat ini, hoax telah menjadi isu global, bukan hanya di Indonesia.

Pegang etika

Ketua Dewan Pers Bagir Manan mengatakan, media sosial merupakan fenomena yang tak mungkin dibendung mengingat begitu pesatnya perkembangan ilmu dan teknologi. Yang bisa dilakukan adalah bagaimana menyikapinya agar bisa bermanfaat.

Menurut Bagir, di tengah maraknya peredaran informasi-informasi palsu, yang perlu tetap dijunjung tinggi oleh wartawan atau jurnalis adalah etika.

”Profesi wartawan menuntut individual responsibility (pertanggungjawaban individu). Selain butuh keterampilan dan pengetahuan, jurnalis juga wajib menjunjung etika jurnalistik. Aturan yang ada bukan untuk mengendalikan, melainkan untuk melindungi wartawan. Esensi dari profesi ini adalah mengatur dirinya sendiri atas dasar tanggung jawab,” katanya.

Dalam rangka meningkatkan profesionalitas wartawan sekaligus menghadapi maraknya peredaran hoax, Dewan Pers melakukan pendataan dan verifikasi perusahaan pers.

Langkah ini dilakukan untuk memisahkan mana media yang dikategorikan profesional dan mana yang partisan serta mengabaikan kode etik jurnalistik.

Ketua Komisi Penelitian, Pendataan, dan Ratifikasi Perusahaan Pers Dewan Pers Ratna Komala mengatakan, momen peringatan Hari Pers Nasional pada 9 Februari 2017 di Ambon akan menjadi kick off pencanangan komitmen perusahaan pers meratifikasi Piagam Palembang.

Pada 2010, sebanyak 17 pemilik grup media telah menandatangani Piagam Palembang. Namun, baru pada 2016 Piagam Palembang mulai diratifikasi oleh beberapa perusahaan pers.

Menurut Ratna, proses verifikasi ini akan terus berlangsung sesudah pencanangannya pada Hari Pers Nasional 2017 di Ambon.

Secara terpisah, pengkaji komunikasi dan budaya populer Idi Subandy Ibrahim melihat hoax sebagai perlawanan terhadap kinerja media arus utama yang larut komersialisme dan makin meninggalkan sisi idealisme.

Bahkan, beberapa lembaga pers jelas mempraktikkan diri sebagai media kampanye pemiliknya.

Yang tidak kalah penting, pers juga dikritik karena sering memberitakan persoalan secara seragam.

”Kurang variatif dan kurang improvisasi dalam mengambil sudut pandang terhadap isu yang mencuat,” kata Idi.

Ia mengingatkan, media arus utama sebaiknya masuk ke dalam isu-isu substantif dan memberikan alternatif lain bagi khalayak.

Jika ingin berlomba dengan sifat keseketikaan dan kecepatan informasi hoax, media massa akan keteteran. Kredibilitas pers dibutuhkan dalam memilih narasumber dan sudut pandang beragam dalam mendudukkan persoalan yang sedang terjadi.

”Media arus utama mengambil kembali posisi sebagai agen demokrasi yang menjernihkan isu, bukan disinformokrasi yang mengeruhkan isu,” kata Idi.

Media massa secara ideal selalu berada di pihak jurnalisme yang baik. Dengan cara demikian, ia bisa menjadi jembatan berbagai pandangan berbeda di tengah-tengah masyarakatnya. (HRS/ABK/IVV/NAR)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 8 Februari 2017, di halaman 1 dengan judul "Media Arus Utama Harus Jadi Rujukan".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com