Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Arief Hidayat Nilai MK Boleh Dijaga, tetapi Tak Bisa Diawasi

Kompas.com - 04/02/2017, 07:20 WIB
Fachri Fachrudin

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Lembaga peradilan sudah semestinya mandiri dan berdiri sendiri. Bahkan tidak boleh diawasi, tetapi boleh "dijaga".

Oleh karena itu, jikapun ada usulan dibentuknya lembaga baru yang berfungsi mempertahankan nilai-nilai keluhuran hakim, maka substansi dan penyebutannya itu sebagai lembaga yang menjaga, bukan mengawasi.

Hal ini disampaikan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat menanggapi banyaknya pihak yang berpendapat bahwa perlunya pengawasan terhadap lembaga MK.

(baca: Di Hadapan MKMK, Patrialis Akui Bocorkan Draf Putusan Uji Materi)

Terlebih, pascapenangkapan Hakim Konstitusi Patrialis Akbar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Penangkapan tersebut terkait uji materi UU di MK.

Menurut Arief, kata "menjaga" dan "mengawasi" merupakan dua hal yang substansinya berbeda. Pada kata mengawasi, akan menimbulkan kesan adanya sub-ordinat atau tingkatan.

Kemudian dengan adanya pengawasan, maka seakan-akan membuat hakim takut dalam mengambil keputusan lantaran adanya pihak yang lebih berwenang di atasnya, yakni pihak yang mengawasi.

(baca: Menurut Bagir Manan, Ada 3 Dugaan Pelanggaran Etik yang dilakukan Patrialis)

Hal ini, menurut Arief, akan bertentangan dengan nilai independensi.

"Filosofi keduanya berbeda," ujar Arief di gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (4/2/2017).

Arief melanjutkan, tolok ukur keberhasilan pengawas adalah jika menemukan celah buruk dari pihak yang diawasi.

Hal ini berbeda dengan penjagaan yang tolok ukurnya adalah jika pihak yang dijaganya itu justru tidak melakukan kesalahan sama sekali selama prosesnya berjalan.

"Sehingga yang dijaga pun enggak merasa ada beban," kata Arief.

(baca: MK Dinilai Perlu Lembaga Pengawas Etika dan Perilaku Hakim)

Menurut Arief, konstitusi tidak menyebut Komisi Yudisial (KY) sebagai lembaga pengawas perilaku hakim.

Konstitusi menyebut KY sebagai lembaga yang memiliki kewenangan menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran, martabat, serta perilaku hakim. Hal ini tertuang dalam Pasal 24 B UUD 1945.

Kemudian, jika ditinjau dari struktur penyusunannya, pasal 24 B ditempatkan di antara pasal yang mengatur kewenangan Mahkamah Agung, yakni pasal 24 A, dan Pasal 24 C yang mengatur kewenangan MK.

(baca: Ketua KY: Diperlukan Lembaga Pengawas untuk Jaga Integritas Hakim MK)

Oleh karena itu, menurut Arief, karena penempatan pasal terkait kewenangan KY ada di bawah pasal yang mengatur kewenangan MA, maka yang dijaga KY adalah MA. Sementara MK, terlepas dari penjagaan KY.

"Ini namanya original intens, penafsiran sistematik menurut pembuat Undang-Undang Dasar. Sehingga kalau ada pengamat yang mengatakan perlunya lembaga pengawas bagi MK, itu adalah gagal paham konstitusi," kata Arief.

Makanya, lanjut Arief, setelah mencuatnya kasus jual-beli yang dilakukan Akil Mochtar ketika menjabat Ketua MK, pihaknya berinisiatif membentuk Dewan Etik yang keberadaanya di luar struktur MK.

Adapun penempatannya satu gedung agar dapat melakukan penjagaan berkesinambungan, dari hari ke hari.

Selain itu, jika KY menjadi lembaga penjaga MK, maka akan bertentangan dengan salah satu tugas dan fungsi MK.

Arief menambahkan, selain melakukan pengujian UU terhadap UUD 1945, MK juga punya kewenangan menangani perselisihan antarlembaga negara.

