Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ketua KY: Diperlukan Lembaga Pengawas untuk Jaga Integritas Hakim MK

Kompas.com - 03/02/2017, 15:15 WIB
Kristian Erdianto

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Komisi Yudisial (KY) Aidul Fitriciada Azhari menegaskan pentingnya keberadaan lembaga pengawasan eksternal bagi Mahkamah Konstitusi untuk menjaga kemandirian, akuntabilitas dan integritas hakim konsititusi.

Aidul mencontohkan kasus suap yang melibatkan mantan hakim MK Patrialis Akbar sebagai akibat dari lemahnya mekanisme pengawasan hakim.

"Dalam konteks kemandirian dan akuntabilitas hakim mau tak mau harus ada pengawasan dan kehadiran KY. Itu bukan untuk cari kesalahan hakim, tapi jadi bagian dari mekanisme dalam menjaga kemandirian hakim dan membangun akuntabilitas hakim," ujar Aidul saat ditemui di kantor Kemenko Polhukam, Jakarta Pusat, Jumat (3/2/2017).

Aidul menuturkan, peran KY dalam menjaga kemandirian hakim konstitusi bisa diwujukan dengan mengontrol perilaku hakim.

Fungsi kontrol tersebut idealnya tidak hanya ditujukan pada perilaku pribadi, tetapi juga terkait putusan yang dibuat oleh hakim.

Dengan demikian peran KY tidak hanya berada dalam lingkup penindakan, tetapi juga pencegahan.

"Kemandirian dijaga dengan selalu mengontrol perilaku, menjaga integritas baik integritas pribadi maupun putusan," ungkapnya.

Namun Aidul mengungkapkan, selama ini KY menghormati putusan MK pada uji materi UU KY pada 2006.

(Baca: Putusan MK dalam Penegakan Hukum Korupsi)

Dalam putusan tersebut MK membatalkan kewenangan KY dalam melakukan pengawasan terhadap hakim konstitusi.

Pada kesempatan yang sama, Aidul juga membantah pendapat Ketua MK Arief Hidayat yang mengatakan bahwa lembaga peradilan, termasuk MK, tidak boleh diawasi.

Menurut Aidul, fungsi pengawasan yang dilakukan oleh lembaga eksternal seperti KY justru bertujuan untuk memperkuat MK.

Aidul juga membantah dengan adanya fungsi pengawasan akan memunculkan tingkatan antara KY dan MK.

Sebab, fungsi pengawasan oleh KY ditujukan terhadap hakim, bukan pada MK sebagai institusi peradilan.

"Tidak seperti itu karena yang diawasi bukan MK sebagai lembaga tapi hakimnya. Kami tidak mengawasi lembaga tapi hakim. Jangan lupa hakim itu jabatan bukan lembaga," ucapnya.

Sebelumnya Ketua MK Arief Hidayat mengatakan bahwa lembaga peradilan, termasuk MK, tidak boleh diawasi.

Menurut Arief, adanya pengawasan seakan memunculkan adanya tingkatan antara MK dengan lembaga pengawasan tersebut.

(Baca: Ketua MK: Badan Peradilan Tidak Boleh Diawasi)

"Ya bukan mekanisme pengawasan. Jadi sekali lagi, saya tidak setuju dengan istilah pengawasan, karena badan peradilan tidak boleh diawasi," ujar Arief usai rapat bersama Komisi III DPR RI di gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (30/1/2017).

"Nanti kalau diawasi, subordinat, kami (MK) yang di bawah," kata dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 8 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
 PAN Nilai 'Presidential Club' Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

PAN Nilai "Presidential Club" Sulit Dihadiri Semua Mantan Presiden: Perlu Usaha

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com