Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden dan Pendahulunya

Kompas.com - 08/02/2017, 21:43 WIB

KOMPAS - Minggu petang, 12 Juni 2016. Atas undangan Ketua Dewan Pembina Partai Golkar Aburizal Bakrie, Presiden Joko Widodo dan presiden keenam RI, Susilo Bambang Yudhoyono, kembali bersua. Mereka bersalaman, lalu berbincang singkat. Itu bukan pertama kali Presiden Jokowi bertemu dengan Yudhoyono.

Namun, peristiwa yang terjadi beberapa bulan sebelumnya membuat pertemuan pada pertengahan 2016 itu menarik perhatian sejumlah pihak. Peristiwa yang dimaksud adalah Tour de Java yang digelar Partai Demokrat pada Maret 2016.

Dalam acara itu, Yudhoyono beberapa kali mengkritik pembangunan yang dilakukan pemerintahan Presiden Jokowi.

Beberapa hari setelah Tour de Java tersebut, Jokowi meninjau proyek Pusat Pendidikan Pelatihan dan Olahraga Nasional Hambalang di Bogor. Oleh karena terlibat korupsi dalam proyek yang mangkrak itu, sejumlah kader Partai Demokrat diproses hukum.

(Baca: Jokowi dan SBY, dari Hambalang hingga Grasi Antasari...)

Peristiwa belakangan ini, yaitu terkait dengan Pilkada DKI Jakarta dan persidangan perkara dugaan penodaan agama degan terdakwa Gubernur DKI Jakarta (nonaktif) Basuki Tjahaja Purnama, membuat wacana pertemuan antara Jokowi dan Yudhoyono kembali menarik perhatian.

Wacana pertemuan keduanya makin menarik karena dalam tiga bulan terakhir, Jokowi telah bertemu dengan sejumlah ketua umum partai politik dan mantan presiden serta wakil presiden.

Jokowi bahkan telah lebih dari satu kali bertemu dengan Ketua Umum Partai Gerindra yang juga rivalnya pada Pemilu Presiden 2014, Prabowo Subianto. Namun, Jokowi belum bertemu dengan Yudhoyono.

Padahal, pada 1 Februari lalu, Yudhoyono secara langsung menyatakan keinginannya bertemu langsung dan akan bicara blak-blakan dengan Presiden Joko Widodo. Namun, ia menyebut, ada tiga orang dekat Jokowi yang menghalangi pertemuannya dengan Jokowi.

(Baca: SBY: Saya Mau Blakblakan kepada Pak Jokowi...)

Dalam kesempatan itu, Yudhoyono juga minta pihak berwenang mengusut isu penyadapan dirinya seperti diungkapkan tim penasihat hukum Basuki.

Pernyataan itu disampaikan setelah pada sidang dugaan penodaan agama dengan terdakwa Basuki, 31 Januari 2017, salah satu penasihat hukum Basuki, Humphrey R Djemat, bertanya kepada Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma'ruf Amin yang menjadi saksi, terkait komunikasi teleponnya dengan Yudhoyono pada 6 Oktober 2016.

Dikatakan, isinya meminta agar MUI mengeluarkan fatwa tentang penodaan agama yang diduga dilakukan Basuki. Ma'ruf membantah ada percakapan telepon itu.

Pertemuan

Dalam acara Satu Meja yang ditayangkan Senin (6/2) di Kompas TV, Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat Benny K Harman mengindikasikan, orang yang menghalang-halangi Jokowi itu berasal dari lingkungan elite partai politik. Khususnya, partai politik yang bergabung dalam koalisi pendukung pemerintah.

Partai-partai yang tergabung dalam koalisi adalah PDI-P, Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, Partai Nasdem, dan Partai Hanura.

"Saya tahu baik orang yang menghalang-halangi itu. Masa Presiden bisa didikte seperti itu? Namun, ini memang masuk akal karena Pak Jokowi, kan, petugas partai. Tidak hanya partai pengusung, tapi juga petugas partai-partai politik pendukungnya," kata Benny dalam acara yang dipandu Pemimpin Redaksi Kompas Budiman Tanuredjo itu.

(Baca: Gayung Bersambut, Jokowi Akan Bertemu SBY Setelah Pilkada)

Selain Benny, hadir sebagai narasumber dalam acara itu anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDI-P Arteria Dahlan, pengajar hukum pidana Asep Iwan Iriawan, dan Humphrey R Djemat.

Arteria mengatakan, jika diminta, Jokowi pasti akan mengatur janji pertemuan dengan Yudhoyono. Pihak Istana juga telah menyatakan, pertemuan akan diadakan sesudah Pilkada 2017, yang pemungutan suaranya dilakukan 15 Februari ini.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Nasional
Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Nasional
Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Sengketa Pileg, Golkar Minta Pemungutan Suara Ulang di 36 TPS Sulbar

Nasional
Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Mendagri Sebut Biaya Pilkada Capai Rp 27 Triliun untuk KPU dan Bawaslu Daerah

Nasional
Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Airin Ingin Bentuk Koalisi Besar untuk Mengusungnya di Pilkada Banten

Nasional
Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Sebut Warga Ingin Anies Balik ke Jakarta, Nasdem: Kinerjanya Terasa

Nasional
Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Caleg PSI Gugat Teman Satu Partai ke MK, Saldi Isra: Berdamai Saja Lah

Nasional
Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Irigasi Rentang Targetkan Peningkatan Indeks Pertanaman hingga 280 Persen

Nasional
Kuasa Hukum Caleg Jawab 'Siap' Terus, Hakim MK: Kayak Latihan Tentara, Santai Saja...

Kuasa Hukum Caleg Jawab "Siap" Terus, Hakim MK: Kayak Latihan Tentara, Santai Saja...

Nasional
Heboh Brigadir RAT Jadi Pengawal Bos Tambang, Anggota DPR: Tak Mungkin Atasan Tidak Tahu, Kecuali...

Heboh Brigadir RAT Jadi Pengawal Bos Tambang, Anggota DPR: Tak Mungkin Atasan Tidak Tahu, Kecuali...

Nasional
Geledah Setjen DPR dan Rumah Tersangka, KPK Amankan Dokumen Proyek hingga Data Transfer

Geledah Setjen DPR dan Rumah Tersangka, KPK Amankan Dokumen Proyek hingga Data Transfer

Nasional
Ditegur MK Tak Serius Ikuti Sidang, KPU Mengaku Punya Banyak Agenda

Ditegur MK Tak Serius Ikuti Sidang, KPU Mengaku Punya Banyak Agenda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com