Oleh karena itu, menjadi tidak tepat jika KY mengawasi MK. Sebab jika nantinya KY berselisih dengan lembaga lain, maka MK tidak bisa menyelesaikan perkara tersebut.

"Nanti kalau misalnya KY berselisih dengan lembaga lain, kami repot ngga? Kalau MK diawasi, kemudian pada putusannya tidak memenangkan KY, nanti bisa dianggap 'wah ini salah melanggar', akhirnya justru muncul intervensi kan?" kata Arief.

Kompas TV Resmi Ditahan KPK, Patrialis Undur Diri dari MK
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Anies dan Sudirman Said sama-sama ingin Maju Pilkada DKI, Siapa yang Mengalah?

Anies dan Sudirman Said sama-sama ingin Maju Pilkada DKI, Siapa yang Mengalah?

Nasional
Bertolak ke Sumbar, Jokowi dan Iriana Akan Tinjau Lokasi Banjir Bandang

Bertolak ke Sumbar, Jokowi dan Iriana Akan Tinjau Lokasi Banjir Bandang

Nasional
Dititip Kerja di Kementan dengan Gaji Rp 4,3 Juta, Nayunda Nabila Cuma Masuk 2 Kali

Dititip Kerja di Kementan dengan Gaji Rp 4,3 Juta, Nayunda Nabila Cuma Masuk 2 Kali

Nasional
Jabat Tangan Puan dan Jokowi di Tengah Isu Tak Solidnya Internal PDI-P

Jabat Tangan Puan dan Jokowi di Tengah Isu Tak Solidnya Internal PDI-P

Nasional
Saat Anak Buah Biayai Keperluan Pribadi SYL, Umrah hingga Servis 'Mercy'

Saat Anak Buah Biayai Keperluan Pribadi SYL, Umrah hingga Servis "Mercy"

Nasional
26 Tahun Reformasi: Robohnya Etika Bernegara

26 Tahun Reformasi: Robohnya Etika Bernegara

Nasional
Soal Perintah 'Tak Sejalan Silakan Mundur', SYL: Bukan Soal Uang, Tapi Program

Soal Perintah "Tak Sejalan Silakan Mundur", SYL: Bukan Soal Uang, Tapi Program

Nasional
Rosan Ikut di Pertemuan Prabowo-Elon Musk, Bahas Apa?

Rosan Ikut di Pertemuan Prabowo-Elon Musk, Bahas Apa?

Nasional
[POPULER NASIONAL] MPR Bakal Temui Amien Rais | Anies Pertimbangkan Maju Pilkada Jakarta

[POPULER NASIONAL] MPR Bakal Temui Amien Rais | Anies Pertimbangkan Maju Pilkada Jakarta

Nasional
MK Putus 207 Sengketa Pileg Hari Ini hingga Besok

MK Putus 207 Sengketa Pileg Hari Ini hingga Besok

Nasional
Tanggal 24 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 24 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Anies Pertimbangkan Maju Pilkada DKI, PKS: Kita Lagi Cari yang Fokus Urus Jakarta

Anies Pertimbangkan Maju Pilkada DKI, PKS: Kita Lagi Cari yang Fokus Urus Jakarta

Nasional
Momen Menarik di WWF Ke-10 di Bali: Jokowi Sambut Puan, Prabowo Dikenalkan sebagai Presiden Terpilih

Momen Menarik di WWF Ke-10 di Bali: Jokowi Sambut Puan, Prabowo Dikenalkan sebagai Presiden Terpilih

Nasional
Perkenalkan Istilah ‘Geo-cybernetics’, Lemhannas: AI Bikin Tantangan Makin Kompleks

Perkenalkan Istilah ‘Geo-cybernetics’, Lemhannas: AI Bikin Tantangan Makin Kompleks

Nasional
Megawati Disebut Lebih Berpeluang Bertemu Prabowo, Pengamat: Jokowi Akan Jadi Masa Lalu

Megawati Disebut Lebih Berpeluang Bertemu Prabowo, Pengamat: Jokowi Akan Jadi Masa Lalu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com